Bagian Sembilan Belas.
Tiba-tiba saja Gilang memikirkan Khansa. Semua kejadian yang pernah mereka lalui bersama, kini terputar di pikirannya. Gilang kembali merasakan debaran itu ketika Khansa berjalan masuk ke dalam kelas. Debaran berbeda yang sudah lama tak ia rasakan. Dan kini, beberapa pertanyaan terus terlintas di pikirannya.
Apakah ini cinta?
Apakah philophobia yang ada di dirinya sudah hilang?
Gilang mengusap wajahnya dengan kasar. Saat ini, ia tak boleh memikirkan hal lain. Ia harus fokus untuk pertandingan basket antar kelas dua belas. Yang katanya, pertandingan itu diadakan agar suatu saat dapat dikenang bersama.
"Gi?"
Suara itu membuat Gilang terkesiap. Semua pemikiran-pemikirannya yang tak menentu, hilang begitu saja.
"Eh? Iya, Al?"
"Kamu gak ke lapangan? Sebentar lagi kan pertandingannya dimulai. Kayaknya yang lain sudah ke lapangan duluan deh, " ujar Khansa.
Gilang mengangguk salah tingkah. Ia terlihat bingung dengan apa saja yang akan dibawanya ke lapangan. Khansa menggelengkan kepalanya pelan sembari menghela napas.
"Sini, aku bawakan airnya!" Tanpa menunggu, Khansa langsung mengambil botol air mineral yang ada di meja Gilang.
"Yuk!"
Patuh. Gilang langsung berjalan di samping Khansa menuju lapangan basket sekolah. Dan debaran itu semakin menggila.
Sepertinya ini memang cinta.
| Segala Dalam Diam |
Saat ini, pertandingan final sedang berlangsung. Skor masing-masing tim seri. Dan jika tim Gilang berhasil menambahkan poin, maka kelas Gilang akan menang.
Alka memantulkan bola basket dengan lincah. Kini, ia terkepung oleh dua orang tim lawan. Alka mencari timnya yang bebas dari lawan. Dan tatapan Alka terhenti pada Gilang yang mengangguk yakin.
"Hey!"
Dua orang tim lawan yang mengepung Alka, kini terfokus pada Gilang yang berteriak. Dengan cepat, Alka memanfaatkan kesempatan dengan melempar bola basket di tangannya pada Gilang yang ditangkap dengan baik oleh laki-laki itu.
Gilang pun mengambil langkah lebar. Ia melompat dan memasukkan bola ke dalam ring.
Sorakan kemenangan dari kelas XII IPS 2 terdengar begitu nyaring. Pertandingan basket antar kelas dua belas telah berakhir. Seluruh siswa dan siswi kelas XII IPS 2 pun berhamburan memenuhi lapangan basket untuk merayakan kemenangan kelas mereka.
Khansa mengagumi Gilang dalam diam. Ia tersenyum melihat kebahagiaan teman-temannya. Terutama Gilang yang tampak tersenyum lebar sebagai respons yang ia berikan saat teman-temannya memberikan ucapan selamat.
"Khansa!"
Suara itu membuat Khansa yang hanyut dalam kekagumannya terhadap Gilang, hilang seketika. Khansa langsung mengubah ekspresi terkejutnya menjadi ekspresi bahagia sekaligus bangga.
"Congratulation! Kamu hebat Gi." Khansa tersenyum seraya menyerahkan botol air mineral milik Gilang yang tadi ia bawa.
"Thank you, Aleandra."
Di sisi lain, ada hati yang lagi-lagi terluka karena orang yang sama. Dia adalah Alka. Laki-laki itu tersenyum tipis seraya menatap gelang yang terpasang di pergelangan tangan kanannya.
Semoga lo bahagia bersamanya, Khansa. Gue melepas lo dengan ikhlas. Dan gue akan berhenti mencintai lo dalam diam. Gue janji, akan menghapus rasa ini.
Rasa yang tak seharusnya gue miliki.
| Segala Dalam Diam |
Kini, kelas telah sepi. Hanya tersisa Khansa dan Gilang yang berada di dalam kelas. Ketika Khansa sudah bersiap untuk berjalan keluar kelas, Gilang tiba-tiba berbalik dari tempat duduknya, dan duduk di kursi di sebelahnya yang tak lain adalah kursi yang biasanya ditempati oleh Ezra.
"Al?"
Khansa kembali duduk di tempat duduknya. "Iya, Gi?"
"Gue .... Mau ngomong jujur dan serius."
"Oh, boleh, silakan."
Gilang menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan.
"Gue cinta sama lo, Al."
Hanya lima kata, namun mampu membuat Khansa bungkam seribu bahasa. Di sisi lain, perasaan senang karena Gilang juga merasakan hal yang sama, tetap ada.
"Tapi ... aku menyuruhmu untuk mencintai Allah, Gi. Bukan mencintai aku." Hanya itu yang bisa Khansa ucapkan sebagai respons.
Gilang menghela napas kasar. "Gue tahu. Tapi rasa ini perlahan tumbuh dengan sendirinya, Al. Rasa ini menyadarkan gue, kalau philophobia dalam diri gue, bisa gue lawan, Al."
"Lo mau jadi pacar gue?"
Khansa sangat terkejut. Namun perlahan, ia tersenyum miring. "Aku gak mau!" jawabnya dengan tegas.
"Kenapa, Al?"
"Karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰۤى اِنَّهٗ كَا نَ فَا حِشَةً ۗ وَسَآءَ سَبِيْلًا
Wa laa taqrobuz-zinaaa innahuu kaana faahisyah, wa saaa'a sabiilaa.
"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 32)."
"Tapi ...."
"Kamu bilang, kamu mencintai aku. Iya, kan?" Khansa memotong ucapan Gilang dengan cepat.
"Ya!" Gilang menjawab pertanyaan Khansa tanpa keraguan sedikitpun.
"Aku menyukai laki-laki yang baik. Apakah kamu adalah laki-laki baik?" tanya Khansa.
"Tentu saja."
"Bohong. Laki-laki yang baik tidak mungkin mengajak perempuan yang dicintainya untuk berbuat maksiat." Khansa berjalan cepat meninggalkan Gilang sendirian di dalam kelas.
"I love you, Al."
Sebuah kalimat yang dilontarkan Gilang membuat Khansa seketika menghentikan langkahnya di depan pintu kelas. Namun ia tak berbalik. Khansa tak sanggup karena ada air mata yang siap ditumpahkan.
"Semanis apapun gombalan seorang lelaki, akan kalah dengan kalimat yang ia ucapkan ketika menjabat tangan ayah dari perempuan yang dicintainya."
Bersambung ....
A.N : Assalamu'alaikum semua! Tes kepekaan pembaca. Kalimat apa ya kira-kira yang dimaksud Khansa? Hehe.
Sampai jumpa di next part! Assalamu'alaikum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segala Dalam Diam [END]
Spiritual[LENGKAP] ______________________________________________________________ "Gue cinta sama lo, Al." "Aku menyuruhmu untuk mencintai Allah, Gi. Bukan mencintai aku." "Gue tahu. Tapi rasa ini perlahan tumbuh dengan sendirinya, Al. Lo mau j...