Segala Dalam Diam : 20

603 83 23
                                    

Bagian Dua Puluh.

Setelah Gilang menyatakan perasaannya beberapa hari lalu, Khansa terlihat mulai menjauhinya. Sebenarnya, ini yang Gilang takutkan. Perubahan sikap Khansa setelah ia mengutarakan isi hatinya.

Dan sekarang, Gilang tak tahu harus apa.

Tiba-tiba saja ada seseorang yang membuka pintu kamarnya dengan keras hingga menimbulkan suara yang cukup nyaring. Gilang yang sedang berbaring di atas kasur dan memandang langit-langit kamar pun seketika mengubah posisi menjadi duduk dan menoleh ke arah pintu.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh! Hey, hey, hey! Nara datang menemui saudara kembarnya yang sedang resah dan gelisah."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Gilang kembali berbaring di atas kasur. Namun kini, ia menutup wajahnya dengan bantal.

"Eh? Lo nangis nih pasti?" tebak Ghina dengan mata yang berkaca-kaca.

Tak ada respons apapun dari Gilang. Dengan segera Ghina menghampiri Gilang, dan duduk di samping adik kembarnya.

"Jangan nangis dong ... lo kenapa? Bilang ke gue sini."

Lagi-lagi tak ada respons. Ghina yang sudah meneteskan air mata pun merebut paksa bantal yang menutupi wajah kembarannya. Refleks, Gilang yang ingin merebut kembali bantalnya pun bangun dan mengubah posisinya menjadi duduk. Saat itu juga Ghina melempar asal bantal di tangannya dan memegang kedua pipi Gilang.

"Jangan nangis. Gue ada di sini."

Gilang yang sudah tak tahan memendam semua yang ia rasakan sendirian pun memeluk Ghina dengan erat. Air matanya mengalir begitu deras. Hatinya memang terluka. Perasaannya memang hancur berkeping-keping. Namun di sisi lain, ia rindu. Sangat-sangat merindukan momen seperti ini.

"Lo bisa memeluk gue kapanpun yang lo mau. Kalau lo butuh bantuan, gue akan selalu ada untuk lo. Dan ... lo harus ingat, kalau lo bisa menceritakan apapun ke gue."

"Walaupun kita kembar, tapi ada beberapa hal yang lo rasakan ... gue gak bisa rasakan."

"Jadi, lo kenapa?"

Gilang menarik napas dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Ia melepaskan pelukannya dari Ghina, lalu tersenyum tipis.

"Aleandra menjauh. Dan itu semua karena gue."

"Bagaimana bisa?"

Dan pada akhirnya, Gilang menceritakan semua kejadian beberapa hari lalu, tanpa ada yang dikurang ataupun ditambah.

"Al?"

Khansa kembali duduk di tempat duduknya. "Iya, Gi?"

"Gue .... Mau ngomong jujur dan serius."

"Oh, boleh, silakan."

Gilang menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan.

"Gue cinta sama lo, Al."

"Tapi ... aku menyuruhmu untuk mencintai Allah, Gi. Bukan mencintai aku."

Gilang menghela napas kasar. "Gue tahu. Tapi rasa ini perlahan tumbuh dengan sendirinya, Al. Rasa ini menyadarkan gue, kalau philophobia dalam diri gue, bisa gue lawan, Al."

"Lo mau jadi pacar gue?"

Khansa terlihat sangat terkejut. Namun perlahan, ia tersenyum miring. "Aku gak mau!" jawabnya dengan tegas.

"Kenapa, Al?"

"Karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰۤى اِنَّهٗ كَا نَ فَا حِشَةً ۗ وَسَآءَ سَبِيْلًا

Segala Dalam Diam [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang