Tangan kiri War menggampai angin. Tangan satunya War kini ditarik Yin paksa. Mereka saling tarik menarik berlawanan arah. Tubuh War bak lem super menempel bumi. Kepalanya menggeleng dan wajahnya menampilkan raut memelas.
Vee hanya menjadi penonton Daddy dan Papa-nya, dengan sebungkus keripik kentang pada pelukan erat.
Beruntung Bandara tidak begitu ramai, tempat mereka sekarang ada di ruang VIP. Jika tidak, pasti akan menjadi tontonan orang-orang dan sumber berita para wartawan, dimana Presdir Wong yang terkenal pemaksa kini sedang menunjukkan aksinya.
"Aku tidak siap, Dad..." Rengek War.
"Mumpung aku juga ada agenda di Hongkong, baby. Kita tidak tahu kapan lagi ada waktu ke sana." Bujuk Yin.
"Tidak-tidak. Saat Dad sibuk dengan kerjaan di sana, pasti aku ditinggal. Oh aku akan mati ketakutan." Kepala War menggelengkan dengan khayalan yang belum tentu.
Tekkk
"Awwww~"
Yin menyentil dahi War membuat sang empu kesakitan. War menggosokkan dahinya yang memerah. Bibirnya mengerucut lucu.
Yin lekas membawa War mendekat. Meniup dahi kemudian mencium dimana ada bekas memerah.
"Kamu percaya padaku?"
"Hm." War bergumam.
"Maka aku membuat itu baik-baik saja."
"Janji."
"Aku usahakan."
Yin, War, dan Vee menempuh perjalanan selama kurang lebih 2 jam 40 menit. Selama di perjalanan tak hentinya War mengoceh ketakutan. Bukan karena ketinggian pesawat, tetapi tentang orang yang akan mereka temui di Hongkong.
Sesampainya di Hongkong, mereka di jemput oleh sopir keluarga Wong. Lagi perjalanan ini seperti War hendak menuju pengadilan. Rasa takut dan khawatir bercampur.
Mansion keluarga Wong di Hongkong terlihat dimata mereka. Para pelayan menyambut tuannya dengan hormat. Barang bawaan mereka sudah dibawa oleh pelayan ke masing-masing kamar tidur. Di sini mereka akan tertidur terpisah. Yin dan Vee yang memang sudah memiliki kamar sendiri, sedang War menempati kamar tamu. Karena tidak mungkin Yin dan War menempati kamar yang sama untuk saat ini.
Mereka menuju taman belakang. Di mana sudah ada wanita paruh baya duduk pada gazebo sembari merangkai bunga-bunga.
"Nenekkk." Teriak Vee, berlari ke arah sang nenek. Neneknya menyambut pelukan Vee. Mereka berbicara tentang melepas rindu.
Mata wanita paruh baya itu sekarang mengarah kepada Yin dan War. Dia tersenyum kecil khas wanita terhormat.
"Halo, Mama." Yin membungkuk untuk memeluk dan mencium pipi ibunya.
"Halo, Nyonya." War memberi wai khas orang Thailand, di balas dengan anggukkan sopan.
Mereka menikmati makan siang yang sudah disediakan. Sebelum sebuah panggilan datang untuk Yin dari Papa-nya yang berada di perusahaan agar Yin segera ke perusahaan.
Selepas Yin pergi, Nyonya Wong mengusulkan agar War dan Vee untuk membersihkan diri dan mengambil waktu istirahat. Sore mereka bangun, Yin belum kunjung kembali, bahkan saat makan malam pun belum.
War sebenarnya merasa sungkan dan canggung. Dia lebih banyak diam, bersikap layaknya pengasuh untuk Vee. Untungnya Vee bisa di ajak kerjasama. Selama di sana Vee memanggilnya Phi War bukan Papa.
Waktu tidur, Yin masih belum juga kembali. War memilih tidur di kamar Vee dari pada di kamar yang disediakan untuknya. Ketika mata hampir terlelap, sebuah tangan melingkar tubuhnya dari belakang. Wangi khas seseorang yang dinanti menyeruak hidung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Daddy and Babysitter || YinWar [END]
FanfictionYin Anan Wong, 28 Tahun, seorang CEO. Mempunyai gelar "Hot Daddy" dengan seorang putra. War Wanarat Ratsameerat, 22 Tahun, seorang mahasiswa tingkat akhir yang harus bekerja sebagai "Babysitter" seorang anak dari CEO. "Dilarang menggoda dan tergoda"...