Five - [Lie]

61 25 70
                                    

'Semoga kalian bahagia di atas lukaku.'

Kiki memperhatikan Jiyya yang ketawa-ketawa sendiri di depan laptop. Kayaknya dia lagi chatting sama seseorang.

"Lo chat sama siapa, Ji?"

"Temen," ujar Jiyya singkat lalu dia melanjutkan tertawa sendiri.

Kiki merasa terkacangin. Kalau bukan Wi-Fi di kos Jiyya secepat badai, mager rasanya malam-malam ke sini. Mumpung di kos Jiyya, Kiki bebas streaming film Korea kesukaannya. Beberapa ia download buat stok rebahan di kos. Sesekali dia bales chat dari Ragi. Entah kenapa akhir-akhir ini Ragi slow respon. Biasanya cepet banget balasnya. Samapi VC sama telfon. Walau gak ngomong apa-apa. Sekarang walau on, tapi boro-boro VC sama telfon. Chat saja lama untuk balas.

"Ji gue mau cerita," seru Kiki.

"Apa, Ki?"

"Soal orang tua, gue kayaknya dalam waktu deket disuruh pulang," lanjut Kiki.

"Hmm ... mungkin orang tua lo kangen sama lo. Jadi lo di suruh pulang," jawab Jiyya.

Jiyya sama sekali tidak fokus di ajak curhat. Jiyya malah ketawa-ketiwi terus. Kiki menghela nafas panjang. Ia memiringkan tubuhnya. Lalu berusaha fokus terhadap drakor yang sedang dia lihat.

"Permisi Go food!" Suara itu terdengar dari luar kamar.

"Aaa … makannya udah datang," sorak Jiyya.

Jiyya mengambil uang yang udah disiapkan. Wajahnya kelihatan senang banget. Jarang-jarang anak kos mesen Go food kalo gak dapat voucher. Apalagi Kiki mau di ajak patungan. Makin seneng. Soalnya mager malem-malem keluar cari makan. Mending Go food. Tapi kadang lebih mahal dari pada samperin warungnya. Setelah dapat uangnya, Jiyya langsung berlari kecil ke pintu. Kiki cuma geleng-geleng kepala. Memang temannya satu ini antusias banget kalau sama makanan.

Saat Kiki berdiri, dia gak sengaja baca laptop Jiyya yang masih ada di laman Chatting. Mata melebar saat ia tahu siapa orang yang di chat Jiyya sampai dia ketawa-ketawa sendiri. Semenjak Jiyya putus sama pacarnya, dia tak pernah tertawa seperti itu.

Seperti ada pistol yang menembus hati Kiki. Walau sesaat, tapi rasanya sakit. Mata Kiki berbinar. Ia menggigit sedikit bagian bibirnya. Tangannya mengepal erat.

Mendengar langkah kaki Jiyya, Kiki berpura-pura sedang fokus dengan HP-nya. Wajah Jiyya yang tadi bahagia setelah dapat makanan, berubah heras saat melihat mata Kiki yang seperti orang mau nangis.

"Lo kenapa, Ki?"

"Aaa … ini filmnya sedih, gue jadi mau nangis," jawab Kiki. Kiki mengucek matanya.

"Lo, mah, sama film suka baper. Ni makannya,"  ujar Jiyya sambil mengangkat dua kantong plastik berisi kotak makanan.

Kiki tersenyum simpul. Namun hatinya sebenarnya terasa sakit.

Kiki berbaring di kasurnya. Dia masih memikirkan tadi.

"Jadi selama ini Ragi chatting sama Jiyya."

Kiki menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Sebelum Kiki pulang, dia membaca chattan itu dari atas. Kebutulan pas itu Jiyya lagi ke kamar mandi buat buang air besar. Dan setiap Jiyya buang air besar itu pasti lama banget.

Kiki gak nyangka dua orang yang ia percaya lakuin ini ke dia. Selama ini mereka sering chatting, telfonan, VC, bahkan jalan bareng. Semua pertanyaan Kiki kenapa tiba-tiba Ragi berubah terjawab. Dan kenapa Jiyya sering pergi tanpa memberi tahu Kiki juga terjawab. Kiki mengabaikan memang, karena Kiki pikir mereka punya urusan masing-masing yang mungkin gak mau di ganggu. Tapi dia gak nyangka seperti ini.

No Sweet Candy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang