Part 16 : Hidup Baru

475 64 15
                                    

Neil mengunjungi makam Isabel dengan perasaan hancur. Ia terkejut ketika melihat Dedi juga ada di sana. Dedi yang baru selesai berdoa menoleh ke arahnya dan menghela napas kesal. Neil menghampiri makam Isabel, meletakkan bunga dan berdoa sejenak.

"Tumben ke sini?" tanya Dedi setelah Neil selesai berdoa.

"Kamu kenapa bisa ke sini?" Neil bertanya balik.

Dedi mendengkus. "Aku dan Ivy selalu ke sini. Kamu saja yang nggak tahu."

Neil terkejut. "Kamu tahu Ivy di mana?"

Dedi menggelengkan kepalanya. "Ini untuk pertama kalinya dia pergi tanpa memberitahuku. Mungkin dia sudah lelah kamu curigai terus menerus."

"Siapapun juga pasti curiga melihat kedekatan kalian."

"Kamu salah. Kami memang dekat. Bahkan sejak masih ada Isabel. Mereka berdua sudah kuanggap layaknya adik sendiri, makanya aku sangat menjaga mereka. Aku sudah menikah, Neil. Aku punya anak dan istri. Malah istriku juga sangat tahu kedekatan kami."

Neil terkejut sekali lagi. "Kamu sudah berkeluarga?"

Dedi mengangguk. "Ya dan aku jarang bercerita karena menurutku nggak penting untuk orang lain tahu."

Dedi melihat Neil yang terlihat sangat sedih, tidak seperti biasanya. "Kamu sudah sadar, kan? Sudah tahu hal yang sebenarnya, kan? Apa yang sudah kamu lakukan ke Ivy sampai dia memilih bercerai dan pergi? Setahuku dia bertekad mempertahankan rumah tangganya."

"Aku menyesal. Waktu itu karena aku sangat marah dan cemburu sama kamu, aku mengatakan hal yang mungkin selamanya nggak bisa dia maafkan," jelas Neil sedih. "Aku akan tetap mencarinya sampai kapanpun. Aku baru sadar sudah mencintainya, Ded."

Dedi menghela napas. "Sudah kuduga dari awal kamu cemburu sama aku. Neil, Ivy wanita baik dan kuat yang pernah kukenal. Aku yakin dia pasti sudah memaafkanmu. Hanya saja, untuk bersama lagi mungkin dia nggak bisa."

"Nggak. Aku nggak bisa melepasnya begitu saja. Aku ingin menebus semua perlakuanku ke dia, mencintai dia seperti yang seharusnya."

"Maaf, aku nggak bisa bantu apa-apa. Aku bahkan nggak tahu dia di mana. Tante sepertinya memang sengaja merahasiakan ke semua orang, ke mana Ivy pergi. Aku paham maksudnya. Dia nggak mau Ivy terluka lagi dan memulai hidup baru."

"Iya, aku juga sangat mengerti. Aku nggak akan menyerah. Sampai aku bertemu lagi dengan Ivy, aku nggak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan."

Dedi tersenyum. "Syukurlah kalau begitu. Kurasa sekarang Isabel bisa beristirahat dengan tenang."

"Belum. Kurasa dia akan memarahiku habis-habisan karena membuat Ivy sedih dan pergi." Neil menoleh ke nisan Isabel. "Suatu hari aku akan membawa dia ke sini dan memberi kabar bahwa kami bahagia. Aku janji, Isabel."

***

"Jadi begitu?" tanya Dean setelah Ivy menceritakan semua yang dialami olehnya. "Kamu berkorban terlalu banyak, Vy. Seharusnya sejak awal kamu nggak perlu menikah dengannya."

"Aku nggak bisa berpikir apa-apa saat itu. Melihat kondisi sahabatku seperti itu, bagaimana bisa kutolak?"

Dean memaksakan senyumnya dan menggenggam kedua tangan Ivy sembari menatapnya dengan tatapan lembut. "Kamu aman di sini. Nggak akan ada yang bisa menyakitimu lagi."

Ivy mengangguk di tengah tangisnya. "Terima kasih, Dean."

Dean menangkup wajah Ivy, menghapus air mata dengan kedua jempolnya. "Sebaiknya kamu pulang dan istirahat. Kamu tinggal di mana? Biar aku antar."

Sampai Kau Mencintaiku (Pesan di @Bukulokamedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang