Bab 13 - Vee

5.6K 620 41
                                    

Pilihan itu hanya satu yang menang, berdampak pada sakit yang tak karuan. Yin dan War melewati hari bak neraka. Tak ada kata tak ada tindakan. Mereka diam seperti tak mengenal. Saling tak acuh membuang muka. Bukan ingin mereka, tapi emosi yang lebih memaksa. Mereka sama tersiksa, ingin saling memadu kata dan berbagi romansa.

Hari-hari setelah malam itu, mereka melakukan aktivitas seperti biasa. War masih memasak dan memperhatikan Vee. Yin, dia masih sibuk dengan aktivitas kerja. Namun, kini tak ada Yin yang mengantar jemput War. Tidak ada tidur bersama dalam satu ruang. Dan tidak ada langkah saling menggoda. Bahkan saat Yin masuk ke kamar mereka pun untuk sekedar mengambil pakaian atau barang lain, mereka benar-benar tak bertegur sapa. Semua hampa, seperti sedia kala.

Minggu yang biasa mereka nanti untuk menikmati kebersamaan, untuk saat ini menjadi hari yang tak ingin War temui. Hari di mana Yin dan Vee hendak mengunjungi entah siapa yang menjadi faktor pertengkaran Yin dan War. War sedari pagi tidak keluar dari kamarnya. Dia hanya meringkuk di atas tempat tidur. Menenggelamkan diri pada selimut tebal. Memejamkan mata berharap hari ini akan cepat berlalu. War tidak peduli dengan tanggungjawabnya dengan Vee. Untuk saat ini saja, War ingin benar-benar menenggelamkan diri.

Sebuah pergerakan datang ke arah ranjang. Seseorang masuk bergabung dalam selimut. Tubuhnya menempel War, tangannya menjangkau pinggang War yang nyatanya tidak sampai. Wangi khas menyeruak ke hidung War. Gumaman kecil memanggil nama War.

War tidak membalas panggilan atau pun pelukan itu. Dia ingin, tapi ragu. Sekali lagi, suara kecil itu memanggil nama War.

"Phi War." Vee ingin War merespon semua kata atau tindakan Vee. Tapi yang didapatkan tidak tak ada apapun.

Vee tahu, sangat tahu apa yang terjadi. Dia tidak marah kepada War ataupun Yin, sungguh. Vee menyalahi diri sendiri, pertengkaran itu karena dia, pikirnya.

"Phi War. Vee ingin Phi War bangun melihat Vee. Apa Phi War marah dengan Vee?" Suara Vee terdengar lemah.

War membuka matanya. Dilihat Vee yang masih betah menempal pada tubuhnya. Vee telah rapi mengenakan setelan jas hitam. War tersenyum miris. Apa mereka akan menikmati waktu spesial juga? Kenapa harus dengan setelan rapi seperti ini?

Pikiran War kembali sadar, ketika Vee mengatakan kalimat lainnya. "Phi War ikut, ya?"

Bagaimana mungkin War masuk dalam lingkaran pertemuan spesial mereka? Bahkan Yin saja enggan mengajaknya di awal.

"Daddy sudah setuju. Jadi ayo bersiap-siap."

Wong tetaplah Wong, tidak bisa ditolak, tidak bisa dibantah. Vee menarik lengan War dengan kekuatan penuh khas anak kecil. Setelah berhasil turun dari tempat tidur, Vee membawa War menuju kamar mandi, mendorong tubuh malas War. Sesudahnya mereka berada di wardrobe, memilih setelan pakaian yang hendak digunakan War. Sama seperti Vee, Vee memilihkan War setelan jas hitam.

Ketika mereka keluar dari kamar tidur, War mendapati Yin yang sudah siap dengan setelan jas hitam dan kemeja hitam pula. Rambut ia sisir rapi kebelakang. Kakinya menyilang menunjukkan kekuasaannya. Pandangannya sibuk menelusuri baris data pada layar tabletnya. Sial, sangat tampan. Buru-buru War mengenyahkan terpesonanya dia melihat Yin. War masih marah. Ya masih marah dengan Yin.

Setelah atensi Yin terpanggil oleh Vee, Yin menyimpan tabletnya. Berjalan terlebih dahulu tanpa senyum atau bahkan bertegur sapa. Sampainya mereka di parkiran, War ragu akan duduk di mana. Haruskah ia memilih di belakang? Tapi itu tidak sopan. Akhirnya War memilih di belakang. Dia tidak ingin perjalanannya di warnai kesuraman. Saat hendak membuka pintu belakang, mata Yin mendelik ke arah War. Seakan mengatakan 'apa yang kamu lakukan? Aku bukan sopir mu!'.

Nyali War menciut. Dia menghentakkan kakinya, membawa Vee untuk duduk dalam pangkuannya. War butuh penghilang suasana menyebalkan. Membuka tutup pintu depan mobil kasar. Yin yang melihat hanya mendesah.

Hot Daddy and Babysitter || YinWar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang