19

231 47 12
                                    

Di dalam keheningan yang tengah melanda, kelima gadis yang saat ini terduduk melingkar diatas kasur queen size berseprei pink; hanya saling melirik. Tidak ada yang berniat untuk berbicara guna mencairkan keadaan.

"Gue lega liat keadaan lo baik-baik aja. Gue kira lo lagi sakit." ucap Eri mengalah, gadis cantik itu memandangi wajah Lami yang terlihat murung. Dia juga dapat melihat samar lingkaran hitam di kantung mata temannya tersebut.

"Maaf udah bikin kalian khawatir." Cicit Lami masih menunduk, mengabaikan tatapan keempat temannya yang seakan meminta penjelasan.

"Nomor gue buka dulu blokirannya, baru dimaafin." Gadis termuda berceletuk, membuat suasana sedikit mencair. Lami yang mendengar racauan Wonny hanya terkekeh sambil menunjukkan ponselnya kearah gadis jangkung yang duduk di sampingnya.

"Udah gue buka, maaf."

Lagi-lagi hening, hanya terdengar bunyi dentingan jarum jam di dalam kamar Lami yang di dominasi warna merah muda.

Qory merasakan jika mulutnya gatal, ingin sekali menanyakan alasan sahabatnya tidak masuk sekolah dua hari ini. Padahal jika dilihat dari tampilannya, Lami terlihat sehat-sehat saja.

"Dua hari gak masuk sekolah, lo bolos ya?"

Kedua alis Lami tertaut, namun setelahnya dia hanya mengangguk menjawab pertanyaan dari Hisna. Mungkin ini saatnya dia bercerita tentang kegundahan hatinya, dia butuh tempat berkeluh kesah. Dan Lami yakin keempat temannya mau menjadi tempat mencurahkan isi hatinya yang sedang kalut.

"Kamu bolos? Beneran?" tanya Qory dengan mata yang membelalak lebar, tak percaya.

"Kenapa bolos?" Eri bertanya sambil memperbaiki duduknya agar lebih nyaman. Sedikit mendesis sakit ketika pahanya di cubit oleh Wonny yang tidak terima saat dirinya mendesak di antara celah tempat duduk gadis jangkung tersebut.

"Lo pasti ada masalah, gue kan udah bilang; kalo lo punya masalah, jangan sungkan-sungkan buat cerita sama kita." Ucapan Hisna dibalas anggukkan oleh gadis lainnya.

"Bener kata Hisna, kita kan pren!"

Hati Lami menghangat, senyumnya terbit sambil memandangi satu persatu wajah keempat temannya. "Gue takut buat ngelakuin semuanya." kata Lami membuat Wonny dan lainnya terdiam cukup lama.

"Maksud lo?"

"I have any problem, guys. Dan gue takut buat cerita ke kalian."

"Lo gak usah takut, kita bakal selalu ada di samping lo, kok. Jadi... jangan khawatir." Wonny berkata dengan suara parau, tubuhnya semakin mendekat kearah Lami. Dan segera memberi pelukan yang sangat erat, menenggelamkan tubuh mungil Lami kedalam pelukannya yang sangat nyaman.

Melihat wajah Wonny yang sudah merah menahan tangis membuat Eri, Qory dan Hisna juga terharu. Mereka tidak pernah mengira jika sosok ceria seperti Lami mempunyai masalah yang sangat berat, sampai gadis tersebut merasa takut untuk bercerita.

Terlebih Qory, orang yang paling dekat dengan Lami. Qory mengutuk dirinya di dalam hati, karena tidak cepat tanggap menyadari jika sahabatnya sedang melewati masalah yang sangat berat. Dirinya terlau lamban untuk menyadari hal tersebut.

"Cerita sama kita, ya?" Lami hanya mengangguk kecil mendengar lirihan dari Qory. Dia juga merasa tidak enak hati karena telah membuat teman-temannya menangis.

"Ini bukan tentang gue, tapi Kak Aurin."

Keempat temannya hanya terdiam, membiarkan Lami bercerita sampai selesai. Netra gadis cantik tersebut berkaca, dirinya menggapai lengan Wonny yang melingkar di tubuhnya, mengusapnya pelan karena sedari tadi gadis jangkung tersebut masih memeluknya erat.

Pena Ajena [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang