Part 13. Tak Bisa bersama Lagi

424 61 8
                                    

Pagi-pagi sekali Ivy sudah berangkat ke kantor agar tidak berpas-pasan dengan Neil di rumah. Sesak rasanya mengetahui Neil hanya di bawah pengaruh alkohol malam itu. Ivy tidak sepenuhnya menyalahkan Neil, karena bisa saja dia menolaknya.

Kutunggu surat permohonan cerai darimu. Kalimat itu membuat Ivy menangis semalaman. Ivy tidak ingin bercerai bukan karena malu dengan status janda yang akan disandangnya. Selain karena mencintai Neil meskipun sering disakiti olehnya, Ivy juga memikirkan posisi Neil sebagai seorang pengusaha terkenal.

"Ivy, kamu ...." Lidya terkejut melihat Ivy yang buru-buru menghapus air matanya. "Vy, kenapa?"

Ivy memaksakan senyumnya. "Nggak kenapa-napa."

Lidya menghampiri Ivy dan menatapnya khawatir. "Kalau ada masalah, ceritakan saja. Jangan kamu pendam sendiri."

Ivy menunduk. "Aku nggak tahu harus memulai dari mana."

Lidya menarik kursi ke sebelah kursi Ivy dan meraih kedua tangannya. "Apa masalah rumah tangga?"

"Iya."

Lidya menghela napas. "Aku tahu mungkin ini terdengar sangat klise. Tapi dalam rumah tangga, masalah itu pasti ada. Aku juga sering berantem sama suamiku dan beberapa hari lagi juga baikan."

"Masalahnya nggak semudah itu. Aku ... menikah dengan Neil bukan karena cinta, meskipun aku sangat mencintainya."

"Maksudmu? Aku nggak paham."

"Janji jangan cerita ke siapa-siapa. Aku nggak tahu lagi harus cerita ke siapa," pinta Ivy yang diangguki Lidya. "Semua berawal dari pesan nyasar dari dia ke ponsel temanku. Aku nggak menyangka ternyata percakapan kami justru berlanjut. Dari awal aku sudah terlanjur menggunakan identitas temanku. Sampai ketika kami bertemu, dia salah mengenaliku. Ya, aku akui dari awal memang semua salahku. Aku juga yang meminta temanku untuk dekat dengannya."

Lidya mengangguk paham. "Kenapa kamu nggak mengakuinya saja, Ivy? Dia sangat mencintaimu, bukan temanmu."

"Iya, aku salah langkah. Aku takut dia akan membenciku kalau tahu aku sudah berbohong. Kemudian, dia dan temanku saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah."

"Apa? Itu namanya kamu ditusuk dari belakang!" seru Lidya sedikit kesal.

"Nggak. Sama sekali nggak. Aku yang salah. Aku yang berbohong soal perasaanku." Ivy masih membela Isabel meskipun pada akhirnya Isabel mengaku sudah merebut Neil darinya. "Sewaktu aku menemaninya bertemu calon mertua, semua berantakan. Mamanya malah meminta Neil menikah denganku."

Ivy kembali menangis mengingat kejadian selanjutnya. Lidya segera memeluk dan mengusap punggungnya. "Aku salah. Aku yang membuat temanku meninggal. Seandainya aku jujur dan nggak melibatkan temanku, mungkin semua akan jauh lebih baik. Sebelum kecelakaan, aku justru memarahi dan mengatakan aku kecewa sama dia. Aku yang salah."

Keluar sudah semua perasaan Ivy hari itu. Ia menangis histeris, seolah baru saja melepaskan karang yang sudah lama tertanam di hatinya. "Sebelum meninggal, dia mengembalikan Neil padaku. Tapi Neil sudah sangat membenciku. Baginya, aku penyebab kematian temanku."

"Vy, jangan menyalahkan dirimu. Kamu nggak salah. Ceritakan semua sama suamimu. Kalau dia mencintaimu, dia nggak akan menyalahkanmu."

Ivy melepaskan pelukan Lidya dan menggelengkan kepalanya. "Terima kasih sudah mau mendengar ceritaku. Sekarang aku hanya bisa pasrah. Aku masih mau bertahan sampai aku nggak mampu lagi."

Lidya tersenyum dan menggenggam tangan Ivy dengan lembut. "Kamu pasti kuat dan kamu pasti bisa. Ivy adalah wanita tangguh yang selalu aku jadikan panutan. Suatu hari kalau kamu butuh, aku akan siap untukmu."

Sampai Kau Mencintaiku (Pesan di @Bukulokamedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang