Bab 9: Batas yang Tak Bisa ...

3.5K 413 9
                                    

Friska menangis dalam diam. Dia tak sanggup melihat darah meski darah itu miliknya sendiri. Tangannya sangat sakit. Matanya terpejam kuat karena takut melihat darah dan pisau menembus telapak tangannya. Wyn—si male lead novel kesukaannya ini selain tidak peka, dia juga pahlawan kesiangan yang sebenarnya. Air mata gadis itu tidak bisa berhenti. Dia  ... takut. Meski, Wyn telah membawanya keluar dari ruang ganti cewek dan menyelamatkan Lollita. Ketakutan Friska sangat kuat hingga lagi-lagi tubuhnya bergetar hebat, keringat dingin merembes dari kulitnya, dan wajah memucat seputih kertas.

"Friska ... buka mata lo, sekarang." suara lembut seseorang tak asing dari pendengarannya. Kontan, gadis itu membuka mata, meski kabur—efek air mata yang tak berhenti.

Tubuh gadis itu kian bergetar hebat. Pandangannya hanya abu-abu. Derai tangis Friska mengeras.

"Look at me, Ka." Friska tetap teguh memejamkan matanya. Gelap.  Ia suka gelap. "Gue ... Alvin. Tenang, gue ada bersama lo jadi gak perlu takut dan buka mata lo. Okay? Kita ke rumah sakit sekarang."

Merasakan hangatnya tangan Alvin yang melingkupi sebelah tangan yang tidak tertembus pisau, mata Friska terbuka meski sangat perlahan. Alvin tersenyum melihat itu. Bujukannya  berhasil.

Beda sekali dengan seorang pemuda dengan pandangan mata menggelap ke arah Friska—Ghazi—cowok itu justru tengah dilanda pergolakan batin dengan dirinya sendiri dan kehidupan yang ia jalani sekarang. Kenapa sekarang Ghazi benar-benar tidak bisa mendekati Friska? Padahal jarak terbentang darinya dan Friska. Hanya sebatas 30 sentimeter saja. Dan, disaat gadis itu ketakutan ... Ghazi tidak bisa memenangkannya.
Persis seperti dulu.

Cowok bermata teduh sewarna kayu itu mendengkus tertawa. Ya, dulu.

**

Bingung.

Satu hal yang dirasakan oleh Alvin kini. Entahlah, sulit sekali Alvin mengetahui perasannya akhir-akhir ini setelah melihat perubahan drastis dari Friska selepas kejadian buruk yang ditimpa gadis cantik itu.

Alvin tidak bisa membencinya. Namuh, dia juga tidak menyukai Friska. Lalu, perasaan apa yamg ia alami sekarang? Sungguh, masalah perasaaan benar-benar menguras isi kepalanya. Jika menyukainya ... apakah itu benar? Semenjak mereka berpacaran dulu, Alvin hanya kagum padanya. Kini pun, perasaan baru kembali hadir. Dia. .. kesal saat menemukan Friska semenderita ini oleh orang lain. Ditambah lagi seseorang yang asing yang hadir di hadapannya kini.

Alvin tidak mengenali cowok itu. Dia ialah Ghazi. Cowok yang menatap Friska seolah-olah gadis bermata biru kehiajuan itu miliknya dan mata teduh itu berubah tajam tatkala sepasang maniknya beradu dengan Alvin. Alvin pun membalas tatapan cowok itu tak kalah sengit.

Tak peduli dengan tatapan Ghazi,  Alvin menggendong Friska. Hal itu tak luput dari pandangan Ghazi. Jujur, tatapan menusuk cowok itu sangat menyeramkan. Hawa yang datang dari cowok itu pun begitu mencekam. Begitu misterius dan kelam. Andai tatapannya seperti pisau maka punggung Alvin telah tertusuk berkali-kali sekarang ini. Memikirkan itu membuat cowok itu berkeringat dingin.

"Friska ... bertahanlah." Alvin berkata lirih.

Sementara si gadis berusaha untuk tidak kehilangan kesadarannya. Sayangnya, gelap memang menjadi teman baiknya.

**

Sesampainya di rumah bernuansa yunani dengan interior klasik itu, Alvin masuk tanpa perlu mengucapkan salam dan langkah cowok itu tergesa-gesa.

Alvin berhenti di sebuah taman pribadi milik putri semata wayang keluarga. Yap, dia adalah Anggi.

Gadis itu dengan anggun meletakkan cangkir teh ke tatakannya. Kepalanya menengadah, menatap gurat wajah Alvin yang semakin tampan apalagi saat dia kesal. Anggi sangat menyukai itu.

"Apa yang membawa lo kemari?" tanya Friska. Gadis itu menyilangkan kaki jenjangnya. "Oh, mantan lo itu? Ck. Lo gak ingat perjanjian kita? Lo gak ingat tujuan kita, Vin? C'mon. You hate her. You really hate her." wajah gadis itu seketika berubah mengerikan. Matanya menajam dan wajah kelam.

"Kita udah berniat untuk bunuh dia, Vin. Don't forget it. Atau...  nyawa dia akan gue ambil lebih cepat Karena sikap aneh lo akhir-akhir ini?" gadis sadis itu mengancam.

Sementara Alvin masih menatap Anggi datar. Dia sedang tidak nafsu marah-marah dan menghancurkan segala benda disana. Apalagi pada cewek gila di hadapannya.

"Kita harus membunuh Friska, Vin. Dia menghancurkan hidup gue dan lo. Lo juga tahu kan? Gue itu cuma budak untuk dia. Bayangkan, betapa menderitanya gue untuk selalu disampingnya. Gue muak. Now, that's enough. This tme to revenge!" Alvin masih mendengarkan semua omong kosong Anggi dengan takzim.

Wajah gadis itu memerah—amarah menguasainya. Sepasang matanya menatap Alvin seraya terkekeh. Langkahnya mendekati Alvin yang berdiri tak jauh darinya. Gadis itu mengelus pipi Alvin sangat halus. Ia tersenyum manis menatap cowok tampan di hadapannya.

"Setelah lo putus sama dia. You're mine, Vin. Gak ada seorang pun yang boleh milikkin lo selain gue." Anggi menyibak rambut yang menutupi kening Alvin, menampakkan bekas luka jahitan disana. "Do you understand?" Anggi tersenyum manis,  lebih mirip seperti seringaian. Dan kian menggila ketika Alvun mengangguk oatuh bak peliharaan baginya.

Gadis itu mengecup pipi cowok itu sekilas. Senyum kejinya terpatri setelah melakukan itu dan mengelus area pipi alvin yang diciuminya tadi.

"You're always be mine, Vin. No matter happened," finalnya, lalu melenggang keluar dari taman berisikan berbagai bunga dan tumbuhan tropis itu. Tubuh gadis itu sudah menghilang entah kemana.

Alvin berdecih pelan. Sialan. Medusa itu semakin mengikatnya saja. Bagaimana agar Alvin untuk tetap menyelamatkan Friska dari cewek gila itu? Tubuh Alvin menegang. Dia sadar suatu hal. Sekarang ini ... dia sangat takut.

Ya, dia takut kehilangan Friska. Karena semakin mencoba untuk membunuh gadis itu dari ingatannya. Tetap saja, Alvin tidak bisa. Karena, Alvin masih mencintainya, persis seperti dulu pun kini. Tak peduli dengan masa lalu yang buruk dan sikap dingin Friska dulu. Dia berbeda. Meski begitu, Friska dulu atau pun sekarang, Alvin tetap jatuh cinta pada orang yang sama.

Ya, hanya Friska seorang, bukan Anggi—si medusa.

**

Huwaa maaf udah lamaa ga update. Seharusnya kemarin,  tapi aku lagi sakit, hiks....

Doain aku sehat selalu,  ya. Dan untuk kalian semua juga. Keep healthy. ≥3≤

Hm ... ada yang masih kepo sama para tokohnya gak nih?

Tell me, wkwk.

Yup,  sekian dulu. See you, guys.
Cometria.

Ps. vomment = mempercepat update. (。’▽’。)♡

Ups, I Became A Mean Girl [ SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang