"Aku mau rapat sama Agus. Kamu mau nunggu?"
"Rapat lagi?"
"Iya, kan mau ada pensi."
Gue menghela nafas pelan. Ridwan sama sekali ga peka sama pertanyaan gue barusan. Iya, gue tau ada pensi, tapi apa emang harus tiap hari?
Maksudnya, kenapa rapatnya tiap saat. Bahkan, hari ini dan kemarin gue belum pernah ngobrol lagi sama dia. Entah kenapa saat status gue dan dia berubah, waktu buat kita berdua malah berkurang.
Apa gue salah ya, jadian sama dia?
"Aku .... pulang aja."
Ridwan mengangguk dengan kepala yang fokus melihat hape. Daritadi dia belum lihat gue sama sekali. Bahkan mungkin kita bukan seperti pasangan lain, yang kalau berdua udah bisa ngomongin hal segala macam dengan saling liat.
Kita lebih kayak temen.
Kok menyesal ya jadian sama dia.
"Mau aku antar?" Tanya Ridwan. Gue diem, menundukkan pandangan ke arah sepatu.
Berdiam diri di depan Ridwan kayak gini bikin gue inget kejadian masa lalu. Ga masa lalu banget sih, maksudnya pas gue sama dia belum jadian. Mau tau apa? Dia pasti langsung tarik gue ke pelukannya.
"Danita?"
Gue menengadah, "hm?" Jawab gue singkat sambil melihat matanya. Akhirnya pandangan kami bertemu.
Ridwan ini tinggi dan gue juga tinggi. Kebayang kan, gimana deketnya jarak muka kita berdua sekarang?
"Mau aku antar?" Dia mengulangi pertanyaan yang sama.
"Emang cukup?"
Ridwan memiringkan kepalanya sambil memandang gue, "apanya?"
Gue mendesah, mundur satu langkah lalu menghadap ke arah belakang. Mengambil nafas dalam sebelum menjawab pertanyaannya. "Waktu kamu. Emang cukup? Nganter aku pulang dulu, baru balik ke sini?"
Gue masih lihat kebelakang saat ngomong gitu. Capek aja rasanya, gue juga pingin cerita banyak kayak sebelum gue dan dia jadian. Gue pengen balik ke masa itu.
Sekarang, buat waktu untuk berduaan bersama tuh cukup susah. Gue ngerti dia ini aktivis, gue paham gimana ribetnya kegiatan dia sehari-hari, tapi ya, gue juga perlu dia.
"Kamu capek ya?"
Gue merasa ada dua telapak tangan yang menyentuh kedua pundak gue.
Perlahan kedua tangan itu maju, melingkar dia bahu gue, dan bau harum parfum bercampur bau badannya dia masuk ke hidung gue. Bau yang selama ini gue rindukan.
Dagunya ia taruh di atas kepala gue. "Kamu kenapa, sayang? Hm?"
Tolong .... tolong ya kalau kayak gini gue mau marah ga jadi.
TOLONG INI GUE MALAH MAU NANGIS JADINYA WOY. MANA DI DEKET R.OSIS. HEH BAKWAN GOSONG LO SADAR GA SIH INI DISEKOLAH!?
"Ridwan,"
Dia mendusel pelan diatas sana. "Hmm?"
"Ini disekolah,"
Tangannya sekarang semakin merekatkan pelukan nya di bahu gue. "Iya tau."
"Lepasin aduh!"
Gue merasakan kalau dagunya tidak menempel lagi. Sesaat ada rasa lega kalau dia mau menurut, jadi gue rasa gue bisa ngomong hal penting sekarang.
Saat gue mau ngomong lagi, gue merasa ada hembusan nafas di dekat telinga kiri gue. Semakin lama semakin dekat, bikin bulu kuduk gue berdiri.
"Disini sepi."

KAMU SEDANG MEMBACA
11 IPS 1
Novela Juvenil[ S E L E S A I] Series of DC Highschool 11 IPS 1 bukanlah kelas yang banyak diceritakan seperti kelas-kelas lain. Kelas pojokan di koridor lantai dua ini seakan punya dunia sendiri. Dijuluki kelas aneh dan yang paling beda di seluruh penjuru DC Hi...