Kalau ada typo, comment, yak. Thx. ><
Enjoy!
**
"Are you awake?"
"Yeah," balas Friska lemah.
Fara memandangnya sendu.
"Kenapa lo?" tanya Friska dengan serak.
Saudarinya menggeleng lemah sembari tersenyum tipis. "Setelah lo sembuh, ayo nge-mall bareng," cetus Fara sambil menggenggam tangan adiknya. "Kita shopping sepuasnya di GI."
Friska terkekeh lemah mendengar itu. Tangan kirinya yang bebas menepuk lembut tangan Friska yang menggenggamnya.
"Iya. Ayok ke GI."
Hari ini merupakan hari ketiga setelah Friska sadar. Wajah gadis itu masih pucat. Setiap malam, dia akan mengigau hingga dahinya berkeringat. Namun, entah kenapa ekspresi gadis itu seperti orang yang tidak mengalami shock seperti dikatakan oleh dokter atau pun mengeluh sakit di bagian kepalanya. Fara ingin menanyakan hal itu, namun urung. Melihat Friska tersenyum, dadanya terlanjur menghangat dan lupa menanyakan itu.
Walaupun demikian, Fara tetaplah Fara. Seorang gadis manis dan saudara tertua keluarga Acelin yang inncocent dan lugu. Dia tidak tahu dan menangkap gerak-gerik Friska yang janggal.
Saat Fara akan keluar dari ruang inap seperti pergi kuliah seperti biasanya atau membawa barang-barang yang dibutuhkan Friska ke rumah. Saat itulah, Friska membuka topeng bahagianya. Yah, bagaimana bisa bahagia setelah kejadian buruk yang berkali-kali menimpanya? Teror yang dialami Friska saat di rumah pun, Fara tidak mengetahui itu.
Setiap ada kesempatan, gadis itu akan ke atap rumah sakit, berdiri di ujung teralis gedung dan menatap jalanan kota dibawahnya. Kendaraan, orang-oramg, dan gedung-gedung tinggi. Ia melihat semua itu dan berkinginan jatuh diantara gemerlap keramaian disana. Pada kali ketiga berkunjung disana, Friska terus menatap lama hingga saat satu kakinya sudah mengudara dan tubuhnya hampir terhuyung ke depan, lengan seseorang memeluknya erat dari belakamg.
"Please, don't do this," gumamnya lirih.
Sayangnya, saat itu kepala Friska mendadak perih, penglihatannya mengabur, dan dengingan keras menyentak pendeengaranya. Lalu, kesadaran gadis itu menghilang dan gelap bersisa.
Friska menghela napas panjang. Siapa yang menyelamatkannya? Ia memejamkan matanya sejenak, kemudian terbuka kembali saat derit pintu ruang inapnya berbunyi. Mereka lagi. Kontan, Friska mendengus lalu memalingkan wajah ke arah jendela. Menatap langit senja dan cahaya jingga menyirami wajah cantiknya.
"Weleh-weleh, gue tiba dianggurin mulu, Neng." celetuk salah satu dari mereka. "Daripada dianggurin mending makan anggur bareng Akang, Neng."
Friska memutar bola mata. "Jangan ganggu gue lagi, please ...," pintanya.
Hoshi-si pengusik Friska akhir-akhir ini terkekeh. Ia menyeringai dan mendekatkan wajahnya pada Friska. "Ayok, mabar!"
"Tangan gue perih," jawab Friska cuek.
"Ayok, keluar."
"Males." bola mata Friska berotasi malas.
"Ayok, makan."
"Gue baru aja selesai makan," geram Friska.
"Ayok—Aw!" Hoshi mengaduh kesakitan. Telinganya dijewer oleh Nardo.
Si cowok dingin bermata elang itu sudah berkomplot dengan Hoshi, Alvin, dan Ghazi. Wyn? Ah, dia akan selalu head over heels dengan Lollita. Pastinya dia tidak jatuh cinta dengan Friska, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ups, I Became A Mean Girl [ SELESAI]
Teen Fiction#WYM2020 Bagaimana bisa korban bullying mendadak jadi tukang bully? Tapi itulah yang di alami Kanatha Rahayu atau kerap di panggil Atha itu. Gadis berumur 17 tahun dengan label kutu buku yang tak pernah lepas, selalu menjadi santapan bullying di sek...