"P-Phi.. tutup hidungmu" keringat Gulf mulai bercucuran. Matanya mulai sayu. Dia sadar apa yang sedang terjadi sekarang. Heatnya datang tidak dalam waktu yang tepat.
"Sialan Gulf, ini bau apa. Ada apa dengan tubuhmu?!" Mew membentak Gulf. Sebenarnya dia bingung. Bau apa ini? Kenapa manis sekali dan membuat Insting Alphanya seakan memberontak dan ingin menerkam Gulf saat ini juga.
Muka Mew mulai memerah dan Gulf sudah menggeliat tak nyaman disampingnya. Mew sudah tidak bisa menahan hasrat Alphanya. Ini aneh, padahal jelas dia mengetahui bahwa Gulf adalah Alpha pasif. Jelas Mew mengetahuinya saat Gulf melakukan tes kesehatan dulu. Tapi, Alpha tidak mengeluarkan aroma seperti ini. Apa Gulf tidak sengaja meminum obat perangsang? Ada apa ini? Kenapa Gulf terlihat begitu menggoda dan aromanya sangat memabukkan. Mew tenggelam dalam pikirannya sendiri. Matanya mulai sayu dan mukanya mulai memerah.
Gulf menyadari itu, sebenarnya yang dia butuhkan saat ini adalah Mew. Heatnya harus dituntaskan dengan cara yang benar. Harus dengan Mewnya. Tapi dia adalah Gulf. Orang yang selalu memikirkan orang lain terlebih dahulu. Dia tidak ingin Mewnya menjadi terikat secara paksa olehnya hanya karna kebutuhannya.
"Aku bilang, tutup hidungmu Phi!" Dengan seluruh kekuatan dan tenaganya yang tersisa, Gulf menutup hidung Mew menggunakan sapu tangannya secara paksa hingga Mew tak sadarkan diri. Karena Gulf yakin, jika Mew dibiarkan sadar dan terus melihatnya seperti ini juga terus mencium aroma pheromonenya, mereka berdua akan berakhir tanpa busana dan saling menindih di mobil ini.
Gulf pun mengambil hpnya dengan sisa tenaga yang tersisa.
"Phi Singto, tolong aku... tolong aku phi.. hiks hiks hiks"
.
"KIT! SUNTIKKAN SUPPRESSANT ITU KEPADA GULF. CEPAT!!!"
Singto begitu panik, bahkan sampai meneriaki kekasihnya. Saat Gulf menelfonnya sambil terisak, Singto tau pasti ada yang tak beres dengan Gulf. Dan benar saja, saat Singto sampai ke tempat yang diberitahukan oleh Gulf, aroma pheromone menyebar kemana-mana bahkan dalam radius 10 m. Dengan segera Singto membawa Gulf ke mobilnya dan meninggalkan Mew yang masih pingsan tak sadarkan diri.
"Ini tidak bekerja Phi, bahkan sekarang dia mengalami pendarahan. Bagaimana ini Phi?" Kris, kekasih sekaligus mate Singto pun menangis melihat keadaan Gulf sekarang.
"Dia masih belum sadarkan diri. Tapi pheromonenya terus keluar. Kita butuh suppressant omega, yang dibuat khusus untuk omega. Tapi kita tidak memilikinya. Bahkan aku pun seumur hidup belum pernah melihat bentuk suppressant omega itu" Singto benar-benar bingung sekarang. Dia terdiam sambil melihat kekasihnya sedang berusaha menghentikan pendarahan Gulf. Bukannya tidak perduli, tapi Singto yakin dengan kemampuan Kris dalam hal menghentikan pendarahan.
"Phi, apa kita telfon Mew saja? Minta sedikit saja spermanya. Hanya itu yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan Gulf. Jika dia tidak ingin memberikannya secara cuma-cuma, aku sanggup untuk membelinya! Berapapun itu! Semua demi Gulfku yang malang.. ayolah Phi... hikss.. anak manis ini bisa mati jika kita biarkan begitu saja" wajah Kit sudah penuh dengan air mata. Dia begitu sedih melihat keadaan adik kelasnya ini dan Singto hanya bisa tersenyum sedih melihat ketulisan hati kekasihnya.
"Tidak semudah itu sayang. Ingat? Omega adalah hal yang tabu di negri ini. Bagaimana caranya kita menjelaskan pada mereka bahwa Gulf adalah seorang omega? Kita akan dianggap gila. Ingat saat pertama kali aku menjelaskan hal ini kepada keluarga Gulf? Bahkan aku di cap sebagai dokter gadungan oleh Ayah Gulf sampai diusir berkali-kali setiap aku berkunjung. Sampai akhirnya Gulf heat selama 3hari berturut-turut akhirnya mereka percaya lagi kepadaku" jelas Singto panjang lebar.
Pendarahan Gulf sudah berhenti, tapi Pheromonenya belum juga hilang walau aromanya sudah semakin menipis.
"Phi....."
"Gulf! Kau sadar teman! Jangan banyak bergerak dulu. Aku mengambil air minummu dulu" Singto sangat gembira akhirnya pasien kesayangannya siuman setelah beberapa jam terlewati. Tapi, sebelum Singto pergi untuk mengambil air putih untuk Gulf, tangan lemas itu menggenggam tangan Singto.
"Phi, apakah P'Mew tadi baik-baik saja? Tadi dia pingsan Phi.. aku mendekap hidungnya hingga pingsan. Tolong... tolong tanyakan kabarnya..... phi??"
Bibir pucat itu, wajah yang penuh peluh, mata sayu dengan bekas air mata diujungnya bahkan bekas darah mimisan pun masih setia berada di hidung lancipnya. Hati Singto sangat sakit melihatnya. Tak kuasa menahan, Singto akhirnya menangis sambil menundukkan wajahnya.
"Kenapa Gulf? Kenapa disaat seperti ini kau malah masih memikirkan keadaan bajingan itu? Kenapa kau begitu baik? Disaat kau bernafas dibantu oleh oksigen dan bahkan tidak dapat bergerak tanpa bantuan orang lain, kau.. kau masih memikirkan bajingan angkuh itu. Kenapa Gulf hiks..hiks..hiks.."
Pecah sudah. Singto sudah benar-benar tegar selama ini. Selama 7 tahun dia mengikuti kondisi kesehatan Gulf tanpa menangis sedikit pun walau terkadang sedih sekali melihat Gulf yang kesakitan atau wajah kecewa Gulf. Tapi kali ini, dia ingin menangis. Sekali ini saja.
"Phi.. jangan menangis. Jika kau menangis, nanti P'Kit terbangun. Pasti P'Kit baru tidur sebentar karena kelelahan menjagaku. Phi juga pasti belum tidur kan? Aku tidak apa-apa phi... lihat? Aku sehat sekarang" Sial. Wajah pucat itu bahkan masih bisa tersenyum.
"Gulf, ku mohon.. aku akan menjadi doktermu sampai akhir hayatku. Bahkan jika kau mau, aku akan mengabdikan diriku pada keluargamu sampai aku mati. Jadi, tolong.. menikahlah dengan Mew. Jadikan dia matemu. Paling tidak, kesakitanmu akan sedikit berkurang Gulf" mata bengkak penuh air mata milik Singto seakan memohon kepada Gulf yang masih berbaring dengan lemas diatas tempat tidur.
"Hahaha, kau lucu sekali Phi, baiklah. Nanti saja kita bicarakan lagi. Aku ingin istirahat agar bisa segera pulang kerumah. Oke na?"
Mengalihkan pembicaraan merupakan keahlian Gulf sedari dulu. Tapi Singto juga tau bahwa dia tidak bisa memaksa Gulf. Jika dengan membunuh Mew bisa menyembuhkan Gulf, mungkin Singto sudah melakukannya sejak lama. Tapi pada kenyataannya, membunuh Mew sama saja dengan membunuh Gulf.
.
"Kau yakin sudah tidak apa-apa Gulf?" Kit memandang wajah mungil Gulf dengan khawatir.
"Tenang, aku baik-baik saja sekarang. Bahkan aku sudah bisa menghabiskan 10 ekor ayam hahahha"
Lagi. Gulf bercanda di saat yang tidak tepat. Sekarang mereka sudah berada di depan rumah Gulf. Singto dan Kit mengantar Gulf karena Gulf memaksa ingin pulang kerumah dengan alasan orang tuanya pasti khawatir dan bisa saja curiga.
"Ingat, jika kau mulai merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhmu langsung telfon aku. Aku selalu ada untukmu jadi jangan pernah ragu untuk menghubungiku" kali ini Singto yang berbicara dengan Gulf. Ntah yang keberapa kali dia mengingatkan Gulf untuk menghubunginya jika terjadi sesuatu.
" Siap! Hahhaa. Dan jangan pernah beritahukan kejadian hari ini dengan siapapun. Termasuk ayah dan ibuku. Kau sudah berjanji didepan P'Kit! Dan P'Kit kau sudah berjanji di depan P'Singto. Jika kalian ingkar, maka siap-siap kalian tidak akan bertemu denganku selamanya. Dah aku masuk dulu!!" Gulf pun berlari menuju rumahnya meninggalkan sepasang kekasih yang memandang kepergiannya.
.
Sampai didepan rumahnya, Gulf berusaha untuk mengendalikan deru nafasnya. Dia berlari hanya untuk dianggap 'sehat' oleh kedua Phinya. Dia tidak ingin terlihat sakit dan membuat khawatir mereka. Walaupun rasanya sekarang seluruh tubuhnya akan remuk.
"Aku pu- eh phi?"
"Dari mana saja kau selarut ini?"
.
.
.
.
.
.HOLLA FELLAS!!!
happy reading semuanyaaaaa
Jangan lupa kasih jejak ya kalo udah bacaaa
THOR WUV YOU 🧡❤💚💜💙😙
KAMU SEDANG MEMBACA
SUN
RomanceMengapa aku selalu salah? Apakah aku salah jika mencintaimu? Apakah aku salah jika aku masih mengharapkanmu? Apakah aku salah jika aku adalah aku? Bahkan, bernafas pun aku salah? Sebenarnya apa saja salahku? - Gulf Kanawut Aku hanya tidak menyukaim...