Flashback : Bagas

47 4 23
                                    

Hari ini gue sengaja ga bawa mobil karena semalem Bagas bilang ada ketemuan sama orang di areal Sudirman dan setelahnya mau ke rumah Dimas terus ngajak balik bareng aja toh gue sama Dimas satu komplek.

Btw sebelumnya gue belum pernah jelasin kayaknya kenapa Maya manggil Adimas dan gue manggil Dimas. Alasannya sih sepele karena dulu masih kecil gabisa manggil Adimas bisanya Imas, jadilah kebiasan manggilnya Dimas (?).

Sebelum balik pulang, Bagas ngajak makan dulu buat ganjel perut karena pasti kena macet di jalan. Jadilah kita mengganjal dengan dimsum di Din Tai Fung, setelah pesanan kita tiba Wonton Soup dan Xiao Long Bao.

Gue yang udah nahan lapar karena tadi makan sandwich doang langsung lah gue buru-buru ambil wonton-nya

"Aah, panas." Yaiyalah panas, baru disajiin langsung gue comot tuh makanan masuk ke dalam mulut. Melepuh dah melepuh nih lidah.

"Hahaha, santai aja kali Sheil makannya. Nih makan nih." Kata Bagas sambil memberikan mangkungnya berisi wonton soup yang sudah dia dinginkan.

"Thank you." Balas gue sambil menyuap wonton yang sudah hangat berkat Bagas yang mendinginkannya.

"Nih coba xialong bao-nya juga enak, pelan-pelan masih panas." Kata Bagas lagi dengan nada mengejek.

Setelah kenyang kita pun melanjutkan pulang kerumah. Tapi emang nasibnya bagus yah ternyata diluar udah hujan dan Bagas markir mobil di gedung sebelah. Karena tadi ketemu orangnya di gedung sebelah dan alasannya sih males kalau harus cari parkir lagi.

Gue rasa sih dia males ke charge 6.000 lagi sih, emang biasanya orang berduit lebih pelit.

"Bentar deh gue beli payung dulu, lo disini aja." Kata Bagas

"Eh enggaklah, gue ikutan aja kedalem."

Setelah membeli payung yang harganya malah lebih mahal dari pada bayar parkir tambahan 6.000, gue dan Bagas bergegas meninggalkan ke gedung sebelah dengan satu payung.

Sweet gaksih? Enggak. Gaada tuh yang namanya ujan-ujan manja cantik. Kenapa? Karena Bagas bilang sayang kalo beli dua padahal deket jadi mendingan share. Fix pelit.

Bagas pun merapatkan badannya ke arah gue dan memberikan payung lebih banyak ke arah gue. Karena gue tau diri pastinya gue ga enak dong dia jadi kebasahan.

"Eh jangan terlalu kekiri, bahu lo jadi basah tuh."

"Gapapa kok, basah dikit, is this ok for you?" Tanya Bagas sambil menaruh tangannya di pundak gue dan mendekatkan diri gue biar gak kena ujan.

Sejenak gue mikir, what did he mean with ok? Sampai gue menyadari kedeketan gue dengan Bagas. Jadi, yang dimaksud Bagas adalah "apa gak apa-apa dengan physical proximity ini?"

Wow. As expected from the gentleman pikir gue. Karena jarang banget laki-laki yang ngerti personal space. Adanya juga pasti nyosor aja nempel-nempel, ga peduli kalo kita ga suka ditempelin. Tapi, Bagas paham dengan pentingnya kenyamanan dan consent bagi perempuan. Bisa disebut Bagas ini sangat considerate terhadap lawan jenis. Kalau sesama jenis jujur gatau ga merhatiin.

"Its ok." Jawab gue sambil tersenyum melihat dia.

Wrong move. Terlalu deket. Buru-buru gue liat jalanan kedepan lagi. Daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan tapi dipinginkan.

Anyway, Bagas menurut gue adalah sosok laki-laki dewasa yang family oriented, smart, dan gentle. Selama gue kenal sama dia juga selalu kenalnya yang baik-baik. Bagas setiap lebaran dan 17 Agustus pun selalu datang ke konjen (Konsulat Jendral RI di US) bantu-bantu persiapan walaupun dia udah udah bukan anggota permias lagi.

Banyak sih rumor rumor baiknya yang beredar tentang dia. Tapi yang orang-orang gatau adalah kebiasaan baiknya yang sangat irit. Irit banget sampai suka numpang makan di rumah gue. Ya gue sih ga keberatan, keluarga gue juga ga keberatan karena ngerti juga hidup sendiri di negara orang lain berat dan susah.

Nyokap juga selalu bawaiin dia tentengan tiap kali datang kerumah. Alasannya awal-awal bilang nganterin dokumen atau surat dari konjen, lama kelamaan udah gapake alasan lagi langsung to the point bilang numpang makan.

Dimana-mana pada umumnya 'kakak' traktir adeknya kan? Apalagi adeknya udah jauh-jauh dari Indonesia ke US. Tapi ini tidak berlaku untuk hubungan persepupuan Dimas dan Bagas. Saat Dimas datang ke US makan pun bayar sendiri-sendiri.

Btw, tadi makan dimsum juga kita bayarnya dengan sistem dutch pay aka bayar sendiri-sendiri dan minumnya hot tea biar bisa refill. Hidup pejuang refill!!

Jadi, deskripsi tentang Bagaskoro Putra Nugroho laki-laki yang lebih tua 3 tahun dari gue adalah salah satu masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat kekayaan di atas rata-rata penduduk pada umumnya, baik, pintar, sopan, idaman para Ibu-Ibu konjen untuk jadi menantu dan penuh perhitungan atau hemat. Hemat nih ya gue pake bahasa bagusnya, bukan pelit loh.

***Present***

Saat sedang menunggu ijab kabul Mba Andien kembali menyenggol lengan gue sambil berbisik

"Eh, La, Mba Andien pikir dia bakalan perhitungan sama mas kawinnya loh"

"Ih inituh perhitungan tau Mba Andien, dia udah memikirkan return of investment-nya kedepannya nanti."

"Perhitungan gimana? Itu mas kawin reksadana banget?"

"Iya reksadana banget karena emas kenaikannya lagi melambat makanya milihnya reksadana."

"Eh eh, udah mau ijab Sheil, Mba. Sst" Kata Maya mengakhiri perghibahan gue dengan Mba Andien

"Saudara ngiiiiiiiiikkkkkk" Suara mic terdengar pecah

"mohon maaf bapak ibu, ada gangguan teknis. Saya ulangi kembali." Ucap sang wali.

"Saudara Ananda....."

***

Notes :

Hehehehehehehehe, sebenarnya benang merah dari cerita ini adalah nebak siapa yang nikah dengan Sheila hoho.

Tebakannya :
1. Adimas Nugroho -> Teman Sheila dari kecil
2. Bagaskoro Putra Nugroho -> Teman ketemu gede
3. Alianandra Pratama -> Mantan yang mau tetap temenan

Niat buat chapternya juga ga banyak sih, kurang lebih 4 chapter lagi mungkin tamat.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang