Bab 17: Begin

1.8K 279 27
                                    

KYAAA SELAMAT MEMBACA!
MULMED-NYA KOK BISA GITU SIH? Kiyowo ('⊙ω⊙')

**

Setau Friska, di dalam novelnya. Dulu, Alvin sangatlah romantis dengan Anggi. Bisa dibilang Anggi adalah Emma Watson versi imut dua kali lipat, tubuhnya proporsional, dan memiliki sepasang iris coklat kayu nan lembut. Bila dianalogikan, Anggi adalah domba berhati serigala. Yeah, buas.

Kikikan tawa di sampingnya membuat Friska mengangkat kepala. Ghazi dan Lilian tampak terlibat perbincangan yang seru, namun entah kenapa Friska merasa ada hal yang mengganjal ... dan sedikit sesak. Apakah itu hatinya? Bukan. Gadis itu menggeleng kepala. Paru-parunya sedang sulit untuk memproses pernapasan saja. Ya, barangkali begitu.

"Oi! Kenapa bengong lo? Mau join us gak?" Liliana memandangnya tajam. Seolah mengharuskan Friska ikut bergabung. Oh, ayolah, dia sedang tidak mood sekarang. Sayangnya, rasa takut menjalar di pikirannya lebih besar kepada gadis tomboy satu itu.

Friska bangkit, menggeser kursinya ke meja di sebelahnya, tepatnya di meja Lilian, sehingga ia dan Ghazi saling berhadapan. Cowok bermata teduh itu melengkungkan bibir. Manis.

"Kalian ngapain?" Friska bertanya hati-hati.

"Main." Ghazi menjawab.

"Main apaan?"

"Taruhan," jawab Ghazi lagi.

"Taruhan apaan?"

"Kalo lo banyak tanya lagi gue potong juga bibir lo! Bacot banget. Jangan sok dimonyong-monyong juga, pengen gue tabok tuh bibir?" sembur Lilian. Mulut Friska lantas terkatup rapat.

Ini yang gue takutin, kayak dia mau nerkam terus makan gue, Friska membatin.

Ghazi memegang pundak Lilian, hal itu sedikit membulatkan iris biru kehijauan Friska. Ia mengangguk, seolah mengode entah apa dan Friska ingin sekali menjambak rambut tebal Ghazi lalu berteriak, 'APA MAKSUD KODE-KODE GITU DI DEPAN GUE? BIKIN GUE CEMBURU?'

Eh? Ada yang salah. Cemburu? Emang hubungannya dengan Ghazi sedekat itu untuk saling cemburu. Gadis itu kontan menelengkan kepala. Kok bisa, sih? Seharusnya Friska tetap ada rasa kepada Alvin, bukan Ghazi yang notabene-nya, tokohnya saja hanyalah bayangan. Figuran.

"ADUH! S-SAKIT, HIKS." Friska berteriak sakit. Telinganya terasa panas sekarang.

"Buset. Langsung merengek. Kayak bayi lo! Dasar bayi jelek!" seru Lilian. Tangannya masih asik menjewer kuping Friska.

"Li ... udah ya, jangan jewer kuping Friska dong. Sakit. Tuh tengok telinganya udah merah." Ghazi berusaha membujuk.

"Oke gue gak jewer lagi."

"Tapi, lo masih jewer telinganya omong-omong."

"Gak semudah itu ferguso," gelaknya. "Friska harus jadi korban taruhan kita."

"OKE!" alih-alih menolak, Ghazi justru berseru senang hingga ia mengepalkan tangan di udara dan menariknya sembari mengucapkan YES.

"Lo mau gak, Ka?" Iris coklat Lilian meliriknya. Tak ingin merasakan nyeri di kupingnya gadis itu mengangguk pasrah.

Jeweran itu kini terlepas, tapi jangan lega terlebih dulu. Setelahnta Lilian menyentil kuping Friska lalu keluar dari kelas yang ributnya melebihi pasar.

Friska berteriak geram. Namun, tak dihiraukan oleh gadis tomboy bercelana olahraga itu. Kemudian atensinya beralih pada Ghazi, memandang lurusnya. Ghazi nyengir.

"Apa taruhan kalian?"

"Rahasia," guraunya. Mata Friska memutar kesal. Lagi dan lagi Ghazi tergelak hingga mengacak rambut Friska gemas. Wajah gadis itu menegang.

"Kalau mau rahasia dibuka harus ada bayaran dibaliknya," ucapnya lagi. "Tapi untuk lo, ada jalan lain sih."

"Are you free tonight?"

**

Sebuah kaleng bergulir menuju kaki Friska. Gadis itu menangkapnya langsung sebelum mengenai ujung sepatunya. Matanya mebeliti isi dalam kaleng tersebut. Selembar kecil kertas terperangkap disana, menimbulkan lengkungan tipis di bibir Friska. Ia melongokkan jarinya disana, menjepit kertas kecil itu diantara dua jarinya. Gadis itu mengangkat kepala, menyisirkan pandangan di sekitar parkiran sekolah. Tidak ada siapapun. Seorang pun. Setelah merasa aman, gadis itu membuka kertas kecil itu dan matanya tetap awas bila seseorang menyembul di pandangannya.

Lima. 10. India. Papa. Sierra. 1

Bibir Friska melengkung tipis. Ia merogoh tumblr-nya lalu menyerakkan air pada kertas kecil di telapak tangannya. Tulisannya memudar dan tak terbaca. Kemudian tungkai jenjangnya melenggang saat melewati tong sampah ia membuang kertas itu. Instingnya merasakan manusia. Tapi ia tidak menoleh, tak akan. Siapapun orang itu. Karena agar meyakinkan seseorang jangan meragukannya, jika tidak bisa acuhkan dia.

Aksi dimulai!

Ekor mata Friska melirik Ghazi yang melenggang di koridor beda dengannya yang melewati lapangan basket.

Kepala Ghazi tertunduk, ia megenakan hoodie bewarna biru pucat, menutupi earphone tersumbat di telinga. Matanya tampak awas dan meneliti sekitar.

"Gajah aman." suaranya terdengar di earphone milik Friska. Gadis itu menelan senyum. Ini mulai menarik.

Udara terasa berdenyar, matahari mulai menjingga, jantung Friska sekarang berdegup kencang untuk menyiapkan dirinya dalam kondisi terburuk dan rencana yang telah disusun sesempurna mungkin harus selesai sebelum matahari jatuh di kaki langit.

"Test ... singa masuk." suara Nardo terdengar. Kontan, Friska mendongakkan kepala bertepatan dengan Nardo yang menatapnya lurus. Cowok itu kini di atas rooftop sekolah—mengawasi siapa saja yang masuk atau keluar sekolah.

"Singa aman," ujarnya di seberang.

Kaki Friska terus melangkah menuju gedung kelas X. Ya, kode dari kertas itu menunjukkan keberadaan Anggi sekarang. Sebenarnya, Friska tau adegan ini dimana akan terjadi. Adegan yang Friska herankan, satu-satunya adegan pemeran utama tidak ia ambil.

Friska melangkahi taman kelas X IPA 3 tepat di samping kelas X IPS. Yap, singkatnya, maksud dari kertasi itu adalah. Lollita. Sepuluh. I. P. S. 1.

Suara pekikan keras menghentikan langkah gadis berambut gelombang yang dikucir sekarang. Mendadak, tubuhnya gemetar dan kaki melemas.

"Bintang kecil disini!" suara riang dari earphone kembali terdengar. "Bintang aman," sahutnya. Ia mengamati beberapa layar yang memperlihatkan isi dalam kelas, koridor, kantin, ruang guru, dan parkiran.

"Pakai nama hewan, kampret!" Nadro mengumpat. Hal itu justru membuat Friska terkekeh. Dia melupakan keraguannya yang merayap dalam dirinya.

"Sip. Kukang masuk."

"Kenapa harus kukang, sih?" gumam Hoshi, tidak disahut oleh siapapun. "Tunggu, Ka." suara Hoshi menggeram.

Di ruang cctv, cowok itu mengamati dengan teliti siapa seseorang berpakaian serba hitam yang berjalan di koridor kelas 11. Seketika matanya membukat tatkala orang itu-ah tidak dia pria. Ya, postur tubuhnya jelas sekali bahwa itu oria dan dia tengah berlari menuju ....

"FRISKA! RENCANA B! LAKSANAIN RENCANA B!" teriak Hoshi panik. Friska mematung di tempatnya. Ia tidak ingin menengok ke belakang. Suara itu ... derap langkahnya semakin keras dan Friska terlambat. Dia telat.

Hoshi menggeram. "GAJAH, SINGA AH GATAULAH SIAPAPUN KEJAR FRISKA DAN LIHAT GPS SEKARANG!

**
Yeay dobel update dalam sehari. Maap, kalo malem banget, yak.

Jangan lupa vomment and share, ya! = mempercepat update.

Luv u guys, aku mau bobok dulu. Maklum, jomblo.

See you,
Cometria.

Ups, I Became A Mean Girl [ SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang