26

4.2K 187 4
                                    

Gadis itu keluar dari salah satu bilik kamar mandi. Wajah gadis itu terlihat sangat pucat; bibirnya putih; matanya sayu; dan hidungnya yang memerah.

Gadis itu memandang cermin kamar mandi. Ia melihat sendiri dirinya yang sudah hampir mirip seperti orang mati. Tangannya dengan telaten mengambil alat-alat make up-nya untuk mengurangi kepucatan di wajahnya.

Ia berusaha untuk tersenyum agar tidak ada seseorang pun yang khawatir padanya. Selesai dengan urusannya ia langsung keluar dari kamar mandi.

“Jisoo!” seru seseorang.

Jisoo yang merasa terpanggil langsung membalik badannya melihat siapa yang memanggilnya.

“M-Mingyu, ada apa?” Sekuat mungkin Jisoo menahan ekspresi sedihnya.

Mingyu adalah mantan kekasih dari Jisoo. Jisoo sama sekali tak pernah berfikir akan berpisah dengan Mingyu dengan cara yang sangat menyakitkan. Mingyu dijodohkan oleh seorang gadis yang sudah menjadi sahabat Mingyu sedari kecil.

Jisoo mencoba mengikhlaskan dan merelakan Mingyu untuk gadis itu walau rasanya sangat sakit.

Mingyu menyerahkan sebuah undangan kepada Jisoo. “Datang ya,” ucapnya.

Jisoo menatap undangan itu terlebih dahulu sebelum mengambilnya. “Aku tidak janji akan datang, Gyu,” sahut Jisoo.

Senyum yang tadinya merekah kini hilang. “Kenapa? Bukankah jadwalmu minggu depan kosong?”

Jisoo menganggukkan kepalanya. “Huum, tapi aku ada urusan lain, aku tak janji akan datang,” jawab Jisoo.

“Baiklah,” ucap Mingyu dengan nada lesu.

“Hey, kau akan menikah, kehadiranku tidak terlalu penting, akan ada ratusan orang menghadiri acara pernikahanmu dan jika aku tak datang, tak akan berpengaruh,” ucap Jisoo mencoba membuat Mingyu tidak lesu.

“Tolong usahakan ya,” pinta Mingyu dan dibalas anggukan oleh Jisoo.

“Kalau begitu, selamat tinggal,” pamit Jisoo.

Belum sempat Jisoo melangkahkan kakinya menjauh suara Mingyu menghentikannya.

“Kenapa selamat tinggal? Apa kau akan pergi jauh?” tanya Mingyu.

Jisoo mengernyitkan keningnya. “Itukan ungkapan perpisahan yang bisa diucapkan orang-orang. Aku hanya mengikuti saja, apa tidak boleh?”

“Boleh, tapi itu sedikit aneh, nada bicaramu dan–”

“Aku pergi dulu, Gyu, ibu pasti menungguku di rumah.” Jisoo langsung berlari menuju halte bus yang berada tepat di depan kampusnya.

Mingyu hanya bisa melihat punggung Jisoo yang perlahan menjauh. Ada perasaan tak rela yang tersimpan di hatinya.

Laki-laki itu sebenarnya menolak perjodohan itu, tapi ibunya terus memaksa dan mengancamnya akan bunuh diri jika putranya tak menuruti permintaannya.

Mingyu hanya menganggap Minhee sebagai sahabat dan tak lebih. Ia juga sebenarnya tak rela melepaskan Jisoo, tapi semua sudah Tuhan atur dan ia tak bisa merubah semua takdirnya.

─────

Jisoo mengambil sebuah obat dari tempat persembunyiannya. Ia meminum pil itu untuk mengurangi rasa nyeri yang terus menerus datang.

[1] Jisoo One Shoot Story✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang