Fifteen - [Am in Problem]

34 14 54
                                    

"Jika kau menyentuhnya. Jangan harap kau bisa terus menyentuh dunia!"

***

Bugh!

Satu pukulan menghantam wajah Daffa. Cowok itu tersungkur ke lantai. Banyak mahasiswa yang mulai mendekat dan menyaksikan kejadian itu.

"Jangan pernah lo ganggu Jiyya lagi!" kecam Ragi penuh penekanan.

Dia menarik tangan Jiyya kasar. Membawa Jiyya agar menjauh dari keramaian, dan membiarkan Daffa yang masih saja terduduk memeganggi bibirnya yang terasa sedikit sakit.

"Daffa lo aman?" tanya salah seorang temannya yang melihat kejadian itu.

"Heran gue, lo kenapa bisa berurusan sama si Ragi, sih? Cari masalah apa lo sama dia? Lo mau ngerebut Jiyya dari dia?" serbu temannya yang merasa tak suka dengan kelakuan Ragi pada Daffa.

"Enggak. Gue gak pa-pa."

Daffa meninggalkan temannya. Mengambil tasnya yang tadi sempat terjatuh. Dia berlari mengejar Ragi dan Jiyya yang sudah berjalan jauh di depan. Entah apa hang dipikirkan cowok itu sekarang.

Dia menaiki motornya, mengikuti motor Ragi yang sudah terlebih dahulu membelah jalan. Dia tahu jikalau kelasnya masih ada, namun entah kenapa hati kecilnya merasa hal ini jauh lebih penting.

Seperti biasa, Ragi berhenti di tempat kos. Dia turun, begitu juga dengan Jiyya. Cewek itu diam seribu bahasa, tidak ingin memulai obrolan karena rasa takut terlalu menghantuinya.

"Masuk!" perintah Ragi saat sudah berada di depan pintu kos Jiyya.

Jiyya mengangguk. Dia berjalan masuk tanpa berani menatap wajah Ragi. Dia terlalu takut untuk berhadapan dengan amarah, dan tangan itu.

"Lo tunggu di sini. Gue mau ke luar. Awas aja kalau lo sampai ketemu sama si Daffa brengsek itu lagi!"

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Jiyya. Dia masih terdiam, mengabaikan Ragi yang bahkan saat ini sudah hilang dari depan matanya.

Tanpa disadari, air matanya mengalir. Dia berusaha secepatnya menghapus itu dan mengunci pintu kosnya. Dia akan kembali berada di dalam sini seharian.

Sebelum pintu tertutup, seseorang menahannya. Mata Jiyya membulat sempurna saat melihat sosok Daffa berdiri di hadapannya dengan napas ngos-ngosan. Dia tak percaya jika Daffa berani membuntutinya sampai ke kamar kosnya sendiri.

"Mau apa lo?" tanya Jiyya panik.

"Bilang sama gue, Jiy! Cerita sama gue!" ujar Daffa langsung saja pada poin pertanyannya.

"Gue gak kenapa-napa, Daffa. Lo gak usah sok ngurusin hidup gue! Hidup lo udah keurus belum?" bentak Jiyya berusaha menahan tangis.

"Gak usah ngelak. Gue tadi liat lo nangis abis ketemu sama Ragi. Gue yakin lo sama dia gak baik-baik aja."

"Gak baik-baik aja gimana maksud, lo? Kita itu pacaran! Gue sayang dia dan dia sayang gue. Apa yang gak baik-baik aja? Gue bahagia sama dia!"

Daffa terdiam, dia menatap dalam mata Jiyya yang mulai berair. "Mata lo gak bisa bohon, Jiy."

"Udah! Lo gak usah ngurusin hidup gue! Pergi!"

No Sweet Candy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang