20. Informan

98 32 0
                                    

Written by Iniinem

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Written by Iniinem

Jemari itu membuat simpul di sepatunya dengan tergesa-gesa, tak mengacuhkan panggilan lembut dari wanita yang sudah ia anggap sebagai malaikat tak bersayap.

Keluar dari ruangan beraroma obat dan menutup pintu dengan sekali gebrakan. Entah kesalahan apa yang sebenarnya pernah ia lakukan di masa lalu, mengapa takdir mempermainkan hidupnya sampai seperti ini?

Kedua tangannya mengepal di samping tubuh, berjalan tegap dengan kecepatan tak normal. Tujuannya hanya satu saat ini, untuk membuktikan secara benar apa arti dibalik mimpi dan semua hal yang selama ini hanya mampu ia simpan sendiri.

Setelah sampai di parkiran dan berdiri tepat di depan motornya, ia merogoh kantung hoodie guna mencari kunci motor. Dengan kecepatan kilat, kuda besi itu melaju menghantam apa pun yang menghalangi jalannya. Bahkan, aspal berlubang cukup dalam tetap dilabas.

Ya, ia adalah Ekal. Sosok yang terkenal humoris di lingkungannya, tetapi siapa yang akan percaya bahwa dibalik itu semua tak seindah yang dilihat. Siapa yang menyangka jika hidupnya serumit ini?

Ia sampai di depan rumah mewah yang kemarin baru saja ia kunjungi, mencoba membunyikan klakson agar satpam membuka akses untuknya masuk.

“Bentar-nya ada, Pak?” tanyanya ketika Pak satpam berumur sekitar 50 tahunan membuka gerbang dan menghampiri.

“Ada, Dek. Sebelumnya udah buat janji?”

Ekal menghela napas, ternyata repot juga berkawan dengan keluarga sultan. “Harus buat janji dulu, ya, Pak?”

Pak satpam bername-tag Jono itu menggaruk tengkuknya, merasa tidak enak dan salah tingkah. “Duh, bukan begitu, Dek. Saya dimarahin kalau asal terima tamu yang belum ada janji.”

Ekal mencoba mengerti dan mengeluarkan ponselnya untuk mengabari Bentar. “Apalagi sekarang Den Sanjaya baru pulang dari Indonesia,” lanjut Pak Jono.

Jari Ekal berhenti mengetik dengan otomatis, matanya beralih ke wajah Pak Jono. “Sanjaya?” tanyanya. Pak Jono yang terkejut mendapati Ekal menatap matanya tajam jadi gelagapan.

“Eh, iya, dia kakaknya Den Bentar yang selama ini tinggal di Jerman.”

Ekal meremas ponselnya kuat, Tuhan masih berbaik hati. Orang yang ia butuhkan datang diwaktu yang tepat. Remaja laki-laki itu beralih menelepon Bentar agar keluar supaya ia diizinkan masuk.

Setelah menunggu kurang lebih satu menit, Bentar keluar dari rumah dan menyapa Ekal yang duduk di pos satpam. “Udah lama lo di situ?”

The Game [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang