Laskar Mimpi | Bab 14

1.5K 255 11
                                    

Bab 14. Gutted

•••

Gadis itu mengusap air matanya kasar. Wajahnya sembab, dadanya sakit, sekuat apapun ia berusaha menghentikan tangisnya, semakin besar pula sakit yang ia rasa.

Ayah tidak pernah mengerti apa yang Acha inginkan. Pria itu tidak pernah bertanya segala sesuatu yang berkaitan dengan mental yang Acha alami. Ia tumbuh dengan baik, tetapi tidak dengan hatinya.

Setiap kali Acha mengingat Kenzo dan Zeline, kilasan-kilasan masa lalunya menyeruak datang tanpa diminta. Nampak samar sekaligus jelas, mengalun nyaring ke telinganya yang tajam.

Kenzo tidak pernah angkat bicara saat dengan jelas pria itu melihat bagaimana cara Zeline mendidiknya dengan salah. Pria dengan tatapan tajam dan tegas itu hanya pergi dengan koper hitam ditangannya, sersikap seolah-olah tidak pernah melihat segalanya.

Dulu Acha pikir Ayah tidak pernah menyukainya. Maka dari itu, Ayah tidak pernah bisa berbicara hangat dengannya seperti bagaimana Acha melihat ayah memperlakukan Fika dengan layak.

Bagaimana bisa dengan tega Kenzo mengirimnya ke rumah orang lain yang bahkan tidak pria itu kenali? Mencoba membuang Acha dengan cara yang tidak pernah ingin Acha ingat lagi.

Sekarang, ketika semua yang meninggalkan Acha terluka. Kenzo memintanya agar mengorbankan diri untuk orang-orang tersebut. Kenzo bilang, Acha harus mati agar Fika dan Zeline sembuh.

Acha mencengkeram erat dadanya yang sesak. Nafasnya memburu, air matanya kembali luruh dengan isakan yang semakin lama semakin keras bunyinya. Roof top adalah tempat yang terbaik untuknya saat ini.

Sedangkan di balik pintu roof top sana, Arka terduduk sembari menatap kosong pandangan didepannya. Melihat bagaimana cara wanita itu menangis, pasti luka yang dirasakannya adalah duka yang mendalam.

Arka tidak tau, kematian yang diminta adalah nyawa lain dari jiwa yang dipaksa tiada.

Arka menghela nafasnya dengan pelan, hari semakin malam. Dengan langkah pelan, ia mendekati Acha. Menepuk punggung gadis itu menenangkan, kemudian memeluk dengan hangat.

Arka mungkin pria dingin tanpa ekspresi, tapi bukan berarti ia tidak bisa memahami emosi orang lain.

"Ayah adalah orang yang paling gue benci, Ka." Sendu Acha pelan. "Daripada Ibu, gue lebih benci ayah."

Arka tak menjawab, pria itu hanya menepuk punggung Acha dengan lembut.

"Padahal gue juga anak dia, selain Fika gue juga butuh hati." Sambung Acha lagi. Gadis itu semakin mengeratkan pelukannya, menenggelamkan wajahnya ke dada Arka.

Setelah merasa tangisan Acha cukup mereda, dan melonggarkan pelukannya. Arka mengelus puncak kepala gadis itu.

"Istirahat, Cha." Ujarnya pelan, Acha mengangguk kecil kemudian mengikuti langkah Arka yang lebih dulu beranjak keluar.

•••

"Lo Acha, kan?" Pekikan heran menyapa pendengaran kedua manusia yang tengah berada di depan pintu. Arka, pria yang lebih dulu melepas sepatunya hanya melempar jaket biru denim yang ia kenakan ke sofa tamu ruangan tersebut.

Sedangkan Acha mengikuti dengan langkah pelan. Di depannya terlihat dua pria lain selain Arka yang menatapnya dengan pandangan meneliti.

"Kok lo bisa sama Arka?" Itu suara Andi Skipper Stellan, pria yang memakai kaus hitam dan boxer hitam.

Laskar MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang