"Pada zamannya, penemuan ini benar-benar luar biasa dan membuat seluruh dunia geger dan kaget. Nah, kalian bisa cari tahu apa saja penemuannya dan bagaimana cara pengembangannya sampai sekarang ini. Itu sebuah ilmu yang tidak bisa kalian pelajari hanya dari saya, kalian butuh banyak inspirasi sampai semuanya bisa kalian kupas sendiri."
Dosen itu menutup bukunya, memperbaiki kacamatanya dan kemudian melirik ke semua mahasiswa yang ada di hadapannya. Tidak banyak, hanya ada 23 mahasiswa dengan ekspresi yang tegang dan canggung.
Beliau menutup kelas dengan salam dan kemudian berlalu keluar kelas. Mahasiswa baru, belum bisa terlalu diajak bercanda dan bergulana.
"Gila! Gue gak bisa napas kalau bapak itu di dalam kelas!" Salah seorang mahasiswa berteriak setelah memastikan dosen muda itu sudah jauh dari kelas.
Seorang gadis dengan rambut sebahu yang diberi warna coklat hanya tersenyum tipis. "Kalau lo gak bisa napas, udah dua jam, nih, lo ga mati?" tanyanya terkekeh.
"Ya ... bukan gitu juga maksud gue, Jiyya. Itu cuman istilahnya, elah." Cowok itu menatap malas dan segera mengambil tasnya. "Gue cabut!"
Satu jempol dari Jiyya membuat cowok itu berangkat bersama beberapa temannya.
Kelas sudah berakhir, dan semuanya mulai berkemas dan keluar dari kelas. Tak terkecuali Jiyya, dia juga ikut memasukkan beberapa barangnya ke dalam tas. Kemudian keluar kelas, mencari seseorang yang biasanya memang selalu dia tunggu.Aku tahu dia selalu di kantin. Jiyya membatin dan kakinya terus saja bergerak menuju tempat yang biasanya dia pergi setelah selesai kelas.
Hanya butuh beberapa saat, dia sampai di depan pintu kantin kampusnya. Dia bisa melihat di antara puluhan anak di dalam sana, seorang gadis dengan rambut dikucir kuda dan memandang ke luar jendela. Dia bisa tahu, tanpa harus memastikan dengan sapaan.
"Kiki!" himbaunya saat sudah berada di belakang Kiki.
Kiki menoleh ke belakang seraya berkata, "Udah kesekian kali lo kagetin gue, dan sekarang udah gak mempan." Kiki memutar bola matanya malas.
"Masa, sih?" tanya Jiyya sembari menyeruput minuman yang ada di depan Kiki.
"Jiyya ... kayak biasa, ya, lo seenaknya minum minuman orang, untung emang punya gue. Coba kalau punya orang lain?" tanya Kiki agak menakuti.
Jiyya menggeleng cepat sambil meneguk minuman itu. "Kalau itu bukan punya lo mana mungkin gue minum, Ki ...."
"Lo mana tau kalau itu punya gue atau punya orang."
"Ya, lo kan juga orang."
"Dah ... males gue debat ama lo. Ga bakalan menang." Kiki pasrah, dia kembali meminum jus yang ada di hadapannya.
Jiyya duduk, kemudian menatap menu yang ada di hadapannya. Sepertinya ingin memesan sebuah makanan atau mungkin minuman. Dia sudah terlihat memilih, dan akan memanggil ibu kantinnya.
"Eh? Lo mau pesan?" tanya Kiki tiba-tiba saat Jiyya ingin mengangkat tangannya.
Anggukan singkat dari Jiyya membuat Kiki menyergah cepat. "Gak usah, ya. Kita mau makan di luar."
"Lah, kenapa? Gue laper ... tadi pagi ga sempat masak di kost, dan gak sempat makan sampai siang ini," keluh Jiyya.
Kiki segera berdiri. "Gue mau ke cafe, lo mau ikut? Makan di sana aja entar."
"Mau! Lo yang traktir?" Mata Jiyya langsung saja berbinar.
Kiki hanya mengangguk singkat dan dengan cepat Jiyya memeluknya. "Lo emang sahabat terbaik gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
No Sweet Candy [END]
Romance[TAHAP REVISI] 🌸 Tak semua yang manis, berakhir manis pula. Kadang yang manis, bisa juga menyakitkan. Hubungan yang awalnya terasa manis, kadang bisa berakhir sangat pahit. "Katanya karma selalu datang dan menghanyutkan semua rasa bahagia menjadi d...