"Gimana aku bisa percaya? Jika selama ini kulihat kau hanya berdusta?"
***
Jiyya membatu di tempat. Merasakan sakit kembali menghantui tubuhnya. Tamparan, cacian, makian, sampai perlakuan kasar kembali membayang di wajahnya saat Ragi mendapati Daffa kembali menelponnya.
"Kenapa dia telpon lo?" tanya Ragi dingin.
Cewek itu tergagap, dia segera mengambil HP-nya namun dihalangi oleh Ragi.
"Jawab!" bentak Ragi mulai emosi.
Tiba-tiba saja, aura hangat Ragi yang tadi dia rasakan menghilang begitu saja. Tak sampai di situ, tatapan tajam membunuh dari Ragi membuat Jiyya semakin ketakutan.
"Dia bantu gue, karena gue hari ini gak datang ke kampus, dan ..."
"Harus cowok?" potong Ragi membuat Jiyya membisu.
"Ya ... gue cuman deket sama dia."
"Deket?"
"Bu--bukan deket gitu ... tapi, sebagai temen yang bantuin gue buat bikin tugas."
"Harus telpon?"
"Ragi! Kenapa sih lo ga bisa percaya gue sekali aja?!" balas Jiyya malah membentak.
"Jangan alihin topik yang lagi kita bicarakan! Jawab aja pertanyaan gue!" Ragi tak mau kalah, dia malah mendekat ke arah Jiyya yang semakin berjalan mundur.
"Beneraan ... dia cuman bantu gue buat ngerjain tugas, Ra .... Gak lebih!" Jiyya terus membela diri, agar kejadian yang sama tak terulang kembali.
Ragi malah diam, dia menatap handphone Jiyya dan mengetik sebuah nama di sana.
Bunyi deringan membuat Jiyya merasa takut. Dia sudah merasakan apa yang Ragi lakukan dan untuk apa, yang jelas sekarang dia dalam keadaan bahaya.
"Jiyya! Akhirnya lo nelpon balik ... jawab gue Jiy ... lo kenapa sebenernya? Lo ada masalah?"
Tut ... tut ... tut ....
Tubuh Jiyya membeku. Apalagi saat melihat tatapan Ragi yang semakin dingin dan begitu menusuk. Tangan Jiyya malah bergetar, dan semakin mundur beberapa langkah.
"Sejak kapan lo telponan sama dia?" Napas Ragi terdengar berat, lagi dan lagi tatapan seram itu menghujam Jiyya.
"Gue gak deket sama dia. Dia yang deketin gue!" bantak Jiyya merasa aura di sekitarnya tidak aman.
Plak!
Sekali lagi tamparan, sebelum Ragi keluar dan menutup pintu kos Jiyya kasar. Sementara itu Jiyya terduduk, memegangi pipinya yang terasa begitu panas.
Baru saja dia kembali merasakan pelukan hangat Ragi, kini dia kembali merasakan tamparan itu. Satu hal yang membuat dia kembali mengingat kenangan pahit yang terjadi selama satu minggu ini.
Namun, setiap kali Ragi kembali bersikap manis. Rasa dendam dan sakit hati itu menghilanh begitu saja. Dia tak bisa marah sama sekali, dia hanya bisa menangis dan meratapi rasa sakit di sekujur tubuhnya. Semuanya benar-benar jauh dari dugaannya, dan jujur dia tak pernah menginginkan hal ini akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Sweet Candy [END]
Romance[TAHAP REVISI] 🌸 Tak semua yang manis, berakhir manis pula. Kadang yang manis, bisa juga menyakitkan. Hubungan yang awalnya terasa manis, kadang bisa berakhir sangat pahit. "Katanya karma selalu datang dan menghanyutkan semua rasa bahagia menjadi d...