25. Malam Terindah [Ending]

165 37 2
                                    

Written by Iniinem

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Written by Iniinem

Pagi ini matahari bersinar cerah, berbanding terbalik dengan hatinya yang suram dan gelap. Ekal bersandar di dinding dan memandang kosong ke arah tukang yang memang disewa untuk membongkar lantai dapurnya.

Adit, Aldi, dan Mola juga berada di sana menyaksikan pembongkaran ini. Bukan hanya Ekal saja yang penasaran akan isinya, mereka juga merasakan hal yang sama.

Sesuai arahan Lestari, tukang itu membongkar lantai sebanyak sepuluh petak. Sekitar sepuluh buah keramik berhasil diangkat dan disingkirkan.

Kain putih berlapis menjadi hal pertama yang terlihat ketika keramik itu diangkat. Lestari menyuruh semua orang agar menjauh, ia yang mengambil alih hal ini.

Dengan perlahan, kain putih yang sudah lusuh itu disibakkan. Menampilkan sebuah ukiran di kayu yang ternyata merupakan sebuah peti berukuran sedang.

Lestari berdiri dan membersihkan tangannya, ia menatap Ekal dengan rasa bersalah. "Ambil dan bukalah peti itu." Ekal membuat kode pada tiga sahabatnya untuk membantu mengangkat peti itu. Adit, Aldi, dan Mola menghampiri dengan sigap.

Bobot peti itu sekitar 30 kg, berhasil mereka angkat bersama-sama. Ekal meniup debu semen yang mengotori tutup peti. Perlahan, Ekal membuka kunciannya, begitu peti terbuka, bau busuk menguar membuat semua orang yang ada di situ menutup hidung. Bahkan, Mola sampai berlari keluar untuk memuntahkan isi perut saking tidak kuatnya menahan bau.

Ekal menangis sejadi-jadinya saat tahu apa yang terisi di dalamnya. Remaja laki-laki itu menutup mata karena tak kuat untuk melihat. Apa yang akan kalian pikirkan, jika membuka sebuah peti yang berisi tulang belulang manusia?

Ekal menyentuh satu tulang kotor yang mulai keropos dengam tangan kosong. "Ini tulang kak Sukma, Ma?" tanyanya dengan suara bergetar tanpa mengubah arah pandang.

Lestari memeluk Ekal begitu erat, seakan tak akan pernah bisa melepasnya lagi. Dari pintu utama rumah, Sanjaya tengah berlari mengarah ke dapur.

Dia menutup mulut kala melihat isi dari peti yang terbuka itu, Sanjaya dikabari oleh Ekal tadi pagi tentang rencana pembongkaran ini. "Sukma?" ucapnya dengan nada sedih yang amat kentara.

***

Matahari tampaknya enggan untuk bersinar cerah seperti tadi pagi, kini malah awan mendung menggantikan peran sang mentari. Mungkin awan sengaja menghalangi sinar matahari karena ada beban yang masih di rasa atas berita duka cita.

Ya, rasa duka yang mendalam dirasakan betul oleh semua yang hadir di acara pemakaman sore ini. Tepat di sebelah makam Lazuardi kemarin, tulang belulang Sukma akhirnya dikubur dengan layak dan terhormat.

Geng Slepet, Lestari, Bintang, Bentar, dan Sanjaya turut berdiri mengelilingi gundukan tanah yang baru saja ditutup ini. Sudah tak ada suara tangisan yang pecah, semua hanya memandang sendu dengan pikiran yang bergulat di benak masing-masing.

The Game [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang