Rasanya weekend itu cepat banget berlalu. Tiba-tiba aja udah Senin lagi, mau protes sebel dengan hari senin tapi di satu sisi bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk bekerja di hari Senin. Karena gue tau ga banyak juga orang yang beruntung kayak gue yang masih sehat dan masih bisa bekerja. Tapi boleh lah ya ngedumel? Apalagi hari ini ada meeting sama regional untuk progress update recruiting-nya. Mau nyemplung aja ke dalam danau toba rasanya.
"Sheil, jangan begong-begong aja, itu buru join meetingnya udah lewat 2 menit tadi dicariin sama Thomas." Kata Dhani yang duduk di sebrang gue, mengingatkan untuk join call yang ternyata sudah di mulai.
"Eh sorry-sorry gak ngeh lagi baca email." Padahal mah ngeles aja gue.
"Hi Thomas, how are you, sorry I was distracted with email."
"Hi hi, I'm good, thanks, how was your weekend?"
"It was ok, so its still Sunday then in LA?"
"Yep, so lets start with the progress."
Setelah update perkembangan dengan Thomas, my direct boss in LA office. Thomas memberikan deadline untuk bisa langsung lanjut ke tahap berikutnya. Thomas merasa kalau perkembangan untuk closingnya sangat lama terutama bagian gue, interview dengan user.
Sebetulnya gue gabisa salahin dan dumel Thomas, toh dia pasti dapat desakan dari klien di headquarter.
Cause I need to be professional, I put aside any personal feeling and here I am mencoba menghubungi paduka Alianandra, calon pundi-pundi uangku jika berhasil closing.
"Hello Nar, jadi kapan nih mau interviewnya dengan klien? Video call or phone call juga gak apa-apa loh, gue tau lo sibuk."
"Sebelum jadwalin interview, bisa ketemu lagi gak? Karena lo baru kasih alasan pertama untuk join REBC." Jawabnya
"Oke, mau ketemu kapan? Gue fleksibel."
"Makan siang hari ini? Di William's, gimana?"
"Ok, langsung ketemu di William's ya jam 11.30 gimana?"
"Sure, I'll pick you up at hard rock then."
"Gausah, gue naik taksi aja kesana."
"Ngapain? Gue juga naro mobil di PP kok, sekalian aja."
Karena Nara tidak bisa dibantah dan demi hemat transportasi dan menjaga lingkungan dari polusi, gue setuju. Emang anaknya murah. Sok-sok gamau padahal sayang juga keluarin 25ribu untuk taksi dengan jarak yang dekat.
***
Jam 11.30 pun Sheila sudah siap menunggu Nara di lobby PP hard rock sambil memainkan ponselnya."Tiiiin tiinn". Terdengar suara klakson mobil yang membuat Sheila mendongakkan kepalanya ke arah mobil tersebut.
Terlihat Nara tersenyum dan menjulurkan kepalanya sambil memberikan isyarat untuk Sheila segera naik ke mobil.
"Hi" kata Sheila
"Hi, lama ya nunggunya?"
"Gakok." Jawab Sheila.
Saat mobil melaju Sheila tersadar seharusnya mobil Nara putar balik dari PP agar bisa langsung lurus ke Williams.
"Nar, kok lo belok kiri seharusnya kan belok kanan terus tinggal lurus aja."
"Eh yaampun sorry-sorry kebiasan kalo mau pulang ambil jalan kiri. Yaudah nanti masuk dari samping Niaga aja."
Tanpa Sheila sadari, ia tersenyum tipis karena merasa Nara tidak berubah masih ceroboh.
"Btw weekend lo gimana?" Tanya Nara untuk memecahkan keheningan.
"Gue ke RS ajasih, bokapnya Maya masuk RS tapi udah baikan sekarang masih di observasi untuk lihat kalau ada efek samping lainnya."
"Bokapnya Maya sakit apa emang?"
"Stroke dan pas banget itu hari tunangan Maya sama Dimas."
"Yaampun, kok Maya sama Dimas ga kabarin gue ya?"
"Hm, mungkin karena hectic banget jadi udah ga kepikiran untuk kabar-kabarin lagi. Gue juga dihubungin sama Dimas untuk ngurusin pembatalan tempat dan dekor."
"Lo ngurusinnya sendirian?" Tanya Nara lagi
"Gaksih barengan sama Bagas sepupunya Dimas"
"Bagas?" Tanya Nara kembali
"Iya Bagas, kakak sepupunya Dimas. Gue aja kaget mereka sepupuan. Baru tau pas Dimas lagi ke US."
"Bagaskoro maksud lo?"
"Lah lo kenal Bagaskoro?"
"Kenal lah, cucu pertama dari keluarga Nugroho kan." Jawab Nara kembali
"Iya, gue juga baru tau, baik sih Bagas gak kayak Dimas suka rese."
"Hahaaha tapi sayang kan sama Dimas?" Tanya Nara lagi.
"Ih geli banget deh." Jawab Sheila sambil menggelengkan kepalanya.
Perjalanan dari PP menuju William's yang Sheila sempat takut merasa akan awkward ternyata tidak awkward sama sekali. Nara pun tidak melontarkan kata-kata flirty seperti kemarin. Rasanya seperti kembali seperti dulu saat mereka masih dibangku sekolah, saat mereka masih baru kenal sebagai senior dan junior dan mengobrol ini itu hingga lupa waktu.
Kata-kata sore minggu lalu yang sempat membuat sheila kikuk seperti lenyap dalam udara. Seakan-akan mereka tidak pernah membahasnya.
***
"Jadi, alasan kedua kenapa lo harus coba di REBC adalah career path, di REBC ini career path-nya transparan dan membuka kesempatan kalau lo mau dapat exposure lebih terutama di bidang ini. Lo bisa kenal lebih banyak profesional di bidang property and real estate ga cuman di Indonesia tapi dari negara lainnya juga. Jadi lo juga bisa lebih kembangin skill lo."
"Hm, tapi gue balik ke Indonesia karena kangen rumah, kalau gue dapat exposure lebih apa artinya ga sama aja kayak gue di spore?"
"Well..in my opinion.." Sebelum Sheila sempat menjawab, Nara menyelanya
"Don't you miss Indonesia while you are away? I know that your family is with you but you almost spend your half life in Indonesia, pernah ga sih terbesit kangen masa-masa sekolah di Indonesia?" Tanya Dimas
"Yah..kangen lah tapi gue bisa apa coba?"
"Pulang, lo bisa pulang ke Indonesia."
"I don't have home in Indonesia, Nara." Jawab Sheila seakan itu adalah hal yang sangat jelas dan aneh jika ada yang menanyakan hal tersebut.
Nara pun tidak menjawab pernyataan Sheila dan Sheila hanya tersenyum seakan sudah terbiasa dengan pertanyaan tersebut.
Bagi orang yang tidak mengetahui pembicaraan mereka pasti menyangka bahwa Sheila tersenyum karena senang, namun yang dilihat Nara adalah senyuman di balik kesedihan, Eccedentesiast.
"You have now, La." Jawab Nara pelan.
***
Setelah lunch meeting, kata-kata Nara pun menggema. Apa benar Sheila masih punya rumah di Indonesia? Keluarganya semua sudah tidak ada yang tinggal di Indonesia. Rumah mereka pun sudah dijual. Hanya tersisa flower shop milik Ibu Sheila yang sudah di ambil alih tantenya.Di Jakarta sendiri, Sheila menyewa apartment. Tentu saja keluarga besar ada di Jakarta dan pelosok Indonesia lainnya. Tapi teman terdekatnya saja, Adimas, sudah pindah ke Singapore.
Sheila sendiri berfikir bahwa di Indonesia jika bukan karena pekerjaanya mungkin saja ia tidak kembali. Karena tidak ada yang tersisa untuk dirinya, hanya memori. Semua sudah berjalan dengan kecepatan dan waktu yang berbeda.
Hanya Sheila yang tertinggal di waktu yang sama, namun waktu pun mengkhianati Sheila karena ia bukan remaja seperti dulu saat ia meninggalkan Jakarta, Indonesia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
عاطفيةEccedentesiast is derived from Latin ecce, 'I present to you,' dentes, 'teeth,' and -iast, 'performer.' An eccedentesiast is therefore someone who "performs by showing teeth," or smiling. *** Are you sure that men and women can only be friend withou...