Part 5 : Aku Mencintainya

314 54 6
                                    

Ivy menemani Dean untuk berbelanja souvenir di daerah Legian. Sebenarnya Ivy sedang tidak fokus, hanya saja ia sudah terlanjur berjanji menemani Dean, maka ia tidak membatalkannya.

Saat Ivy diajak Dean ke seberang toko, bodohnya Ivy langsung melangkah dan terdengar klakson panjang yang membuat Ivy tersadar. Beruntung Dean berhasil menarik Ivy ke pelukannya.

"Stupid!" maki pengendara motor itu.

"Sorry!" seru Dean. Kemudian ia menatap Ivy yang terlihat pucat. "Kamu nggak apa-apa?"

Ivy beringsut dari pelukan Dean dan menggelengkan kepalanya. "Maaf, ya. Aku ... aku sedang banyak pikiran tadi."

"Kenapa kamu nggak bilang? Tahu begini aku nggak akan biarin kamu temani aku."

"Nggak boleh. Aku sudah janji sama kamu dan aku pantang ingkar janji. Aku benar-benar minta maaf."

Dean tersenyum. "Ayo, kita istirahat sebentar biar kamu lebih relax," ajak Dean yang diangguki Ivy.

Mereka masuk ke salah satu kedai es krim dan Dean menyuruh Ivy untuk langsung mencari tempat duduk saja. Ia sendiri memesan es krim rasa moka untuknya dan es krim rasa cokelat untuk Ivy.

"Terima kasih, Dean," kata Ivy yang mulai mencicipi es krimnya.

"Katanya es krim dan cokelat itu sahabat wanita. Kurasa cocok untukmu sekarang."

Ivy tersenyum dan mengangguk. "Kamu tahu Dean, kelak wanita yang akan bersamamu pasti sangat bahagia. Kamu nggak egois dan sangat memahami wanita tanpa harus tahu masalah apa yang dialami."

Dean menatap Ivy sejenak, lalu memaksakan senyumnya. "Terima kasih atas pujianmu. Jadi, nggak keberatan cerita apa yang sudah terjadi sampai kamu nggak fokus tadi?"

Ivy menunduk dan menusuk-nusuk es krimnya dengan sendok. "Sahabatku sudah menerima lamarannya," kata Ivy akhirnya.

Dean memilih diam, membiarkan Ivy bersiap untuk menceritakan semua keluh kesahnya.

"Semalam setelah pulang, aku melihat mereka ciuman. Tadinya aku hampir saja keluar lagi untuk menyusulmu. Mereka keburu melihat dan aku langsung ke kamar saja. Nggak lama kemudian, sahabatku ke kamar dan menunjukkan cincin di jarinya. Lalu pria ini kembali mengambil kuncinya yang ketinggalan. Bukannya langsung pergi, dia malah menemaniku ngobrol sampai pagi."

"Jujur kamu hebat," puji Dean. "Kalau orang lain, mungkin mereka sudah menceritakan hal yang sebenarnya dan nggak peduli lagi bagaimana perasaan sahabatnya. Kamu justru nggak."

"Dua kali aku hampir kelepasan. Beruntungnya aku bisa mencari alasan yang cukup masuk akal." Ivy menarik napas sejenak. "Aku sangat menyayangi sahabatku, mana tega aku hancurin kebahagiaannya?"

"Tapi mengorbankan kebahagiaanmu?"

Ivy memaksakan senyumnya dan mengangguk. "Nggak apa-apa. Lagian setelah kupikir-pikir, sepertinya aku nggak mencintainya. Konyol rasanya bisa jatuh cinta sebelum bertemu orangnya."

"Kamu mencintainya, Ivy," komentar Dean dengan suara pelan. "Sekarang kamu hanya berpikir apa yang bisa kamu lakukan kalau mereka sudah menikah, bukan?"

Ivy menunduk dan kembali menusuk-nusuk es krimnya. "Ternyata memang aku nggak bisa bohong sama kamu. Ya, aku mencintainya."

Dean berdeham. "Begini. Keajaiban biasanya selalu ada. Yang memang milikmu akan jadi milikmu. Kalau nggak, akan ada orang lain yang berjalan ke arahmu. Untuk kasusmu, kamu sudah di jalan yang benar. Pasrah dan lanjutkan hidupmu seperti biasanya.

Ivy mengangguk. "Terima kasih, Dean."

"Sama-sama. Habiskan es krimmu. Aku hanya punya waktu enam jam lagi sebelum penerbangan."

Sampai Kau Mencintaiku (Pesan di @Bukulokamedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang