Part 7 : Permintaan Terakhir

335 57 4
                                    

Ivy menangis sendirian di kursi depan ruang Instalasi Gawat Darurat. Melihat kedatangan Mama Isabel dan mamanya, ia berdiri dan langsung memeluk keduanya, menangis bersama.

"Ivy, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Mama Ivy.

"Pertemuannya nggak berjalan lancar. Mama Neil nggak merestui mereka karena Isabel seorang model. Isabel marah dan dia sempat merebut kunci mobilku. Beruntungnya aku masih sempat masuk ke dalam mobil untuk membujuknya." Ivy kembali terisak-isak.

"Lalu?"

"Kami sempat bertengkar, tapi aku berhasil membuat Isabel berhenti. Waktu aku turun untuk gantiin Isabel nyetir, Isabel justru pergi dan tak lama kecelakaan itu terjadi. Tante, aku minta maaf."

Mama Isabel kembali memeluk Ivy. "Nggak apa-apa, Nak. Ivy nggak salah. Sekarang bagaimana kondisi Isabel?"

"Belum tahu. Dokter masih memeriksanya."

Dokter keluar sambil melepaskan maskernya. "Kalian keluarga pasien?"

"Saya mamanya, Dok."

"Dari hasil pemeriksaan, rontgen dan CT Scan, kami harus melakukan tindakan Cito. Pasien kehilangan banyak darah dan tulang kakinya harus segera diberi tindakan. Mohon pihak keluarga segera mengurusnya ke bagian administrasi."

"Baik, Dok. Saya segera ke sana."

"Iya." Dokter memakai masker dan kembali masuk ke dalam.

"Ivy, tolong jaga sebentar, ya. Tante ke bagian administrasi."

"Saya temani," pinta Mama Ivy yang dibalas anggukan Mama Isabel.

Tak lama setelah kepergian Mama Isabel dan Mama Ivy, Neil tiba. Melihat Ivy duduk sambil menangis, ia berlari menghampirinya.

"Apa yang terjadi sama Isabel? Bagaimana bisa?"

Ivy berdiri dan berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Kejadiannya sangat cepat, Neil. Isabel marah dan menangis sepanjang jalan. Harusnya aku menenangkan dia, tapi aku malah bertengkar dengannya lalu ..."

"Apa?" potong Neil dengan terkejut. "Jadi kamu penyebabnya?"

"Bukan seperti itu. Aku ..."

"Sebenarnya kamu sahabatnya atau bukan?" tanya Neil dengan marah. "Isabel sangat menyayangimu dan kamu malah mencelakakan dia."

Ivy terus menggelengkan kepala dan mulutnya tidak bisa mengucapkan sepatah katapun karena isakan tangisnya.

"Kamu keterlaluan! Aku menyesal sudah percaya sama kamu. Sampai terjadi apa-apa sama Isabel, aku bersumpah nggak akan pernah memaafkan kamu!" hardik Neil membuat Ivy terkejut.

"Neil, bukan aku yang ..."

"Diam!!" Neil menunjuk Ivy tepat di wajahnya. "Sekarang aku tahu niatmu. Kamu senang setelah mengambil perhatian mamaku? Kamu selalu cemburu dengan Isabel, kan?"

Ivy tidak menyangka Neil bisa menuduhnya seperti itu. Ketika Ivy akan membantah, Mama Isabel dan mamanya tiba dengan sebuah map di tangan mereka.

"Tante," sapa Neil.

"Neil." Mama Isabel memeluk Neil dan menumpahkan tangisnya.

Pintu IGD terbuka dan para suster mendorong brankar keluar untuk ke ruangan Cito. Wajah Isabel sedikit memar akibat benturan dan dahinya yang berdarah sudah diperban. Neil menggenggam salah satu tangan Isabel dengan wajah sedih.

"Isabel, ini aku. Cepat sadar, ya."

Sampai di depan ruangan Cito, mereka diminta untuk menunggu di luar. Mereka semua terdiam, menunggu sesuatu yang tak pasti mengenai kondisi Isabel. Mama Isabel masih terus menangis dirangkulan Mama Ivy.

Sampai Kau Mencintaiku (Pesan di @Bukulokamedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang