Laskar Mimpi | Bab 6

1.9K 352 6
                                    

Bab 6. Epoch

•••

Acha membenci dirinya sendiri. Namun, di balik itu semua ia lebih kian membencinya manusia. Manusia adalah makhluk yang paling mengerikan di antara monster-monster menyeramkan yang ia tonton di film horor.

Mereka seringkali menjanjikan hal yang bahkan tidak mereka tepati sama sekali. Memprediksi masa depan seolah mereka berasal dari sana. Mencoba memperbaiki sesuatu padahal mereka sendiri yang merusaknya. Mencoba terlihat pintar maka dari itu mereka lebih banyak bicara.

Mengingat banyaknya kebodohan yang mereka buat, membuat Acha menahan kerongkongannya untuk tidak muntah di tempat. Meskipun demikian Acha juga menyadari bahwa ia termasuk salah satu di antara miliuner manusia itu sendiri.

Gadis itu menatap lamat langit-langit mobil yang ia pesan secara online beberapa menit yang lalu. Kepergian Simbah meninggalkan duka yang ia benci.

Acha menatap kedua kakinya yang masih terbalut kaus kaki hitam sekolah. Untaian rambutnya yang panjang terurai sedikit terjun kebawah, mengikuti gerakan kepala. Hazel mata Acha yang terang, sedikit berkabut dengan cairan bening yang perlahan turun membasahi rok merah yang ia kenakan.

Traumatis yang ia miliki terlalu besar untuk Acha yang kecil. Terkucil di antara banyaknya suara-suara dikepala.

Satu-satunya orang yang paling mengerti mengenai hidupnya telah pergi, terbang menuju langit paling atas. Atau mungkin lebih tinggi dari itu?

Simbah, sampai akhir hayat pria itu tetap menjaganya saat Kenzo dan Zeline membuangnya seperti tisu bekas tanpa harga.

Acha mengusap wajah sembabnya dengan kasar saat mobil online yang ia pesan, berhenti tepat di depan bangunan sederhana bergerbang putih.

Acha terdiam, merogoh saku bajunya. Mengeluarkan uang membayar supir taksi. Gadis itu membuka gerbang rumahnya sendiri dengan perlahan.

"Sejak kamu pindah sekolah, kamu udah gak pernah lagi besuk Ibu sama Fika. Kamu gak punya hati, Acha?" Kenzo——pria yang baru saja keluar dari pintu rumahnya menatap Acha jengah.

Gadis itu terdiam, matanya yang sayu mengatensikan pandangannya pada koper hitam yang ayahnya geret. Pria itu jadi pergi keluar kota, pikir Acha saat itu juga.

"Jadi, selama ayah ke Semarang. Acha yang jaga Ibu?"

"Emang mau siapa lagi?" Kenzo mendengus kesal. "Kamu gak mau?"

"Bukan gitu," Acha menjeda ucapannya sejenak. Gadis itu selalu ingin yang terbaik untuk keluarganya, tapi keputusan ayah yang mengorbankan dirinya bukanlah hal yang tepat. "Ayah berapa hari ke Semarang?"

"Sekitar dua bulanan. Ayah ada proyek besar disana dan harus ayah sendiri yang ayah pantau. Selama itu, bersikaplah baik dengan Fika dan Ibu."

Acha mengangguk, tangannya yang putih menyambar telapak tangan Kenzo yang renta. "Acha masuk dulu, baik-baik disana."

•••

"Bu," gadis itu meletakkan paper bag kertas yang ia bawa. Menatap wajah Zeline lamat-lamat. Wanita itu hanya mendengkur kecil menatap kosong langit-langit ruangannya yang putih.

Tak mendapati jawaban dari panggilannya, Acha menunduk dengan kedua mata yang kendur. Acha bukan gadis baik yang bisa dengan mudah begitu saja melupakan semua luka yang ibunya berikan semasa ia kecil. Meskipun demikian, Acha tidak pernah berlaku buruk untuk wanita itu.

Laskar MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang