Laskar Mimpi | Bab 16

1.3K 208 21
                                    

Bab 16. Coercion

•••

"Lo serius?" Pekik Elena nyaring. Gadis dengan baju seragam olahraga khas sekolahnya tersebut menepuk dadanya yang berdegup kencang. "Yakin si Andi minta nomor gue?"

"Ya, kenapa gue harus bohong?" Gadis lain disampingnya adalah Acha, ia melirik sekilas kumpulan tiga orang yang salah satunya menatap mereka dengan lekat.

Andi Skipper Stellan, Acha tidak tau apa yang pria itu tatap sedemikian erat seolah tak ingin mengalihkan atensinya pada objek yang menarik perhatiannya.

"Ya. Arka bilang, dia suka sama lo." Ujar Acha enteng.

Elena sontak menutup mulutnya syok, dadanya naik-turun secara tak beraturan. Pipinya memanas dan tiba-tiba saja semua rumus matematika yang ia hafalkan beberapa saat lalu menghilang entah kemana.

"Eh, tapi kenapa dia suka sama gue?" Elena berbisik, selain karena suasana kantin yang ramai gadis itu juga tak ingin ada yang mendengar perbincangan mereka.

"Kenapa lo nanya gue?"

Elena mengembungkan pipinya kesal, "gue ke kamar mandi dulu. Kalo misalnya gue lama, lo bisa ke kelas duluan."

"Mau ngapain lo?"

"Sembayang." Jawab Elena ngasal. "Ngadi-ngadi lo, tempatnya toilet buat ngapain?"

Acha menganggukkan kepalanya mengerti, "oh mau boker." Sarkas Acha singkat, nadanya yang terkesan mudah itulah yang membuat sebagian penghuni kantin siang itu menoleh ke arah mereka.

Elena menggeram kecil, "Acha sialan!"

Acha tertawa, "mau gue temenin?"

"Gak usah, gue cuman sebentar."

•••

"Andi?" Nada heran dari gadis yang tengah melepas almamater sekolahnya tersebut menggema di bilik-bilik kamar mandi wanita.

Elena——selaku si pemanggil mengangkat alisnya syok. "Lo ngapain disini?" Ujarnya lagi.

Andi tak menjawab, pria yang sama-sama tak memakai almamater merah kebanggaan Garuda Bangsa itu melangkahkan kakinya menuju Elena. "Ketemu lo, ngapain lagi?

"Kan bisa nunggu di luar." Elena menoleh kanan-kiri memastikan tak ada orang lain di bilik-bilik kamar mandi tersebut. "Ini toilet cewek."

Andi mengangkat kedua bahunya acuh, nafasnya terhela dengan santai. "Tau. Karena itulah gue kesini, karena sepi."

Elena melebarkan matanya syok, gadis itu segera hendak keluar sampai akhirnya tangannya dicekal erat. "Ndi, kita bisa ngobrol di luar."

Andi menghentakkan tubuh gadis itu, mengungkungnya di antara kedua tangan. "Gue bilang, gue kesini karena sepi."

"Kita bisa ngobrol di halaman belakang." Kilah Elena cepat, dadanya berdegup kencang. "Lepasin gue."

Andi terkekeh, wajahnya yang demikian dekat membuat nafas Elena terhenti beberapa saat. Tawa Andi kali ini nampak berbeda dari yang biasanya, dan itu menakutkan.

"Gue suka sama lo." Kata Andi cepat. "Ayo kita pacaran. Gue gak terima penolakan, Elena."

"Sinting ya lo!"

Andi meremat rambut gadis itu pelan, membisikkan kalimat dengan nada pelan. "Gue gak terima penolakan, Elena. Jangan buat gue ngulangin kalimat yang sama sampai yang ketiga kalinya."

"Tapi gue gak mau." Cicit gadis itu takut-takut. "Gue gak mau." Ulangnya.

Andi  terdiam sejenak, kemudian mencium leher putih gadis itu dengan pelan. Mengecupnya dengan lembut, Andi tau Elena sedang ketakutan sekarang. Gadis itu pasti merinding melihat bagaimana semua bulu di tubuhnya terangkat.

"Gue gak terima penolakan, sialan." Bisik Andi sekali lagi.

Elena mendorong tubuh pria itu menjauh, dadanya naik-turun secara tak beraturan. Pipinya memanas dan matanya berair seketika. Andi Skipper Stellan, bagaimana bisa pria yang selama ini terlihat baik itu menjadi bajingan seketika.

Elena berlari kencang menuju ruangan kelasnya berada. Meninggalkan Andi yang tersenyum bengis di balik pintu, "kita pacaran Elena." Sambung nya lagi sebelum gadis itu tenggelam dari pandangannya.

"Lo ngapain lari-larian di koridor?" Acha, gadis yang baru saja hendak masuk kelas tersebut mengangkat alisnya bingung. Sedangkan gadis lain disampingnya, Fiona menatap wajah ngos-ngosan Elena dengan bingung.

"Jam istirahat masih lima menit lagi, gak perlu buru-buru, Na." Fiona menggeleng kecil, gadis itu menyerahkan sebungkus roti yang mereka beli saat di kantin tadi. Menyerahkannya kepada Acha, "gue ke dalem duluan ya Cha."

Acha mengangguk, "oh iya." Beralih menatap Elena, Acha kembali bertanya. "Lo ngapain lari-larian di koridor?"

Elena tak menjawab, gadis itu hanya memandang lekat objek di belakang tubuh sahabatnya. Acha ikut menoleh, mendapati Arka dan Kevin yang berjalan menuju arah mereka.

"Lo gak ke kelas?" Tutur Acha, "kalo ada yang mau di omongin WhatsApp gue aja." Sambung gadis itu.

"Andi."

Mendengar nama Andi dari suara datar Arka membuat Elena tersadar dari lamunannya. Gadis itu bergerak gelisah, dadanya berdegup kencang.

"Kenapa sama Andi?" Tanya Acha. "Bukannya tadi dia sama kalian?"

Arka memajukan langkahnya, menatap wajah cantik Acha dari dekat. Momen yang langka tersebut adalah objek paling banyak dilihat oleh penghuni Garuda Bangsa siang itu.

"Ka, banyak yang liatin kita."

"Terus?"

"Jangan dekat-dekat, lagian ada Elena sama Kevin."

Arka memutar kedua bola matanya jengah, "lo belum makan kan tadi?"

Acha mengangguk polos, "gue tapi udah beli roti, mau makan bareng Elena nanti pas pelajaran Bu Deka."

Arka menggeleng-gelengkan kepalanya, "makan dulu di kantin, sama gue."

"Lo gila?" Cicit Acha pelan. Matanya beredar menatap sepasang mata lainnya yang menatap mereka heran. "Bentar lagi mau masuk, dan berhenti deket-deket gue, Arka."

"Kenapa?"

"Kita lagi disekolah." Jawab Acha cepat. "Gue gak mau ada rumor buruk yang mempengaruhi citra gue di Garuda Bangsa."

Arka memundurkan langkahnya, ikut menatap sekeliling. "Gue tunggu di kantin, soal mapel Bu Deka, biar gue ngomong sama beliau."

Acha mengangguk mengiyakan, gadis itu segera menyodorkan sebungkus roti yang ia beli tadi ke genggaman Elena dengan pelan. "Lo makan dulu, nanti kalo Bu Deka nyariin gue lo telpon gue ya."

Elena mengangguk, ia melangkahkan kakinya lemas menuju kelasnya yang ramai. Perbincangan sana-sini keluar masuk ketelinga nya yang tajam. Beberapa orang membicarakan mengenai kedekatan Acha dan Arka, atau sikap Arka yang tidak terlihat dingin untuk sahabatnya tersebut.

Sedangkan beberapa orang lainnya tengah menyibukkan diri dengan buku-buku tugas masing-masing. Gadis itu bersyukur, tidak ada yang melihat interaksi antara ia dan Andi.

Elena harus memperhatikan segala detail tentang sikap dirinya di sekolah. Kalau tidak, orang tuanya pasti akan marah begitu mengetahui apa yang ia alami hari ini.

•••

TBC

Laskar MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang