Part 24

58.7K 5K 26
                                    

Namun, tak lama, Brendon mendekati wajah Adiratna.

"Omong-omong, soal anak-anak malam tadi, mereka sudah ada di panti asuhan."

"Panti asuhan?"

Brendon mengangguk. "Panti asuhan, yang aku naungi. Di sana aku menjamin semua keperluan mereka."

Adiratna tersenyum hangat. "Terima kasih banyak, Brendon."

"Tidak, terima kasihlah pada diri kamu sendiri, tanpa kamu ingatkan mungkin aku gak memperhatikan anak-anak malang tersebut." Ia menghela napas panjang. "Kamu mau mengunjungi mereka?"

"Kalau enggak keberatan ...."

"Tentu saja, gak mungkin aku nawarin, kan?" Ia kemudian menatap Ayesha, memegang bahunya. "Ayesha, mau ikut Mama sama Papa? Kita jalan-jalan lagi!"

"Ke mana?" tanya Ayesha antusias.

"Ke panti asuhan, ketemu temen-temen kamu." Mata Ayesha berbinar. Ia mengangguk. "Ya udah, siap-siap, ya." Dan kemudian ia berlari ke arah kamarnya.

Adiratna menatap Brendon. "Anu, gimana kalau anak-anak masih manggil aku Kak Ratna?"

Brendon tersenyum, menggeleng. "Mereka akan manggil kamu Bunda dan aku Ayah." Adiratna bersyukur mendengarnya.

"Ya udah, aku bantu Ayesha, ya." Dan Adiratna beranjak, menghampiri Ayesha di kamarnya, sebelum akhirnya semua persiapan dilakukan. Setelahnya, mereka pun menuju ke panti asuhan yang dimaksud, dan di sana bangunannya kelihatan sangat baik, anak-anak kelihatan bahagia, dan semua tertata rapi di bawah pengawasan anggota di sana.

"Pak Luthfian!" sapa salah seorang, wanita tua yang pakaiannya meski ala babysitter tetapi berwarna lebih gelap dari yang lain. "Bu Luthfian!" sapanya ke Adiratna.

Kaget, tentu saja, mengetahui Adiratna bahkan masih status calon.

"Eh, itu Ayes! Ayes!" teriak anak-anak, Ayesha langsung berlari bahagia ke arah mereka dan spontan Brendon dan Adiratna menyusul.

"Bunda!" sapa lagi anak-anak lain, Adiratna mengenal mereka, anak-anak jalanan itu yang kini terlihat bersih dan tak lagi lusuh.

"Ah, kalian!" Ternyata benar ungkapan Brendon, mereka memanggilnya bunda, kemudian mereka pun berpelukan dan berterima kasih satu sama lain. Brendon pun mereka panggil ayah dan mereka tak segalak di awal bertemu. Bahkan, meminta maaf setelahnya.

Adiratna kelihatan bahagia dengan anak-anak itu, dan hal itu juga membuat Brendon bahagia. Tawa dan senyuman tersebut berhasil membangunkan emosinya yang begitu lama terkubur, sebuah kebahagiaan tulus yang sulit ia bagikan ke orang lain selain Ayesha sendiri.

Sampai, ia perhatikan, senyum Adiratna perlahan memudar, ia seperti banyak pikiran.

"Kamu memikirkan sesuatu?" tanyanya khawatir.

"Ah, eng-enggak, Brendon. Enggak penting, kok."

"Penting enggak penting, kalau itu menganggu pikiran kamu, katakan saja mungkin aku bisa bantu."

Adiratna menatap Brendon sendu, ia tersenyum hangat. "Aku cuman keinget diriku di masa lalu, dan aku bersyukur anak-anak ini beruntung di tangan yang tepat. Dan ah ... aku jadi keinget kampung kelahiranku, aku kangen temen-temenku, semoga mereka sehat selalu di sana."

"Yah, mereka aman di sana, sesuai keinginan kamu juragan itu udah pergi dari kampung kalian dan aku membebaskan semua hutang mereka." Mendengarnya, Adiratna membulatkan mata sempurna. "Mereka tinggal dengan tenang sekarang, dan surat-surat tanah kamu, kamu tau sebenarnya nama kamu sama sekali enggak dibalik. Sekarang, kamu memiliki lagi. Maaf enggak memberitahu kamu, tapi aku—" Tanpa disangka, Adiratna melompat, memeluk Brendon tanpa pikir panjang.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

ISTRI NDESO MAS CHEF [Brendon Series - L]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang