Part 11

70K 6.3K 46
                                    

"Saya harap kamu gak mengada dan menghancurkan kepercayaan saya."

"Tidak akan, Tuan! Saya ... jujur dengan semua yang saya ungkapkan." Adiratna tertunduk takut.

"Yah ... saya memang melihat kejujuran di mata kamu. Omong-omong, saya Brendon Luthfian, kamu sepertinya enggak mengenal saya, kan?"

Adiratna menggeleng pelan.

"Yah, sekalipun wajah sering di layar kaca dan sosial media, enggak semua orang pasti mengenalnya. Saya chef yang lumayan terkenal, dan punya restoran di berbagai lokasi, bahkan luar negeri, dengan menu beragam serta banyak jenisnya. Ada resep khusus yang membuat masakan saya berciri khas, itu ciri khas saya."

"Wah, keren, Tuan!" Adiratna bertepuk tangan kekanak-kanakan, ia tersenyum lucu. "Kalau nanti saya jadi pengusaha sukses bidang pertanian, pertenakan, perikanan, sama perkebunan kita bisa kerja sama. Saya suplai pangan segarnya ke Tuan langsung!"

Brendon tertawa. "Yah, benar." Namun, sadar apa yang ia lakukan, pria itu berdeham seraya membuang wajah, kembali ke mode dingin. "Masih jauh tapi untuk mencapai hal tersebut, mending kamu fokus kerja dulu dan memikirkan pendidikan kamu."

"Ah, benar ...." Adiratna tersenyum kecut. "Maaf, Tuan."

"Tidak masalah, Adira."

Adira menatap Brendon yang menatapnya begitu dingin. "Kamu saya panggil Adira, oke?"

Adira mengangguk. "Enggak masalah, Tuan." Walau ia tak terbiasa, karena ia biasa dipanggil Ratna.

"Kamu bisa masak, dan melakukan pekerjaan rumah lain, kan?"

Adira mengangguk. "Iya, itu keseharian saya, Tuan."

Brendon sedikit melirik Adira, kini mereka hanya diam membisu selama beberapa saat, sampai pria itu berdeham.

"Kamu serius enggak ada relasi apa pun, dengan istri saya ... nama dia Aresha Xabiya?" Adira menggeleng.

"Saya dari kecil lahir sama ibu bapak saya, mereka meninggal pas saya masih enam tahun dan kemudian saya dirawat paman sama bibi, terus sepupu saya. Saya sama sekali gak tahu apa saya punya saudara kembar ...."

Brendon menghela napas. "Yah, memang bukan, usia kalian saja beda jauh dan gak ada kesamaan ... kecocokan DNA." Adira masih agak bingung dengan apa itu. Namun yang ia tahu, ia rasa sesuatu yang mendeteksi seseorang sedarah atau tidaknya, ia tahu DNA apa tetapi tak pernah tahu bagaimana tes DNA. "Ada sedikit perbedaan dari kalian sebenarnya, dia punya mata cokelat terang sedang kamu hitam. Hidung dia lebih lancip dan kulitnya pucat. Dia gak punya lesung pipi kayak kamu."

Adira memegang pipi kanannya yang berlesung pipi, tersenyum sendu.

"Dia wanita tercantik yang tak akan pernah tergantikan, bagi saya dan anak saya sekalipun." Brendon menyandarkan diri ke dinding. "Dia meninggal karena kanker rahim yang dia derita."

"Saya ... turut berduka, Tuan ...."

"Mm-hm ...." Brendon menghela napas panjang lagi. "Tolong jaga Ayesha sebentar, saya ingin ke seseorang untuk membuat surat perjanjian. Saya pegang dulu ini, ya."

Adira mengangguk. "Iya, Tuan." Brendon pun beranjak pergi tetapi terhenti di pertengahan jalan untuk melihat Adira yang masuk ke ruangan Ayesha ... ada perasaan aneh yang ia tepis sebelum akhirnya pria itu berjalan pergi menjauh.

Nyatanya, Ayesha mengerang pelan, si gadis terbangun, dan Adira merasa bersalah akan hal itu. "Eh, ma-maaf bikin Ayes bangun ...."

Ayesha menggeleng. "Ma, Ayes mau pipis ...."

"Ah, pipis." Adiratna terdiam melihat Ayesha bangkit, ia bingung dengan tiang yang memasukkan cairan ke suntikan yang ada di tangan Ayesha, infus. Namun, melihat roda yang ada di sana, tampaknya ia harus memegangi hati-hati.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

ISTRI NDESO MAS CHEF [Brendon Series - L]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang