Written by Iniinem
"Dasar tidak berguna!" Lazuardi menggebrak meja berbahan kayu jati di hadapannya dengan kencang. Menatap marah ke kedua anak buahnya yang tidak becus menjalankan tugas.
Tangan kekarnya memijat pelipis yang terasa pening, mengawasi tiga bocah ingusan saja bisa sampai kecolongan. Perlahan, ia bangkit dari singgasana, mendekati kedua anak buahnya yang tak bisa diandalkan.
Plak!
Satu tamparan masing-masing mendarat di pipi keduanya, menciptakan rasa kebas yang lama kelamaan menjadi nyeri. Dua anak buahnya hanya bisa menundukkan kepala, tak ada keberanian untuk membalas karena ini memang kecerobohan mereka berdua.
Setelah puas menyalurkan rasa kesal, Lazuardi mendial sebuah nomor dari ponsel dengan logo apel tergigit di salah satu sisinya. Senyuman licik kembali terbit di bibir. "Kumpulkan seluruh penjaga dengan senjata lengkap, kepung mereka dari lantai dua."
***
"Tindakan yang nekat," ucap laki-laki dewasa itu sambil menyesap rokok elektrik beraroma kopi. Seperti biasa, ia duduk di kursi kebesaran. Kaki kanan berpantopel hitamnya dinaikan ke atas paha sebelah kiri.
Lazuardi mengembuskan asap berwarna putih pekat ke arah tawanannya. "Pasti anak sialan itu yang sudah membantu kalian keluar dari sel," tuduhnya dengan gamblang.
Laki-laki itu beranjak dari duduk dan menghampiri Adit, Aldi, dan Mola. Ia sedikit berlutut untuk memandangi wajah mereka bertiga. "Lihat, ia bahkan lebih mementingkan dirinya sendiri." Lazuardi tertawa sangat kencang dan terlihat puas. Kedua telapak kasarnya menyatu membentuk sebuah applause. "Egois sekali," gumamnya riang.
Adit, Aldi, dan Mola hanya bisa menunduk dalam. Luka tembak di kaki kanan Aldi telah diobati oleh orang suruhan Lazuardi, meski masih menyisakan nyeri. Mola diam-diam mengepalkan tangannya kuat. Benar. Egois!
Lazuardi kembali duduk di kursi kebesarannya. "Tindakan tadi sangat sulit untuk ditoleransi. Aku akan mengeksekusi kalian kurang dari lima jam lagi," putusnya.
"Jadi, silakan pikirkan kata-kata terakhir karena kalian tak akan bisa melihat matahari terbit lagi esok hari." Tawa Lazuardi menggema di seluruh ruangan ini bersamaan dengan keluarnya bos besar itu diikuti oleh anak buahnya dan suara pintu yang terkunci dari luar.
Adit, Aldi, dan Mola memandang kepergian kumpulan orang tak punya hati itu. Mereka bertiga sengaja ditempatkan di dalam ruangan pribadi Lazuardi agar tak nekat melakukan tindakan semacam tadi. Kini Adit, Aldi, dan Mola hanya bisa terdiam, padahal sebenarnya sama-sama menangis di dalam hati.
"Gue benar-benar putus asa kali ini," ucap Aldi dengan suara lemah.
"Gue juga enggak tahu harus gimana lagi." Adit menyugar rambutnya yang terlihat lepek dan berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Game [COMPLETE]
TerrorHoror - Komedi "Charlie, Charlie, apakah kau di sana?" Siapa yang tak tahu dengan mantra permainan pemanggil arwah satu ini? Apa yang kalian rasa dan pikirkan ketika mengucapkannya di atas selembar kertas bertuliskan 'yes' dan 'no'? Mungkin sebagian...