Kalo ada typo, comment, yak.
Enjoy!
**
Dunia itu kejam. Jika ditanyakan kepada seluruh manusia di muka bumi, pasti akan banyak yang setuju dan mengatakan 'YA!'. Benar, bukan?
Terlepas dari kehidupan Friska yang serasa dikejar-kejar oleh pria tampan meski dia tidak mengetahui itu, kehidupan Friska kian hari, kian buruk. Ada-ada saja hal aneh yang ditimpanya. Mulai dari kiriman paket tiap hari datang ke rumah; berisi boneka atau pun tanah merah berlumuran darah segar, setiap malam, jendelanya akan ada bunyi 'duk' seperti ada orang yang melempar batu, dan kini, di sekolah pun terjadi.
Pagi ini, Friska hendak mengambil baju seragam olahraga di lokernya. Tangannya gemetar. Barangkali efek dari masa lalu Atha menghantuinya terutama kejadian-kejadian aneh yang selalu membuatnya was-was akhir-akhir ini. Bunyi derit pintu loker terdengar di lorong yang sepi. Semua murid di dalam kelas sedang belajar. Friska pun sendirian mengambil baju di lokernya karena hanya dia sendiri yang lupa membawa langsung pakaian itu dalam tasnya.
Loker terbuka lebar. Friska tertegun. Matanya melotot dan keringat dingin mengucur deras di pelipis. Kakinya melemah, lunglai, hingga tubuh gadis itu terjatuh dan mengesot mundur dengan mata yang tak bisa lepas dari isi loker. Cairan bening gadis itu tertahan dalam selaput tipis itu. Foto-foto. Semua foto Friska yang tampaknya diambil secara diam-diam. Namun, foto saat gadis itu belum memakai baju usai mandi pun ada disana. Juga terdapat fotonya saat tertidur. Semua foto itu menempel penuh dalam lokernya dan bersimbah darah. Anyir, sangat anyir.
Friska berdiri, bertumpu dengan bantuan pilar di dekatnya. Tungkai gadis itu terseok-seok. Dengan tubuh gemetar ia berjalan mendekati lokernya. Tangan Friska terulur, memegang sebuah foto saat ia tengah tertidur, dan cairan bening itu bergejolak. Runtuh semua pertahanan Friska. Dia memang tidak dibully di dunia ini, namun apa yang ia timpa kali ini 2 kali lipat lebih mengerikan. Gadis itu kembali melihat fotonya, jari-jari lentik Friska sudah berhiaskan darah. Kepala Friska pening. Ia menggeleng kepala pelan. Agar menghilangkan pening bersarang di kepala. Namun, sesuatu yang keras memukul kepala bagian belakangnya.
Lagi dan lagi, Friska dihampiri kegelapan.
**
Pukul 5.45 PM.
Angka itu tertera pada sebuah arloji yang melekat di pergelangan tangan Wyn kini. Cowok itu mengembuskan napas panjang. Kepalanya menengadah, menatap langit jingga dan pergantian warna matahari menjadi merah. Kepakan rombongan burung menuju sarang, angin sore berembus tenang, dan sekolah yang lengang. Ditambah lagi, keanehan dari dirinya sendiri yang tak ingin pulang cepat atau sekedar menjemput Lollita menuju rumahnya. Yah, Wyn sudah mengetahui bahwa gadis yang ia sukai itu anak orang kaya dan salah satu kolega orangtuanya dalam perusahaan tekstil keluarga.
Tubuh atletis cowok itu bersandar pada pohon. Lengan kekarnya menutupi wajah lembut nan tampan itu. Deru napas tenangnya terdengar jelas.
"Wyn? Kok belum pulang?" suara lembut itu mengalun merdu di pendengaran Wyn.
Tangan cowok itu turun dari wajahnya. Mata amber miliknya menatap innocent gadis itu. Anggi. Wyn tersenyum tipis. "Mau bertapa dulu di sekolah," sahut Wyn sambil nyengir. "Sebenarnya, lagi bosan aja pulang ke rumah. Mau pulang telat, supaya dicari-cari keluarga." Alvin mengucapkan itu seraya menatap langit senja.
Kepala cowok itu beralih pada Anggi yang masih berdiri. "Lo? Kenapa belum pulang?"
Anggi tersenyum manis. "Sama kayak lo," sahutnya malu-malu seraya menjumput rambut ke telinga. "By the way, boleh numpang gak kalo lo mau pulang? Gak apa 'kan? Rumah kita searah, kok." gadis itu menautkan jarinya, seolah cemas. Padahal setiap gerak-gerik kontradiksi dari hatinya yang busuk.
Wyn menganggukan kepala. Membenarkan ucapan gadis itu. Dan kenapa juga, ia harus terlalu lama di sekolah? Bisa ditabok Mami-nya jika pulang saat malam datang. Cowok itu berdiri, kemudian mengambil kunci mobil dalam saku bagian kiri.
Ia mengedikkan kepala. "Yok, pulang."
Lengkungan bibir yang diberi pewarna itu melengkung sempurna. Benar-benar sempurna, nyaris seperti senyum seorang penjahat.
"Yuk." sahutnya seraya menggamit lengan Wyn, manja.
"... Gue mohon."
Wyn menghentikan langkahnya. Kepalanya menoleh ke belakang, seolah memcari sesuatu.
"Ada apa Wyn?"
"Gak. Gak ada apa-apa," sahutnya tak yakin. Wyn rasa, ia mendengar suara seseorang. Ah, mungkin perasaanya saja.
**
Tak jauh dari pohon yang jadi sandaran Wyn tadi, sekitar 8 meter dari sana. Seorang gadis bersimbah darah dengan mulut disumpal kain yang telah memerah karena darah tengah terkurung. Tubuhnya meringkuk, diikat tali, dan kakinya pun bernasib sama.
Kondisi fisik Friska melemah. Entah kenapa ia muntah darah setelah kesadarannya kembali. Kepalanya yang paling sakit, tubuh lemas dan kulitnya memutih, serta wajah penuh lebam dengan luka gesekan menimbulkan lecet dan berdarah.
Friska melenguh ketika mengubah posisi jadi duduk. Otot dan persendiannya mengilu. Kemudian netra biru kehijauan itu mengamati sekitar. Beberapa peralatan tersimpan di tempat itu, mulai dari sekop, tangga, bola, dan semua peralatan yang diperlukan untuk sekolah ada disana. Ah, gue di gudang, begitu pikirnya.
Ia mengamati pemandangan lewat jendela. Langit jingga begitu indah menyapa petang yang akan tenggelam. Friska ... ingin pulang. Ia ingin mengganggu Fara dan bercengkerama dengan bebebrapa pekerja di rumahnya. Tak terasa, cairan bening lolos dan membasahi pipi selembut sutra itu. Ia tergugu.
"Sakit," lirihnya. "Sangat sakit." airmata tak kunjung berhenti mengeluarkan cairan bening yang hangat.
"Siapapun ... tolong gue. Gue mohon." gadis itu meraung. Apakah dimanapun dia berapa dia tetap hidup sengsara? Apakah dia dikutuk untuk tidak pernah bahagia? Friska merasa tercekik menyadari itu. Kehidupannya. Ia hanya ingin bahagia dengan kehidupannya
Lambat laun angkasa menggelap berganti malam. Semua yang terekam dipenglihatannya sangatlah indah sekaligus menyakitkan. Malam yang cerah. Seolah alam raya mengolok-olok Friska dalam kesengsaraan hidupnya kini. Gadis itu meraung kepedihan, tubuhnya membungkuk kesakitan.
Cairan kental bewarna merah menyeruak lewat mulut gadis bermanik biru kehijauan itu. Untuk kedua kalinya.
***
NGESELIN BANGET SI WYN, ASTOGE!
Dahlah, dia gak beres. Bikin stress aja.
Tetap semangat belajar dan terus berjuang. Kalo galau belajar, silahkan baca lapakku yang sebelah. //niat terselubung, hiks.
Jangan lupa, vote n comment = mempercepat update! Kalau bisa di share, ya. Thanks. ^^
Sampai jumpa!
See you, xixi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ups, I Became A Mean Girl [ SELESAI]
Dla nastolatków#WYM2020 Bagaimana bisa korban bullying mendadak jadi tukang bully? Tapi itulah yang di alami Kanatha Rahayu atau kerap di panggil Atha itu. Gadis berumur 17 tahun dengan label kutu buku yang tak pernah lepas, selalu menjadi santapan bullying di sek...