57. Last

3.9K 267 105
                                    

Baca dulu judul ceritanya, completed\(°o°)/

•••

Shinta terduduk lemas dengan tangan yang memeluk nisan bayi tanpa nama. Tangisannya semakin menjadi-jadi kala sampai di pemakaman. Mulutnya tak bisa berdoa dengan benar. Ia memukul dada kuat, sakit sekali rasanya.

Itu Rega yang seharusnya, anak kandung Shinta. Ia menengadah menatap langit yang mendung, seolah mewakili mendungnya hati semua orang. Berkali-kali Shinta berusaha meredam tangisan, namun nyatanya tak bisa. Hatinya terlalu perih.

Sean mengusap bahu wanitanya berkali-kali, tangisan Shinta begitu menyayat hati. Namun ia berusaha tegar, Sean harus menguatkan, mengingatkan bahwa Shinta harus ikhlas, dan membisikkan bahwa ini sudah takdir.

Wanita itu menarik napas panjang. Mengelus nisan yang sudah berdebu, namun sisa-sisa kembang kering masih tertabur di sana. Area sekitar makamnya pun nampak sangat bersih, tak ada rumput-rumput liar yang tumbuh. Sepertinya Luluk benar-benar merawatnya.

Wanita itu beralih menatap Luluk yang terdiam, kemudian mengalihkannya pada Rega yang duduk dengan tatapan kosong di seberangnya. Rega sendiri tak tahu harus apa.

Wanita itu menarik tubuh Rega ke pelukannya, mendekap tubuh tinggi itu seolah tak ingin anaknya pergi. Karena bagi Shinta, Rega tetap anaknya. Rasa sayangnya pada Rega sudah teramat besar, dan ia tak ingin kehilangan untuk kedua kalinya.

Rega tertegun, merasakan pelukan hangat lagi membungkus tubuhnya, Berbeda orang, namun rasanya sama.   Menenangkan.

"Jangan pergi, Ga ...."

•••

Satu bulan kemudian ....

Rega memandang ruangan bercat abu-abu yang selama ini menjadi kamarnya dari daun pintu. Banyak kenangan yang tergambar di sana. Banyak sekali, bayang-bayang itu nampak jelas. Entah dirinya yang marah karena kucing Ace membuang kotoran di seprai, atau kenangan di mana Shinta berkacak pinggang memintanya mengantarkan belanja, dan beberapa kali Sean yang diam-diam menengoknya saat tidur.

Ia harus kembali kekeluarganya. Selama sebulan ini ia belum mengurus kepindahannya. Selain hatinya yang belum sanggup, Shinta yang selalu mewanti-wanti dan ayahnya yang masih dirawat di rumah sakit membuatnya harus menunda semua itu.

Rega tersenyum pahit. Ini bukan keluarganya, Rega manusiawi, ia kecewa atas kepalsuan ini.

Cowok itu menelisik sekali lagi ruangan yang nampak rapi itu, hasil kerja tangannya sendiri. Setidaknya ia ingin meninggalkan kesan baik ketika meninggalkan keluarganya. Rega harus meninggalkan semua ini, walaupun berat. Suatu hari nanti pasti ia akan merindukan Ace yang dalam benaknya tak pernah terpikirkan merindukan sosok itu, atau bahkan merindukan semuanya.

Cowok itu menarik ganggang pintu, menutupnya pelan dengan helaan napas berat, terdengar melankolis, tapi ini isi hatinya.

Pintu sudah tertutup. Tulisan 'Jangan masuk kalau bawa kucing' menyambutnya, seolah menjadi salam perpisahan baginya. Rega tersenyum getir, ia berbalik ingin meneruskan langkah, namun cekalan tangan Sean menghentikannya. "Mau ke mana kamu?"

Rega mengangkat wajah, raut ayahnya terlihat tak suka melihatnya membawa koper. "Daddy nggak izinin kamu pergi."

Rega juga tak mau, langkahnya terasa berat untuk meninggalkan semua ini. Namun ia punya keluarga lain, keluarga yang lebih membutuhkannya. Cowok itu tak ingin dikasihani, ia juga ingin merasakan kasih sayang orang tua kandungnya. "Maaf, Dad. Tapi Rega harus pergi. Rega harus kekeluarga Rega." 

Sean memejamkan mata sejenak. Hatinya berdenyut kala ucapan itu terlontar dari mulut anaknya. Rega harus kembali kekeluarga Rega .... Lalu apa ini bukan keluarganya?

Regaska (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang