"Memangnya apa yang salah? Aku nyaman, dia nyaman. Aku kosong, dia kosong. Apa salahnya dengan itu?"
***
"Loh? Lo bawa gue ke mana?" tanya Jiyya saat menyadari motor yang ia tumpangi sedari tadi berhenti di tepi sebuah jembatan.
Ragi hanya diam. Sudah beberapa kali dia membawa Jiyya untuk jalan bersamanya. Hari ini, entah keberapa kalinya dia seharian bersama Jiyya.
"Woi! Ini tembok apa orang, kok di ajak ngomong gak jawab," Jiyya mulai emosi.
"Lo diem aja, kalau gak gue tinggal lo di hutan."
"Haaa? Awas lo macam-macam, gue bisa silat. Mampus lo!"
Ragi seperti memikirkan sesuatu. Dia memainkan kedua tangannya, lalu beberapa saat menatap ke arah Jiyya. Dia juga terlihat beberapa kali membuka mulut, namun kembali ditutup.
"Eh, ini mau ngapain si, Awas aja lo! Jangan salahin kalau gue nanti lempar lo ke bawah sono!" kesal Jiyya karena keheningan yang diciptakan Ragi.
"Lo kok ngoceh mulu si, Jiy?" Ragi mendekap mulut Jiyya.
Tanpa disadari, dua pasang mata bertemu. Seperti drama-drama Korea, yang nantinya akan berujung dengan scene kiss. Lalu si cewek tiba-tiba sadar dan nampar cowok karena menciumnya sembarangan.
"Argh! Woii ... lo manusia atau vampir, sih?" teriak Ragi tiba-tiba karena Jiyya mengigit tangannya. "Dasar manusia bar-bar."
"Lagian ... lo ngapain nutup mulut gue segala? Lo tahu, 'kan? Kalau gue ga bisa berenti ngomong sebelum gue dapat jawaban. Makanya lo harus jawab pertanyaan gue dulu." Jiyya tak mau kalah, dia berusaha membela diri.
"Yaudah, jadi gini ..."
"Apa? Lo mau kasih gue duit? Boleh! Banget malah, kebetulan gue belum bayar uang kosan." Tangan Jiyya tertampung ke depan Ragi.
"Bukan! Lo kenapa, sih? Biarin gue ngomong dulu, kek ... ga sabaran amat! Gimana lo mau dapat cowok sabar kalau kek burung pipit?"
"Hah? Apa? Apa salahnya burung si Pipit? Itu lucu tauk." Semringah Jiyya.
"Receh."
Hening. Jiyya tertawa dengan leluconnya sendiri, sementara Ragi terdiam, dia masih memikirkan kata-kata yang pas untuk ia ucapkan.
"Oke, jadi lo mau ngomong apa?" tanya Jiyya akhirnya. Dari nada suaranya, terdengar jikalau dia sudah mulai serius.
"Yah, gue gak mau basa-basi kayak drama Indonesia. Apalagi yang pake efek zoom in, atau zoom out. Atau sound efek deg-degan waktu gue mau ngomong, tapi--"
"Itu lo basa-basi!"
"Biarin gue ngomong dulu napa?" bantah Ragi cepat, tak suka perkataannya dipotong.
"Oke, lanjut, Kakanda."
"Jijik gua denger lo ngomong. Tapi, gue terlanjur sayang."
Mendengar perkataan terakhir membuat Jiyya segera berbalik arah. Dia menatap wajah Ragi dengan serius. "Hah?" Satu kata dengan nada bertanya terlontar dari mulutnya.
***
Satu panggilan di teleponnya membuat Jiyya buru-buru membuka handphonenya. Panggilan dari Ragi, cowok yang beberapa waktu itu selalu berada di sisinya.
Wajah Jiyya berubah masam, dalam hati dia begitu mengutuk kelakuan cowok ini yang seenak jidatnya. Dalam hal lain, dia sudah merasa nyaman bersama Ragi. Jadi, yang mana harus dia ikuti?
KAMU SEDANG MEMBACA
No Sweet Candy [END]
Romance[TAHAP REVISI] 🌸 Tak semua yang manis, berakhir manis pula. Kadang yang manis, bisa juga menyakitkan. Hubungan yang awalnya terasa manis, kadang bisa berakhir sangat pahit. "Katanya karma selalu datang dan menghanyutkan semua rasa bahagia menjadi d...