17. Damai

113 34 1
                                    

Written by Iniinem

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Written by Iniinem

Dengan suara bergetar, Ekal menjelaskan apa yang telah Pocay dan Sukma katakan tadi. Perkara Mbok Ida si ketua geng para hantu kuburan daerah sini.

Jelas saja ketiga temannya yang bermental tempe itu semakin ketakutan. Bagaimana ingin menyelesaikan ritual kalau begini jadinya?

"Tapi kita bertiga nggak bisa lihat nenek itu, kan, Kal? Jelas aja cuma lo yang indigo di sini," kata Mola dengan suara mencicit.

"Mungkin iya, tapi mungkin juga nggak. Karena setahu gue, sosok hantu akan bisa terlihat oleh mata manusia awam yang frekuensinya sama dengan sosok itu."

"Maksudnya gimana?" tanya Aldi.

Ekal mengendikan bahunya. "Gue juga nggak tahu, tapi Teh Risa sering ngomong itu kalau gue lagi maraton Jurnalrisa."

"Dasar indigo gadungan!" Adit mencebikkan bibirnya gemas.

"Eh, kalian nyium aroma minyak wangi jamet nggak?" Mola mengendus-endus sekitar tempat mereka duduk dengan hidung mancungnya.

"Wah, iya nih. Bau-baunya kayak minyak wangi isi ulang yang sepuluh ribuan," timpal Aldi.

"Kok gue nyiumnya bau minyak wangi cewek-cewek yang suka bonceng tiga, ya?" tambah Adit.

Ekal meneguk ludahnya kala melihat siapa yang datang.  Sejak lima menit yang lalu, kertas hvs bertuliskan 'selesai' itu telah mereka bakar sampai habis.

Akhirnya saat ini tiba, di belakang Adit, Aldi, dan Mola berdiri sesosok nenek gaul yang diceritakan oleh Pocay dan Sukma tadi.

Nenek itu menatap Ekal tepat di manik matanya. Ketiga temannya belum menyadari kehadiran si nenek. "Wah, baunya kok semakin menyengat?" Mola kini mengendus dirinya sendiri. Tapi, bau itu tak berasal dari badannya.

"Jujur, deh, di sini siapa yang lagi bertransformasi jadi jamet?" Mola menggebrak kardus yang menjadi alas mereka duduk. Adit dan Aldi jelas saja tersinggung, enak saja dituduh yang bukan-bukan.

"Fix, ini pasti wanginya Ekal." Mola menuduh Ekal yang diam sejak tadi. Namun, tatapan laki-laki itu tidak terarah padanya maupun Adit dan Aldi. Ekal menatap hal lain.

"Ini wangi gue, nggak suka?"

Sebuah suara asing menelisik ke telinga mereka masing-masing. Adit, Aldi, dan Mola dengan otomatis menoleh ke belakang letak si sumber suara, sedangkan Ekal semakin menganga mendengar aksen bicara si nenek.

"Kenalin gue Esmeralda. Hantu-hantu sini biasa panggil Mbok Ida."

Ah, tolong, Ekal ingin pingsan. Bagaimana bisa hantu mempunyai nama sekeren itu?

Adit, Aldi, dan Mola malah kini terdiam membatu. Kok mereka bisa melihat sosok Mbok Ida?

"Bukan cuma gue yang bisa lihat nenek gaul ini, kan?" tanya Ekal memastikan. Adit, Aldi, dan Mola mengangguk tanpa suara juga tak mengalihkan pandangan dari Mbok Ida.

The Game [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang