Bagian Dua.
Khansa telah selesai salat duha. Dan kini, ia tengah memakai sepatunya. Namun, ia terkesiap kala mendengar pengumuman yang disampaikan melalui pengeras suara yang berada di dekatnya.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Diberitahukan kepada seluruh siswa dan siswi tanpa terkecuali. Hari ini, kalian pulang lebih awal dikarenakan seluruh guru akan mengadakan rapat. Jadi sekarang, kalian boleh pulang ke rumah masing-masing. Sekian terima kasih. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Dalam hati, Khansa menjawab salam itu dan mengucap syukur. Setelah selesai memakai sepatu, Khansa tak langsung kembali ke kelas untuk mengambil tas. Ia memilih menunggu. Karena ia tak mau berdesak-desakan dengan siswa dan siswi lain.
Sepuluh menit berlalu, Khansa pun mulai melangkah menuju kelasnya. Seketika perasaannya menjadi tak enak ketika ia melihat beberapa siswi yang sekelas dengannya, masih berada di dalam kelas.
Mengabaikan beberapa siswi yang tertawa entah karena apa, Khansa langsung menuju ke tempat duduknya dan membereskan buku-bukunya.
Merasa ada seseorang yang datang, Khansa mengangkat pandangannya. Ia melihat seorang laki-laki yang masuk ke dalam kelas dengan seragam basket yang melekat di tubuhnya. Laki-laki itu bernama Gilang Reygantara. Namun dengan segera, Khansa kembali fokus membereskan buku-bukunya.
Astaghfirullah Khansa, sadar! Zina mata!
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba saja Khansa merasa dirinya ditatap. Dan di saat-saat seperti inilah Khansa merasa berkeringat dan jantungnya berdetak lebih cepat. Bukan. Bukan ditatap oleh Gilang yang tadi ia tatap tak lebih dari tiga detik itu. Tetapi dari para siswi kelasnya. Sayangnya, tempat duduk Khansa berada di barisan paling jauh dari pintu.
Bismillah.
Khansa berjalan menuju keluar kelas. Namun, saat ia berada di depan kelas, ia dihadang oleh beberapa siswi yang ada di kelasnya. Tak sedikit diantaranya tampak tersenyum remeh. Dan kini, Khansa tak hanya merasa berkeringat dan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat. Tetapi ia juga merasa pusing dan gemetar.
"Mau ke mana lo?"
Khansa hanya diam dan tak berniat untuk menjawab.
"Gak tau diri!" sindir salah satu siswi. Dia bernama Bella Nesandra.
Siswi lain yang bernama Angela Anatasya maju satu langkah. "Berani banget ya lo, ngotorin seragam doi gue."
Melihat Khansa yang masih saja diam, membuat Angela naik pitam.
"Lo tumpahin es kopinya Alka ke bajunya!"
Sebuah tamparan keras dari Angela mendarat di pipi kanan Khansa. Sebisa mungkin, Khansa menahan diri untuk tidak menangis. Sekilas, Khansa melihat Gilang menatapnya sebentar lalu pergi begitu saja. Sedikit rasa sakit hinggap di hati Khansa.
"Ingat! Lo itu cuma beruntung bisa sekolah di sini!" teriak Angela. Setelahnya Angela, Bella, dan beberapa siswi lain pergi begitu saja meninggalkan Khansa sendirian di dalam kelas.
Khansa menatap kepergian teman-teman sekelasnya, seraya tersenyum tipis. Perlahan, setetes air mata membasahi pipinya.
Khansa tersenyum seraya menangis.
"Kuharap suatu saat ... akan ada yang peduli padaku."
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Segala Dalam Diam [END]
Spiritual[LENGKAP] ______________________________________________________________ "Gue cinta sama lo, Al." "Aku menyuruhmu untuk mencintai Allah, Gi. Bukan mencintai aku." "Gue tahu. Tapi rasa ini perlahan tumbuh dengan sendirinya, Al. Lo mau j...