Setelah percakapan dengan Dimas, gue jadi tersadar kalau mungkin gue selalu menerima dan tidak pernah memberi. Gue menerima kebaikan dari Bagas dan Nara. Gue mengesampingkan perasaan mereka. Gue sadar bahwa gue mengelabui diri gue sendiri. Kali ini gue akan berubah, gue akan melihat kemana hati gue menuntun, apakah ke Bagas atau Nara. Itu pun juga kalau mereka masih suka sama gue sih.
"Tuhkan bener putus mereka." Terdengar suara Friska yang membuyarkan pikiran gue. Saat ini, gue, Dhani dan Friska lagi mengerjakan report staffing untuk REBC.
"Siapa yang putus, Fris?" tanya Dhani dari yang berhenti dari kegiatannya dan melihat kea rah Friska yang sedang asik bermain dengan smartphone-nya.
"Temen gue nih, mereka kenal pas sama-sama belajar di UK terus sekarang putus pas udah balik ke Indo."
"Oh, mereka kena student abroad cursed ya." Kata Dhani kembali.
"Hah? Cursed apaan, Dhan?" gue balik tanya karena tidak mengerti yang dimaksud Dhani.
"lah, lo gatau? Jadi biasanya mereka yang ketemu pacarnya di sana pas lagi sama-sama kuliah pas balik lagi ke Indo gak lama putus. Itu sih udah kayak mitos dari jaman gue dulu kuliah kali." Jawab Dhani
"Baru pertama kali denger sih gue." Jawab gue.
"Iya, gue juga sering denger dan lihat sendiri teman-teman gue yang putus sih." Timpal Friska.
"eh udah kali gosipnya, mana laporan lo untuk staffing Senior Manager Markets transactions?" tanya gue ke Dhani.
"Bentar-bentar, nih gue rapiin dikit lagi."
Sambil menunggu laporan dari Dhani, pikiran gue pun kembali melayang ke Bagas. Apa Bagas sengaja ga nyataiin perasaannya selama ini ke gue karena dia percaya sama mitos itu ya?
tapi kan, I stayed in the US for good, I have my green visa as well.
Terus Nara sendiri gue juga bingung. Dia ini cuman flirting sana sini doang ke gue atau sekadar "trap in the memories." Mikirin Nara jadi teringat kalau hari ini dia akan sign contract dengan REBC.
Akhirnya Nara akan pindah ke REBC setelah berkali-kali gue yakinkan. Walaupun Nara terkena pinalti dari perusahaan sebelumnya, REBC bersedia membayar pinalti tersebut. Karena Nara pindah ke competitor maka Nara langsung dieksekusi saat ia bilang kepada management perusahaan lamanya demi menjaga kode etik dan kerahasiaan bisnis perusahaan.
Hari ini gue pun udah ada rencana makan siang bareng dengan Nara. Kali ini gue yang ajak duluan dan traktir dia.
***
"Udah lama nunggu, La?" gue yang lagi asik memainkan smartphone langsung melihat ke arah asalnya suara. Nara datang dengan menggunakan kemeja hitam dan rambut rapih di pomade.
Gue menggelengkan kepala "Duduk, Nar, mau pesan apa?"
"Gue Noodles with Dan Dan Sauce aja."
"Xiao long Bao mau juga gak? Buat barengan?" tanya gue dan Nara menganguk setuju. Setelah memesan beberapa makanan lainnya untuk di share, gue dan Nara pun terdiam tidak mengobrol atau berusaha memecahkan kesunyian.
"La, gue tau kita baru ketemu lagi tapi boleh gak kalau gue ajak lo serius?"
"Maksudnya, Nar?"
"Gue mau kita serius berhubungan lagi, gue mau kita balikan."
Gue pun tidak dapat menjawab apa-apa. Seharusnya gue udah tau cepat atau lambat Nara akan membicarakan ini.
"santai aja kok La, gausah dijawab buru-buru. Gue cuman mau memperjelas aja hubungan kita." Kata Nara kembali. Mungkin Nara ngomong gitu karena melihat ekspresi muka gue yang kebingungan, shock dan lainnya.
"sorry ya Nar, gue akan kasih tau lo secepatnya kok."
"nah, chill."
Dan makanan pun datang, saat gue menyantap xiao long bao tiba-tiba kuah panas dari xiao long bao mengenai lidah gue. Gue pun meringis kesakitan karena panas. Saat gue melihat Nara dia hanya tertawa sambil memberikan tissue. Gue pun mau gak mau jadi teringat Bagas yang mendinginkan makanan untuk gue.
Damn, gue lagi sama cowok lain dan teringat Bagas. Ew! Sheila, what happen with you?
Setelah makan dengan Nara pun gue hanya mengingat kejadian hari itu dengan Bagas. Sudah lama gue dan Bagas tidak berhubungan, gue sendiri gatau apakah dia udah balik ke US atau masih di Jakarta. Gue pun hanya menghela nafas.
"Kenapa La? Kok lesu gitu?" kata Nara dengan nada khawatir.
Gue lupa kalau gue masih sama Nara keliling-keliling Mall untuk menurunkan makanan.
"enggak kenapa-kenapa kok." Jawab gue sambil melihat Nara yang mengerutkan keningnya. Gue yakin Nara tidak percaya dengan 'gak kenapa-kenapa'-nya gue. Tapi, I don't really care with his thought. I just feel empty. The though about Bagas is making me empty. I need to find closure about what I felt. I need to confront him. I need him.
Semoga tidak terlambat.
***
Sayangnya apa yang gue takutkan menjadi kenyataan. Bagas sudah balik ke US kata Dimas. Sedangkan gue disini tidak bisa kemana-mana, seandainya ini adalah drama gue pasti langsung beli tiket balik ke US. Tapi ini adalah realita. Kerjaan yang menumpuk dan pastinya tidak diberikan cuti.
Video call aja apa? Tapi malu. Lah gue ke US juga ngapain malu. Duh. Kenapa coba gue malu? Biasanya malu-maluin.
Whatever, I'm going to call him.
Dan tidak diangkat.
Ya ampun berdosa banget aku ini sepertinya cuman mau nelfon aja tidak bisa. Berusaha tidak memikirkan hal itu gue pun kembali ke kantor setelah membeli kopi sore.
Jam 9 malam, smartphone gue berdendang di saat gue sedang asik menonton drama di laptop. Saat gue lihat siapa yang malam-malam begini menelfon.
Yes. The majesty, Bagaskoro calling. Seharusnya langsung gue angkat kan? Karena gue yang hubungin dia duluan. Tapi gak. Gue kecentilan dulu panik, mondar mandir sampai akhirnya gue menenangkan diri gue dengan mengatur nafas.
"Hallo?"
"Sheila? Sorry tadi masih tidur. Kenapa kamu telfon?" satu kebodohan gue adalah gue lupa dengan istilah perbedaan waktu.
"Bagas. Hi, how are you?" gue jawab dengan ragu-ragu. Terdiam. Hening. Sampai akhirnya Bagas tertawa-tawa.
"Seriously? What's wrong with you? You ok?"
"Ih ditanyaiin apa kabarnya kok malah nanya balik sih Gas?"
"I'm good, how are you Sheila?"
"kok ga bilang sih kalau udah balik?"
"udah bilang kan gue kemarin, kalau mau balik ke US kamu lupa ya?"
"Aduh, maksudnya tuh tanggal berangkatnya Bagaskoro, kan biar bisa gue anterin."
"Yaudahlah, ngapain juga nganterin. Jadi lo nelfon gue cuman untuk ini doang?"
"hm...enggak sih eh iyasih." Dan terdengar suara bagas di ujung sana. Yaampun what am I doing? Duh bodoh banget deh rasanya.
"Sheila, gue bakal balik lagi kok ke Indo. Nanti ketemuan ya?" Jawab dia.
Gue pun mengangguk dengan semangat sambil tersenyum. Baru sadar kalau Bagas ga ngeliat gue pun menjawab "ok, see you."
"see you, good night, Sheil."
"Good night, Bagas."
***
Catatan Penulis:
WEYY WEYY SEDIKIT LAGI TAMAT mungkin satu chapter or 2 chapter lagi. Tapi aku senang bisa punya cerita berbahasa indonesia, series, lumayan panjang (menurut gue) dan tamat! Disini udah makin ketawan lah yah pilihannya siapa. Jadi udah bisa dibilang tamat juga sihhh hehehehheeee. Aku senang, semoga yang membaca juga senang, walaupun sadar banget masih banyak kekurangan dalam menulis. Tata bahasanya, timeline, dsbnya. Tapi, terimakasihhh!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
RomansaEccedentesiast is derived from Latin ecce, 'I present to you,' dentes, 'teeth,' and -iast, 'performer.' An eccedentesiast is therefore someone who "performs by showing teeth," or smiling. *** Are you sure that men and women can only be friend withou...