Lelaki dengan netra aqua terbaring di atas kasur dengan lemah. Badannya semakin tidak berdaya begitu mengetahui kedua orang tuanya akan pulang besok siang. Kamarnya gelap, dia tidak sanggup berdiri setelah tadi berhasil mengacak-acak ruangan dapur dan ruang tamu.
Suhu badannya tinggi. Dia juga pusing, bersin, dan batuk-batuk.
Inojin Yamanaka demam. Walau suhu badannya panas, dia kedinginan. Kepalanya menoleh sedikit ke arah nakas, ponselnya sempat berdering beberapa kali siang ini. Ada pesan masuk sepertinya, tapi dia tidak bisa mengambil ponsel itu. Berat dan untuk sekedar mengambil posisi duduk saja sangat lemas. Dia juga belum makan, apalagi minum obat.
Sesekali dia membayangkan, kalau dia tidak mau menjadi seperti Hokage keenam. Hidup sendirian. Sangat tidak mau.
Inojin menghela napas berat. Tatapannya memburam. Dia berharap seseorang datang membantunya.
Baru saja Inojin mengerjapkan mata, telinganya mendengar suara langkah kaki yang berlari dari bawah menuju ke atas. Cowok itu sudah tidak peduli lagi jika maling yang datang.
Inojin menghela napas untuk ke sekian kali, begitu suara langkah kaki semakin mendekat menuju kamarnya. Dan ketika dia membuka mata, pintu kamar terdobrak cukup kencang.
Inojin Yamanaka membulatkan mata begitu mendapati Himawari berdiri membawa banyak barang bawaan di kedua tangan. Dia kemudian menyalakan lampu. Ekspresinya terkejut melihat Inojin terbaring lemah di atas ranjang.
"Kakak!" kakinya bergerak cepat, berlari mendekat. Dia menaruh telapak tangan di kening Inojin. "Kakak kenapa nggak chat aku aja kalau Kakak sakit? Aku bisa bantu, Kak. Kenapa Kakak nggak bilang kalau Bibi Ino pulangnya besok siang?" dia terus bertanya sembari membantu Inojin membetulkan posisinya menjadi duduk.
"Kak, kita ke rumah sakit ya? Kakak panas banget. Udah makan? Udah minum obat belum? Kenapa dapur sama ruang tamu berantakan banget?" Himawari duduk di sebelah Inojin.
Lelaki itu menggeleng lemah. "Lo kenapa datang? Gue bisa sendiri." Inojin bersikeras bangun dari duduk. Namun sial. Tenaganya habis, sepertinya.
Himawari menggeleng kuat. "Kakak belum makan. Badan Kakak panas. Di rumah nggak ada siapa-siapa. Dapur sama ruang tamu berantakan. Dan Kakak jadi kayak gini gara-gara kemarin hujanan kan?" kedua tangan gadis itu membantu Inojin berdiri, membantunya berjalan yang masih tertatih itu. Inojin tidak mengelak, dia menuruti. Karena sebetulnya untuk bicara saja tidak kuat.
Himawari membawa Inojin agar berbaring di sofa. Dia mengambil dua kaos kaki, kemudian memakaikannya di kedua kaki Inojin. "Kakak baringan di sini dulu ya. Aku mau ambil kompresan, sama kamar Kakak aku beresin dulu. Biar nyaman." Gadis itu tersenyum lebar seperti biasanya. Kemudian berdiri dan pergi menuju dapur.
Inojin tidak menjawab. Dia memilih memejamkan mata sebentar.
Sentuhan hangat dari kain beberapa kali menempel di dahinya. Inojin mengerjapkan mata, dan berhasil menatap netra biru Himawari yang cerah. Matanya berbinar. Mimiknya serius memerat kain basah. "Kakak udah bangun? Makan dulu, yuk." gadis itu menyapa dengan senyum hangat, dia kemudian mengambil mangkuk kecil yang berisi bubur.
KAMU SEDANG MEMBACA
InoHima | 10 Days I Love You
Diversos"Kak Inojin, mau jadi pacar aku nggak?" *** Himawari Uzumaki mencintai seorang Inojin Yamanaka yang begitu disukai banyak orang. Dirinya tahu, mencintai seseorang seperti Inojin dengan sikap cenderung 'tidak peka' dan peduli adalah rasa sakitnya. Ta...