Part 8 : Pernikahan Yang Terpaksa

398 62 10
                                    

Ivy menatap rumah mewah di hadapannya dengan takjub. Hari ini ia resmi menjadi Nyonya Nathaneil Wijaya setelah pemberkatan sederhana. Di satu sisi, Ivy bahagia karena ia sangat mencintai Neil. Di sisi lainnya, Ivy tahu Neil hanya terpaksa menikahinya.

"Mau sampai kapan kamu berdiri di sana?" tanya Neil datar. "Apa kamu pikir aku akan mengajakmu masuk dengan ramah atau menggendongmu layaknya pengantin baru?"

Ivy segera menyeret dua kopernya masuk ke dalam rumah. Ia memilih diam daripada melawan, sebab tidak akan ada gunanya.

"Kamarmu di sana!" tunjuk Neil ke kamar yang tepat berada di seberang kamar Neil.

"Tapi ... Neil ..."

Neil tertawa. "Apa? Mau sekamar denganku?" Kemudian Neil menatap Ivy dengan tajam. "Tadinya aku sangat menghargaimu sebagai sahabatku dan Isabel. Aku harap kamu nggak lupa kalau Isabel yang memintaku menikah denganmu sebelum dia meninggal. Jangan lupa juga kalau kamu penyebab Isabel meninggal!"

Ivy menggelengkan kepalanya. "Bukan. Aku ..."

"Diam!" teriak Neil sambil menunjuknya. "Jangan coba-coba kamu membela diri!"

Ivy menahan tangisnya karena Neil tidak pernah memberinya kesempatan untuk menjelaskan kejadian yang sesungguhnya. Akhirnya ia meraih gagang kopernya bermaksud ke kamar satunya, sampai sebuah suara membuat Neil dan Ivy menoleh ke arah pintu.

"Neil, Ivy!" panggil Mama Neil yang datang bersama suaminya.

Ivy langsung mencium tangan kedua orangtua Neil. "Ma, Pa."

"Ma, Pa, ke ... kenapa ke sini? Bukannya Neil sudah reservasi hotel?"

Mama Neil menghela napas. "Buat apa kamu membuang uang untuk reservasi hotel? Lagian Mama dan Papa langsung pulang ke Jogja besok pagi. Jadi, tadi Mama sudah batalkan reservasi dan untungnya bebas biaya. Uangnya akan ditransfer kembali sama mereka dalam waktu tiga hari."

"Makanya malam ini kita mau menginap di sini," tambah Papa Neil.

Neil tentu saja terkejut. Kalau sampai orangtuanya menginap di sini, itu berarti mau tak mau ia harus mengizinkan Ivy sekamar dengannya. Dengan sangat terpaksa Neil menoleh ke Ivy dan memberi kode agar Ivy masuk ke kamarnya.

"Ma, Pa, Ivy taruh barang di kamar dulu."

Mama Neil tersenyum. "Oh, nggak apa-apa. Kalian istirahat saja dulu dan sampai ketemu di resepsi nanti malam. Mama dan Papa juga nggak akan ganggu," goda Mama Neil sambil menarik suaminya ke kamar yang tadinya untuk Ivy tempati.

Ivy pun menarik kopernya masuk. Ia memperhatikan kamar Neil yang hampir semua perabotannya berwarna putih dan tertata sangat rapi. Ivy segera meletakkan dua kopernya di sebelah lemari pakaian. Ia tidak berani menyusun pakaiannya ke lemari, karena besok Neil pasti akan mengusirnya ke kamar sebelah.

Neil masuk dan menutup pintu kamar. Ia menuju lemari pakaian dan menganggap Ivy seolah tidak ada di sana. Neil mengeluarkan dua bedcover tebal dan langsung dilemparkan ke lantai, membuat Ivy terkejut.

"Malam ini kamu tidur di lantai! Satu bedcovernya bisa kamu jadikan alas dan satunya jadikan selimut. Aku nggak sudi seranjang denganmu."

Ivy hanya diam dan menahan rasa sakitnya diperlakukan seperti itu oleh Neil. Akhirnya ia mengambil dua bedcover tersebut dan mengeluarkannya dari tas plastik, lalu menggelarnya di lantai.

Neil berbaring di kasur dan melempar satu bantal ke bawah yang mendarat tepat di wajah Ivy. Akhirnya Ivy memilih berbaring, memiringkan tubuhnya dan menangis tanpa suara. Ia menggigit jari, menahan suara tangisnya.

Sampai Kau Mencintaiku (Pesan di @Bukulokamedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang