*semua yang tertulis disini hanyalah imajinasi. Nama tokoh, nama perusahaan yang terlibat adalah fiktif kecuali lokasi tempat, komunitas, institusi (universitas), developer dan pemilik gedung, mohon maaf atas penggunaan lokasi dan nama -mohon info jika tidak berkenan*
Setelah berpacaran dengan Ka Nara yang cukup singkat sekitar 6 bulan, kami berdua memutuskan untuk menyudahi hubungan ini dengan baik-baik karena ka Nara yang diterima di universitas teknik di Bandung dan gue yang harus mempersiapkan segala keribetan kelas 3 ini. Dan sepertinya tidak memungkin untuk tetap menjalani LDR.
Sedih? Banget. Lagi dipuncak sayang-sayangnya terus ditinggal. Disatu sisi gue merasa ka Nara sih yang mutusin gue, tapi ternyata Ka Nara bilang ke orang-orang kalau tidak ada yang mutusin cuman memberikan peluang kepada masing-masing untuk mengejar cita-cita dan fokus dulu dalam belajar. Cliche, right? and diplomatic. Politisi aja kaget kali denger omongan ini dari seorang siswa baru lulus SMA, ha.
Emosi, maklumlah remaja dan putus karena alasan belajar mau UN lah SNMPTN lah LDR lah alah basi, semenjak itu jujur jadi sebel dengan yang namanya Nara. Walaupun awalnya pas putus masih baik-baik aja dan ngerasa kayak belum putus karena masih kontak-kontakan tapi lama kelamaan jadi malah sering berantem dan tentunya yang mancing ya saya.
"Oiya lupa aku kan bukan siapa-siapa kamu lagi ya, yaudah terserah kamu aja."
Tentunya Ka Nara yang juga walaupun amat penyabar tersulut dengan api yang gue jentikan. Akhirnya kita menjauh aja karena gue yang juga harus persiapan pindah ke college di US sebelum ambil undergraduate degree disana dan ka Nara yang kuliah di Bandung.
Iya, jadi jaraknya itu bukan Bandung - Jakarta tapi Bandung - US. Dan ngerti sih kenapa Ka Nara juga memberikan saran untuk break dulu, katanya. Tapi untuk remaja yang belum genap 17 itu kayak alasan cliche dengan segala teknologi yang ada LDR tuh ya seharusnya bisa-bisa ajakan?
Or that just what I thought.
Short story, we broke up. Dimas and Maya still going strong until Maya decided to broke up with him in his 3rd year of Uni.
Kurang mau tau alasannya kenapa sih, berusaha untuk ga kepo karena agak trauma takut jadi burung merpati lagi dan kena damprat dari keduanya. Dan sepertinya mereka juga tidak berkomentar lebih jauh jika ditanyakan alasan putusnya.
Maya melanjutkan kuliah di Bandung satu kampus dengan Ka Nara, beda jurusan. Sedangkan Dimas sendiri melanjutkan di Nanyang Technological University (NTU).
Dan gue, melanjutkan sekolah di West Coast US, yes Seattle, University of Washington. Selama kuliah aktif cuman di komunitas pelajar Indonesia - Amerika, Permias. Temenannya pun juga banyakan orang-orang Indo juga.
Kenapa di US? karena saat itu pekerjaan Ayah yang membuat kami sekeluarga harus pindah ke US, kecuali kakak yang udah terlanjur kuliah di UCL, University College London. Sebetulnya ini gak dadakan. I already know about it for years tapi emang belum ada SK-nya aja. *SK = Surat Keputusan*
10 tahun di US, kuliah dan kerja for almost four year and half sebelum balik ke Indonesia for good, well that's my hope.
Sekarang, gue kerja di multinasional headhunter yang berlokasi di salah satu gedung di wilayah SCBD, Turner Paper, yang basednya sendiri di UK.
Pindah ke Jakarta sebetulnya karena permintaan klien yang mengharuskan untuk membantu team di Indonesia karena perusahaannya akan ekspansi ke Indonesia. Karena gue hanyalah anak bawang goreng dan diminta pindah pulang kampung, tentunya gue sambut gayung yang bergoyang itu apalagi mereka menjanjikan benefitnya akan tetap sama dengan di US, aka menggunakan rate dollar. Tentu saja tambah semangat.
Sudah seminggu di Jakarta, merasakan kemacetan dan hiruk pikuknya. Namun ada yang beda dengan wilayah SCBD. Di SCBD ini sendiri beda dengan wilayah lainnya, macetnya lebih terkontrol, biasanya macet pun karena jam kantor atau lampu merah penyebrangan jalan. Kalaupun macet parah biasanya karena ada fire drill jadi jalanannya di persempit atau ada jalan yang ditutup. Intinya benar-benar beda gak kayak jalanan sudirman atau tendean yang membuat angkat tangan.
Pohon-pohon juga masih banyak dan membuat makin rindang, trotoarnya juga cukup besar, enak untuk pejalan kaki. Karena itu sekarang gue lagi jogging di areal scbd dan akan mandi nanti di tempat gym. Karena suntuk aja kalau harus jogging di treadmill lebih enak kalau lari di jalan sambil menikmati udara pagi, sepinya jalan, aroma bubur ayam dan bakwan goreng.
"Sheil? Sheilaa, Sheila Ananda?" Ku dengar teriakan samar-samar dari belakang saat lagi lari di areal crumble crew.
Saat menoleh siapa sangka kalau Sheila akan melihat dia lagi. Benar, Alianandra Pratama yang sudah berubah menjadi laki-laki dewasa. Ka Nara terlihat berbeda dengan yang diingat dulu. Sekarang Nara yang sudah tinggi itu menjadi lebih menarik 2 kali lipat dengan keringat di muka dan dadanya.
Nara menggunakan baju putih berlambang under armour dan celana pendek nike yang memperlihatkan otot badan dan kakinya, rambutnya terlihat panjang daripada saat masih bersekolah tapi tetap rapih. Dan anehnya wangi. Wangi familiar Nara masih tercium seperti dulu dengan campuran musk Jo Malone, (kayaknya sih ya Jo Malone, kalau ternyata bukan ya maaf aja). Baunya Nara tuh hangat seperti merasa di rumah
Tiba-tiba Nara sudah berhenti di depan gue sambil mengatur nafas, dan akupun hanya terdiam kaget sampai akhirnya ada suara wanita di belakang Nara yang memangilnya "Woy cepet banget sih larinya." dan suara itulah yang menyadarkan gue dari shock yang gue terima melihat Nara lari di SCBD.
"Maya? Oh my god, is that you May? How are you?"
"HA? Sheila?? beneran Sheila?? lah lo udah balik?" Tanya Maya terkaget-kaget. Masih ingat kan Maya pacarnya Dimas.
Setelah cipika cipiki dengan Maya dan sedikit mengabaikan Nara. Gue kembali ke mode professional untuk memberi salam ke Nara. I mean its almost 10 years. Of course I already move on.
"Hey Ka, apakabar yaampun kaget liat kalian berdua disini." Jawab gue sambil memberikan tangan untuk berjabat dengan Nara.
Nara terlihat ragu dan hanya memandangi tangan gue itu. Hingga akhirnya dia tersadar setelah sepersekian detik dan menjabat tangan kembali.
this is awkward.
"eh Sheil, kok lo gak ngabarin kalo balik ke Indo? ini for good?" tanya Maya
"hem yang pasti sih dua tahun kedepan gue akan di Indo. Btw, kantor kalian di areal sini?"
"Iya, tuh di gedung yang baru jadi itu." Jawab Maya ringan
"Ah, sekantor sama citibank, fwd ya? Jadi kalian di kerja di mana?"
"Gue di consultant property kalau Maya market place yang warnanya orange, kalo lo dimana?" Jawab Nara berhati-hati sambil tersenyum tipis.
"di One Pasific. Kalo gitu, gue duluan ya mau langsung balik sama mandi, bye." Jawab gue seraya mau kabur lari langsung meninggal mereka berdua.
"Sheil, mau sarapan bareng ga nanti?" kali ini Maya yang tanya pas gue lagi ancang-ancang mau lari.
Gue melirik ke arah Nara yang terlihat datar eskpresinya tapi kakinya menyatakan lain. Nara was tapping and shake his foot yang mendandakan bahwa dia merasa ini awkward dan mau flight from this scene.
I take the note as he do not want me to join.
"Gak deh, lain kali thanks ya."
***
Itu adalah hari pertama gue ketemu lagi dengan teman lama gue termasuk sang mantan. Siapa yang menyangka pertemuan pagi hari di jalanan SCBD bisa menjadi perjalanan baru gue nantinya
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
RomanceEccedentesiast is derived from Latin ecce, 'I present to you,' dentes, 'teeth,' and -iast, 'performer.' An eccedentesiast is therefore someone who "performs by showing teeth," or smiling. *** Are you sure that men and women can only be friend withou...