👙Part 14👙

12.1K 587 26
                                    

HAHAHAHA
Ley lagi mood ngetik nih hehe. Sebenernya Ley kalo nulis tuh dadakan. Beres nulis langsung up. Jadi ya idenya pun spontan.

So, sorry kalo misal kalian ngerasa ceritanya gaje wkwk. But, its me.

Langsung cus aja ya😉
Jangan lupa komen yang banyak. Usahain jgn komen 'next' doang🙂

Happy Reading👙

Zee dan Raka melangkahkan kakinya memasuki rumah besar itu. Raka masih setia merangkul Zee, takut jika sahabatnya itu kambuh lagi sakitnya.

"Beneran gak mau ke dokter aja, Zee?"

Gadis itu memutar bola matanya kesal. "Please deh, Ka. Lo udah nanya ini hampir 30 kali. Gue beneran gak apa-apa, sakitnya cuma bentaran aja kok."

"Gue khawatir sama lo tau, gak?"

Zee berdecak. "Iya-iya, Ka. Gue tahu kalau lo khawatir sama gue, tapi gue beneran gak apa-apa."

Akhirnya Raka hanya bisa menghela napasnya akibat kekeras kepalaan Zee.

"Ya udah, kalo mau minta tolong atau apa-apa, langsung panggil gue, ya?"

"Loh, Zee kenapa, Ka?" Sebuah suara hadir di tengah-tengah percekcokkan antara Raka dan Zee.

Raka menolehkan kepalanya ke belakang; di mana suara berasal. "Perutnya sakit, Mi."

Zira membulatkan matanya seraya mendekati kedua remaja itu. "Kita bawa ke rumah sakit aja sekarang."

"Aku gak kenapa-kenapa kok, Mi. Cuma kram aja, beneran deh."

"Tuh, Mi denger. Dari tadi dia nolak pas aku ajak ke dokter," adu Raka pada Zira dengan wajah kesal.

Zee mencubit pelan pinggang Raka. "Ya emang gue baik-baik, dodol."

"Udah-udah jangan bertengkar," ucap Zira menengahi.

Raka membawa Zee ke ruang tv; karena gadis itu yang memintanya, diikuti pula oleh Zira di belakang mereka.

"Mami habis dari mana?" tanya Raka yang menyadari penampilan Zira.

"Ah, Mami habis dari kantor. Anterin Papi bekal makan siang."

"Nganternya sampe sore gini."

Zira terkekeh. "Ya namanya juga suami istri, Ka."

Perempuan paruh baya itu bangkit dari duduknya. "Mami ke kamar dulu, ya. Kalian ngobrol-ngobrol aja berdua. Kalau lapar, nanti minta Mbok masak aja."

Sepeninggalan Zira, mereka berdua hanya diam saja seraya kedua mata fokus pada benda kotak yang memancarkan cahaya itu.

Hingga sebuah suara yang baru memasuki rumah mengagetkan mereka karena terdapat emosi di dalam suara itu.

"ZEE?!"

Orang yang mempunyai nama itu sudah mematung di tempat. Ia tiba-tiba saja merasa takut. Tapi... bukankah dia tidak melakukan kesalahan? Kenapa ia harus takut? Ia merasa tidak salah.

Pemilik suara itu sudah berada di hadapan kedua remaja yang berbeda jenis.

"Ba-bang Re-redi kena-pa?" Entah kenapa Zee mengeluarkan suaranya yang gugup ini. Yang pasti, ia takut melihat kilatan amarah yang terpancar di mata suaminya.

Alih-alih menjawab, Redi malah meraih tangan Zee untuk ia seret ke kamar. Namun Raka dengan sigap menahannya.

"Lo mau ngapain Zee?"

Mata Redi menatap adiknya tajam. "Gue suaminya, terserah gue mau ngapain dia. Gak usah ikut campur!"

"Gue bakal ikut campur kalo lo nyakitin dia?!"

"Mau jadi jagoan lo, hah?!"

Raka menggeleng. "Gue enggak mau jadi jagoan, Bang. Gue cuma gak mau dia kenapa-kenapa. Lo gak tau kan kalo di sekolah dia-"

"Udah, Ka. Gak apa-apa. Lo sekarang istirahat aja, lagipula ini masalah gue sama Abang lo," ucap Zee memotong ucapan Raka yang sepertinya akan menceritakan kondisinya pada Redi.

Setelah itu Redi kembali menyeret Zee ke kamar mereka. Setibanya di kamar, Redi menghempaskan Zee ke atas ranjang dengan kasar. Untung saja Zee mendarat langsung di atas kasur empuk tanpa harus menyenggol ujung ranjang.

"Lo ke-napa?" Zee memundurkan tubuhnya takut ketika Redi berjalan mendekatinya.

"Gimana rasanya?"

"Hah? Gu-gue gak paham maksudnya."

"Gimana rasanya disentuh cowok lain, sialan?!" bentak Redi seraya kakinya menendang kayu penyangga ranjang hingga menimbulkan suara gaduh.

Tubuh Zee bergetar di tempat. Ia takut dengan sikap Redi saat ini. Dirinya tahu jika Redi pemarah, namun ini sangat menakutkan.

"Papa... Zee takut..." bisik Zee dalam hatinya.

"Jawab pertanyaan gue?!" Bahkan kali ini Redi menggunakan panggilan itu.

"Gu-gue bene-ran gak tau a-apa yang lo o-omongin..." cicit Zee semakin takut.

Redi terkekeh sinis namun tubuhnya semakin mendekati Zee hingga tersisa jarak beberapa senti saja.

"Bagian mana aja yang udah dia jamah?" Tangan Redi sudah mendarat di perut Zee. Mengelusnya dengan keras. Tak tahukah Redi jika perutnya masih terasa sakit? Lelaki itu menjadi tak berperasaan.

"Gue nggak ngerti..." Kini Zee sudah menangis ketakutan.

"Bagian ini?" tanya Redi dengan tangan yang sudah berada di dada Zee. Meremasnya dengan kencang.

"Bang, sakit..."

"KALO TAU SAKIT, GAK USAH NGASIH TUBUH LO KE COWOK LAIN?!" bentak Redi, kali ini sudah melepaskan tangannya. Bahkan jaraknya pun sedikit menjauh.

"Gue nggak kayak gitu, sialan?! Lo yang udah rusak gue?!" Akhirnya Zee ikut emosi. Tak sadarkah Redi jika dia sendirilah yang sudah merusak tubuh serta hidup Zee?

Plak

"Jijik gue sama bekas orang!"

"Ya udah! Cerai aja. Biarin gue lepas."

"In your dream?!"

Tbc👙

Sinetron amat ya part kali ini. Tapi okelah ya lumayan, yang penting up hehe.

TINGGALKAN JEJAK!

Together By Accident [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang