Lagi ikut lomba #writingyourmomentous2020
Gimme' a star, fellas. ^ω^
Happy reading!
**
Setiap langkahnya penuh percaya diri, bunyi peraduan antara lantai dan tapak pantofel mahal terdengar, di sisi kanan dan kiri dua gadis cantik mengekori, tak kalah pongah dan centil, baju yang ketat dan rok yang entah kenapa menjadi pendek ketika dipakai oleh ketiga gadis itu atau mereka terlalu cepat tinggi, atau bukan keduanya.
Gadis bernetra hijau kebiruan menghentikan langkah, bak seorang pemimpin yang setiap tindakannya akan diikuti oleh pengikutnya, kedua gadis di sisi kanan dan kirinya pun melakukan hal yang serupa.
"Catch her."
Sesuai perintah si pemilik netra hijau kebiruan, kedua gadis cantik itu lekas bergerak, mengincar seseorang yang mereka cari. Siapa?
Dia ... Lollita.
Seorang gadis yang kaya raya, namun menyembunyikan identitas aslinya agar orang-orang tidak mendekatinya karena harta. Melainkan benar-benar ingin menjadi teman. Selayaknya si female lead dalam cerita dan jadi cerita harem. Helena diperebutkan oleh beberapa cowok terkenal di SMA Andromeda.
Pertama, Wyn Bernard. Seorang male lead dalam kisah ini. Cowok berhati pinky dan humoris. Senyum yang dimiliki pria bermata amber ini sangat menawan, maka sangat mudah untuk mencintainya. Sayangnya, Wyn merupakan cowok tidak peka. Buktinya, ia tahu Lollita dibully saat sehari sebelum Friska meninggal. Huh, ini tidak peka atau tidak tahu lingkungan sekitar, sih?
Kedua, Nardo Rauland. Cowok dingin bermata elang ini selalu menjadi pelindung Lollita. Salah satu cowok pembenci Friska garis keras selain Alvin. Kenapa? Karena Friska selalu melukai Lollita-lah. Mana ada seorang cowok membiarkan wanita yang ia sukai dilukai oleh orang lain?
Ketiga, Hoshi Ivander. Cowok humoris diluar, namun berdarah dingin bila orang yang disayanginya terluka. Sayangnya, Hoshi adalah sepupu Friska. Hubungan mereka sangatlah buruk. Saking buruknya, Hoshi-lah yang membuat Friska tenggelam di danau. Kejam.
"Wah, gue harus membuat tobat si antagonis!" cetus Friska. Toh, dia mengatakan dirinya sendiri. Coretan dalam sebuah buku menjadi penunjuknya kini.
Lalu, kenapa Friska nantinya dibunuh? Ya, untuk memerdekakan kehidupan si female lead dan karma untuk gadis bermata biru kehijauan itu. Dosa Friska sangatlah besar.
Jadi, bagaimana cara memperbaiki kehidupan si antagonis ini? Friska mengetuk-ngetukkan jari ke dagu. Seolah ada lampu muncul di dekat kepalanya, Friska menjentikkan jarinya.
"Ah, iya. Friska pernah diselamatkan oleh seseorang. Meski ... sekedar memberikan bantuan berupa tangga untuk kabur dari sekolah." Friska berjalan bolak-balik. "Aish, gue lupa siapa namanya. Kenapa gue bisa lupaa?" geram Friska.
Friska kembali berbicara sendiri. Tungkainya masih berjalan. "Kalau begitu. Beberapa hari dari sekarang. Gue akan ketemu dia 'kan?" langkahnya terhenti. "Iya. Gue pasti ketemu dia!"
**
Bisik-bisik terdengar bukan seperti bisik-bisik. Justru, sangat berisik. Bagaimana tidak? Pada hari pertama ke sekolah setelah malapetaka yang ditimpa Friska, kedatangannya sekarang ke sekolah jadi hal yang paling menakutkan. Namun, bisik-bisik berisik ini didatangkan dari senyuman manis terpatri di bibir gadis itu. Jarang sekali itu muncul dan lihatlah sekarang. Semua orang berdecak kagum dengan lengkungan sabit yang mangkir di bibir merah mudanya.
Para siswa saja hampir bersiul merayu, jika tidak ditegur oleh kawan mereka lainnya. Takut-takut jika senyuman itu akan jadi penampakan terakhir mereka di dunia ini.
Mendadak, langkah Friska berhenti. Semua orang kontan menahan napas. Dengan mata polos, Friska bertanya pada seseorang laki-laki yang terlihat normal baginya, sebab hanya dia yang mengacuhkan pesona Friska hari ini.
Friska memegang lengan cowok itu. Siswa-siswi disana praktis berjengit kaget. Mengira-ngira Friska akan menyiksa cowok itu.
"Hei," bisik Friska. Suaranya begitu pelan, "apa lo tahu dimana kelas gue?"
Cowok itu mengangkat kepalanya, sedikit terkejut dengan Friska di hadapannya, segera ia lepaskan earphone yang melekat di telinga.
"Sori, lo bi-bilang apa?"
Friska tersenyum kikuk. Tidak menyangka cowok yang ia ajak berkomunikasi di sekolah untuk pertama kalinya setampan ini, kenapa bukan dia yang menjadi seorang Alvin? Friska rela akan memperjuangkan kembali mantannya itu.
"Ehm ..." Friska meremas ujung roknya, "lo tau kelas gue dimana, gak?" cengirnya.
Praktis, sepasang mata cowok earphone itu membulat. "Lo amnesia?"
"E-eh?" Friska linglung kala ditatap lekat oleh mata cowok itu.
"Kebetulan kita sekelas. Ayo, ikutin gue," titahnya segera berjalan menuju kelas.
Belum genap langkah kelima, cowok itu berhenti. "Lo ... beneran amnesia?"
Aih, kalau gue jujur, gue bukan Friska aja emang lo percaya? Rutuknya dalam hati.
"Mungkin. Karena beberapa hal yang mudah dilupakan itu jadi hilang dan buat gue amnesia," alibi Friska.
Cowok earphone itu mengangguk paham. "Ah ... termasuk membully?"
Kenapa cowok dihadapannya ini banyak bertanya? Friska susah untuk menjawab, karena dia masih belum terbiasa untuk mudah berkomunikasi dengan orang lain. Dia hanyalah Friska berjiwa Atha. Ia mudah dilanda panik. Layaknya sekarang, bulir keringat jatuh di pelipisnya yang beberapa menit yang lalu masih kering.
"Mungkin." Friska tersenyum sebagai jawaban. "Karena, kayaknya kepala gue terbentur. Bisa jadi juga, saraf gue ada yang putus. Soalnya ..." Friska berjalan lebih dulu dari cowok itu, lalu berhadapan dengan cowok earphone, senyum manisnya tak pudar. Ia harus meyakinkan seseorang. Meski seseorang, ini pasti bisa mengubah jalan cerita 'kan?
"Gue alergi mem-bully."
Permainan dimulai!
**
Wkwk. Udah lama stuck di lapak ini karena fokus ke challenge sebelah. Mohon doanya yaaa, supaya bisa ada kata END di lapak ini sebelum akhir tahun. Aamiin.
Love u all!
Cometria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ups, I Became A Mean Girl [ SELESAI]
Dla nastolatków#WYM2020 Bagaimana bisa korban bullying mendadak jadi tukang bully? Tapi itulah yang di alami Kanatha Rahayu atau kerap di panggil Atha itu. Gadis berumur 17 tahun dengan label kutu buku yang tak pernah lepas, selalu menjadi santapan bullying di sek...