Part 4

81.9K 7.4K 43
                                    

"Udah pergi, Neng?"

Adiratna mengangguk, dan mulailah mereka mencungkil satu demi satu papan yang ada. Waktu seakan berjalan lambat karena mereka harus bekerja tanpa menimbulkan suara kemudian tanpa ketahuan hingga harus was-was.

Namun, perjuangan tak sia-sia, lima papan lepas dan Adiratna berhasil keluar. Adiratna langsung memeluk mereka erat, para wanita dan pria seumurannya.

"Terima kasih! Terima kasih banyak atas bantuan kalian!"

"Neng, ini bekal buat Eneng!" Bahkan mereka memberikan sebuah gumpalan kain yang sudah diikat hingga mudah dijadikan tas, Adiratna menangis bahagia. "Moga-moga ini cukup buat kebutuhan Eneng!"

"Ini jauh lebih dari cukup, kalian bener-bener ... semuanya ...." Adiratna tak memiliki kata-kata menggambarkan betapa berterima kasihnya ia pada mereka. "Aku janji, di kota nanti, aku bakalan sukses dan kembali di sini. Menuntut balas dan membalas kebaikan kalian, aku janji!"

"Iya, Neng! Semangat, Neng!" Mereka kembali berpelukan.

"Ya udah, Neng harus cepet, di depan udah ada mobil. Eneng ke sana hati-hati, ya!" Adiratna mengangguk.

"Pakai ini!" Salah satu dari mereka melepaskan selendang dan menjadikannya kerudung serta penutup wajah di kepala Adiratna. "Ayo, Neng!"

"Aku pergi dulu ...." Adiratna pun beranjak pergi, menuju ke depan meninggalkan mereka yang buru-buru berbaur menjauh. Ia berlari pergi tanpa melihat ke belakang, dan ia ingin berjalan ke perubahan nanti.

Di tempat kru, siang yang terik, mereka selesai syuting dan kini beristirahat makan siang dengan memakan masakan pria itu. Ayes terlihat bahagia duduk di samping ayahnya yang juga terlihat bahagia. Wanita itu juga ikut tersenyum melihatnya.

"Masakan kamu enak, ya. Aku baru kali pertama makan belut, dan keknya aku bakalan mau makan lagi," kata wanita itu memuji masakan pria itu.

"Terima kasih." Tetapi ia tak mendapatkan senyuman itu, senyuman yang hanya ia berikan pada anak perempuannya.

"Jangan makan kebanyakan, ya, Tante. Risiko koleterolnya tinggi." Dan sang anak, membuat wanita di dalam dirinya geram mendengarnya. Orang-orang yang ada di sana pun ada yang menertawakan.

"Enggak, kok, Sayang. Tante tahu." Ia tersenyum paksa.

"Papa, aku mau buah semangkanya," kata Ayes.

"Ini, Sayang." Kemesraan ayah dan anak itu seakan tak tergantikan.

Selesai makan siang, akhirnya para kru membereskan barang-barang yang ada, memastikan tak ada yang tertinggal termasuk sampah mereka sebelum akhirnya bersama van beranjak. Sementara itu, sang chef dan putrinya berada di mobil yang berlainan seorang diri.

"B ... keknya mobil kru penuh. Aku boleh ...."

Jendela ditutup oleh Ayes dan wanita itu panik, berusaha agar si pria melakukan sesuatu dari gesturnya karena tak terdengar suara di seberang sana.

"Ayesha, kamu enggak boleh begitu, Sayang." Ayahnya memperingatkan.

"Aku gak suka dia, Pa. Aku liat dia deketin Papa, aku gak suka. Pokoknya aku gak suka." Ayesha tampak berwajah kesal dan pria itu menghela napas panjang kemudian membuka jendela lagi.

"Maaf, kamu bisa ke mobil lain aja?" Mendengar perkataan itu, senyumnya sedikit meluntur.

"Ah, iya, enggak papa! Maaf, ya, Chef Brendon aku minta yang aneh-aneh." Dan kemudian, tanpa menjawab, Brendon menutup jendela kembali.

Si wanita menggeram sebal sebelum akhirnya beranjak ke mobil lain, masuk ke sana dengan dongkol.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

ISTRI NDESO MAS CHEF [Brendon Series - L]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang