Part 20

65.4K 5.4K 35
                                    

Ia mengambil beberapa jepretan ... kemudian jepretan itu ia bandingkan dengan anaknya yang masih tujuh tahun dan almarhumah istrinya ....

Detik-detik terakhir itu ....

Tangan Brendon tiba-tiba gemetar, membuat ponselnya jatuh bebas begitu saja ke lantai wadah yang mereka naiki.

"Eh, Papa kenapa?" Brendon, langsung memungut ponselnya yang baik-baik saja, napasnya sedikit memburu. "Papa?"

Brendon tersenyum ke putrinya. "Papa gak papa, kok." Ia kembali merekam, merekahkan senyumannya lebih lebar, tetapi Adiratna kelihatan khawatir dengan pria itu.

Benar-benar khawatir.

Turun dari biang lala, kini Ayesha masuk ke arena bermain mandi bola yang hanya dikhususkan untuk anak di bawah 12 tahun. Brendon dan Adiratna terpaksa menunggui di luar, duduk berdampingan sedemikian rupa.

"Kamu ingat yang kita bicarakan malam itu?" tanya Brendon tiba-tiba yang asyik merekam putrinya dari jauh. Ia menatap Adiratna yang bingung awalnya kemudian mengingat hal tersebut.

"Tu-Tuan serius ...."

"Saya enggak tahu, dan saya yakin kamu enggak siap akan hal itu." Adiratna ... entah kenapa ada sisi kecewa sementara dirinya memang tak siap. "Tapi mungkin kita bisa memulai, kamu tahu, cinta bisa datang kapan saja yang terpenting kita menjalaninya dengan sepenuh hati."

Dan sebuah pernyataan tanpa pikir panjang keluar dari mulut Adiratna. "Tuan mungkin tidak jatuh cinta pada saya jadi ingin menikahi saya, tapi Tuan jatuh cinta lagi pada istri Tuan. Karena wajah kami mirip ...."

Mendengar erangan frustrasi Brendon, Adiratna membulatkan sempurna. "Ma-maaf, Tuan ...."

"Tidak, kamu benar ...." Brendon memegang dadanya. "Saya tidak tahu dengan hati saya sendiri. Ayesha menyukai kamu, karena berpikir kamu ibunya. Itu hal yang saya tekankan, Ayesha tentu meminta lebih daripada ini, dan dengan pernikahan semua itu ...." Brendon menghentikan kalimatnya, ia menghela napas. "Intinya, Aresha sendiri menyuruh saya move on dari dia, dan saya harap Ayesha paham akan hal itu dan juga move on. Tolong, kami ingin bahagia, kita belajar menjalani ini semua ...."

Brendon menatap Adiratna yang masih tercengang.

"Biar saya belajar mencintai kamu, Ayesha mencintai kamu, dan masa lalu saya tetap masa lalu saya."

"Kalau begitu ... saya ... akan berusaha ...." Adiratna tersenyum, semoga yang dikatakan Brendon benar. Jantung keduanya berdebar sekarang dan masing-masing berharap memang ada benih-benih itu di dada mereka.

Meski kemudian, senyuman Adiratna memudar. "Tapi ... apa kebohongan ke Ayesha, akan terus berbuntut ...?"

"Kita cari waktu yang tepat, Ayesha masih terlalu ... lemah sekarang." Brendon tersenyum tipis. "Mulai sekarang, jangan panggil saya pakai embel-embel Tuan, sekalian saja manggil saya sesuai ... layaknya suami istri. Oh, dan ... jangan terlalu formal."

"Aku-kamu?" Brendon mengangguk. "Saya—a-aku bakal belajar."

"Terima kasih, Adira."

Bukan, bukan Brendon yang harusnya mengatakannya. "Enggak, terima kasih, Brendon." Adiratna tersenyum, dan Brendon berusaha tersenyum. Ia masih kesulitan tersenyum kepada orang lain.

Ayesha keluar dari arena bermain dan kini menghampiri mereka, gadis kecil itu kelihatan kelelahan dan langsung duduk di tengah-tengah mereka. Kepalanya ke paha Adira, kemudian kakinya ke arah Brendon.

"Capek, Sayang?" tanya Adiratna, mengusap kepala Ayesha.

Ayesha mengangguk, ia pula menguap.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

ISTRI NDESO MAS CHEF [Brendon Series - L]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang