"Ibarat magnet yang berbeda kutub. Keduanya saling tarik menarik."
...
"Sejak kapan lo di sini?" teriak Jiyya saat menyadari kehadiran seorang teman di sebelah kasurnya.
Kiki hanya diam, dia masih sibuk dengan kotak bekal yang ada di tangannya. Jiyya yang merasa diabaikan hanya memutar bola matanya malas. Dia kerap kali tak mengetahui apa maksud perlakuan dari sahabatnya sendiri.
"Ki!" panggil Jiyya mulai kesal karena masih diabaikan.
Namun tetap saja, Kiki belum buka suara. Dia malah berdiri dan berjalan ke arah dapur Jiyya untuk mengambil sesuatu. Entah apa, dan untuk apa Jiyya tak tahu.
Jiyya baru saja terbangun dari tidurnya. Saat sudah mulai gelap, dia terbangun dan Kiki tiba-tiba saja sudah ada di dalam kamarnya. Memang, kejadian itu biasa terjadi. Kiki tahu di mana biasanya Jiyya menaruh kunci kosnya, begitu pun sebaliknya.
Tidak beberapa lama kemudian, Kiki kembali dengan segelas air di tangannya. Dia mendekati meja dan mengambil kotak nasi yang ada di sana.
"Kiki!" bentak Jiyya kesal.
"Apa?" Kiki balas membentak membuat Jiyya kaget bukan main dan mundur ke dinding.
"Kaget gue anjir!" Jiyya mengumpat, melemparkan satu bantal ke arah Kiki yang malah tertawa cengengesan.
"Ekspresi lo ngakak bat! Sumpah!" Kiki malah semakin tertawa sampai-sampai dia kembali meletakkan kotak nasi itu dan memukul-mukul kasur Jiyya.
Kepala Jiyya hanya bisa dia geleng-gelengkan. Kemudian mendekati Kiki yang masih saja tertawa dan memukul kasur milik Jiyya. Satu tangan Jiyya terangkat lalu menahan tangan Kiki. Seketika Kiki berhenti, begitu pula dengan tawanya. "Tangan lo, kasur gue jadi lecet, itu bukan punya gue, ya. Gue ngekos di sini!" ujar Jiyya.
"Idih ... gitu amat lo! Lo lebih sayang kasur dari pada sahabat lo?" sinis Kiki meminum air yang tadi dia ambil.
"Jelas, lah .... Kasur ini bukan punya gue, jadi harus gue jaga!"
"Iyain, yang waras ngalah, ya ...." Kiki bersidekap dada, tak mau menatap Jiyya.
"Ah ya! Jadi, apa tujuan lo datang ke sini?" tanya Jiyya mulai berdiri dan berjalan ke arah lemari.
Kiki terlihat berpikir sejenak. Dia berusaha merangkai kata-kata apa yang pas untuk dia ucapkan. "Begini, tadi gue janji traktir lo. Tapi, lo pulang duluan, yaudah gue bungkusin aja makanan dan gue masukin ke kotak makan ini," jelas Kiki membuat Jiyya seketika berbalik.
Dia berjalan cepat dan menyerbu kotak makan itu. Menatap dua potong ayam goreng yang ada di dalam kotak itu membuat perut Jiyya seketika meronta. Mulutnya mulai menganga, tangannya berusaha menggapai makanan itu. Namun, seketika otaknya menghentikan semua pergerakan anggota tubuhnya.
"Wait, jarang-jarang banget lo kayak gini. Mau lo apa? Ada niat terselubung, 'kan?" selidik Jiyya mendekatkan wajahnya pada sahabatnya.
Elah ... Jiyya tau aja niat gue. Kiki membatin, memaki dirinya sendiri yang tidak bisa menyembunyikan ekspresi minta bantuan itu. "Iya, ada, sih ... selain gue mau nepatin janji gue yang tadi."
"Wih! Apa tuh?" Jiyya melompat ke atas kasurnya, membiarkan tubuhnya kembali merasakan empuknya di atas pulau kapuk itu.
Sekali lagi Kiki terlihat kembali berpikir. Dia kayaknya masih saja menimbang. Dia akan mengatakan pada Jiyya atau tidak.
"Apa? Lo gak mau ngomong?" ucap Jiyya yang membuat Kiki kembali tersadar dari lamunannya.
Tangan Kiki bergerak, kembali mengambil air minum di sebelahnya. "Gini, gue mau lo te--temenin gue jalan sama Ragi besok malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
No Sweet Candy [END]
Romance[TAHAP REVISI] 🌸 Tak semua yang manis, berakhir manis pula. Kadang yang manis, bisa juga menyakitkan. Hubungan yang awalnya terasa manis, kadang bisa berakhir sangat pahit. "Katanya karma selalu datang dan menghanyutkan semua rasa bahagia menjadi d...