7. Sebuah Konspirasi

177 47 15
                                    

Written by Iniinem

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Written by Iniinem

Laki-laki paruh baya itu bertepuk tangan. "Kalian bahkan datang lebih cepat dari yang aku perkirakan," ucapnya. Geng Slepet benar-benar bingung dengan apa yang telah terjadi, apa mereka semua telah dijebak? "Lo siapa?" tanya Mola dengan kilatan emosi di kedua matanya.

"Kalian enggak perlu tahu siapa aku. Intinya, selamat bersenang-senang!" seru laki-laki misterius itu, lalu ia tertawa kencang. Tiba-tiba dari pintu yang tertutup keluarlah tiga orang penjaga berbadan besar. Mereka memakai topeng hitam, baju, dan celana yang mereka kenakan juga berwarna senada.

Ketiga penjaga itu masing-masing menangkap Adit, Aldi, dan Mola. Sedangkan, Ekal kini hanya bisa menunduk menatap lantai. "Sudah kutepati, Pa. Sekarang lepaskan Mama dan Bintang," ucap Ekal lesu.

"Pa?" gumam Adit.

"Kerja bagus, Anakku. Kau memang pandai berakting dan menipu teman-temanmu sendiri." Pak Lazuardi tertawa kencang ketika melihat wajah-wajah penuh emosi di ruangan itu.

Mola masih berusaha melepaskan badannya dari cengkraman penjaga, tapi wajahnya menunjukkan kekecewaan kepada Ekal yang ternyata telah menipu mereka bertiga. "Maksud dari semua ini apa, Kal?"

Ekal menatap wajah Mola dengan rasa bersalah. "Kalian tahu? Sejak awal gue enggak pernah minat buat ikut main permainan konyol itu."

Tatapan mata Ekal menajam ke arah Lazuardi. "Sampai akhirnya laki-laki bejat ini telepon gue dan bilang kalau mama dan adik gue mereka culik." Geng Slepet mendengarkan penjelasan Ekal.

"Dia janji mau bebasin mama dan Bintang, kalau gue berhasil jebak kalian bertiga." Suaranya melemah dan bibirnya terlihat bergetar. "Kalian tahu sendiri kalau gue cuma punya mama dan Bintang?"

"Gue masih enggak ngerti, Kal," ucap Aldi.

"Dia merupakan bos besar perdagangan organ tubuh manusia di pasar gelap," ungkap Ekal.

"Jadi, apa yang dia mau dari kita bertiga?" tanya Mola perlahan meskipun sedikit demi sedikit ia sudah mulai bisa melengkapi kepingan puzzle yang berserak.

"Kalian."

***

Hari sudah malam, Cece berencana untuk segera istirahat. Namun, seperti biasa ia menjalankan ritual sebelum tidur, menuangkan kisahnya seharian ini ke dalam buku diary.

Lima belas menit berlalu, Cece berhasil menyelesaikan tulisannya. Gadis manis itu merapikan semua buku dan alat tulis yang tadi ia gunakan. Cece menarik selimut sampai dada, baru saja matanya terpejam pintu kamar berderit seolah ada yang masuk. Namun nihil, tak ada siapa pun.

Cece beranjak dari ranjangnya, berniat mengecek keluar. Mungkin saja itu ayah, bunda, atau adiknya.

"Ayah?" panggil Cece.

The Game [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang