3. Jumpa (lagi)

3.4K 367 28
                                    

Baca dulu baru vote/vote dulu baru baca.
Butuh saran, masukan plus kritik kalian:)

•••

"Ini PR gue, cepet kerjain!" titah Dila-saudara tiri Meira. Cewek itu masuk ke kamar Meira membawa sebuah buku. Meira yang sedang mengerjakan pr-nya terkejut dengan kemunculan Dila yang tiba-tiba.

"Dil, bisa gak kalo masuk kamar gue itu ketok pintu dulu?" ucap Meira halus. Sifatnya memang berbeda 180° ketika bersama keluarganya. Ia seberusaha mungkin tetap sopan kepada keluarganya walaupun ia tak dianggap disana.

"Gak. Masalah buat lo?"

Meira mendengus panjang. Sudah biasa ia mengalah pada saudara tirinya. Ia terpaksa melakukannya atau Dila pasti mengadu pada ayahnya, mengadu dengan tambahan bumbu-bumbu pemanis yang membuat Meira terlihat semakin jelek dimata ayahnya.

Dila memincingkan mata heran melihat kaki Meira yang terlihat berbeda, melupakan persoalan tentang mengetuk pintu sebelumnya.
"Omong-omong, kaki lo bonyok? Abis jadi korban bully?"

Meira hanya diam tanpa berniat menanggapi. Cewek itu lanjut menulis tanpa menghiraukan saudara tirinya. Menurutnya, pertanyaan itu sama sekali tidak perlu dijawab olehnya. Toh bukan urusan Dila, 'kan?

Dila geram. Hal yang paling dibencinya ialah dikacangi. Tapi, Meira yang mengetahui itu malah sering mengacangi Dila. Dila tidak terima! "Diomongin itu dijawab! Mau gue tambahin bonyok kaki lo? Hah!" teriaknya keras.

"Jangan, Dil." ujar Meira sembari menutup kakinya dengan selimut.

"Bodo amat gue benci sama lo!" Bentak Dila lalu berjalan mendekati Meira dan menginjak selimut yang digunakan Meira tepat mengenai lukanya.

Meira merintih menahan sakit dikakinya. Luka tadi padahal cukup parah ditambah Meira tidak mengobatinya sama sekali.

"Kenapa sih lo segitu bencinya sama gue? Salah apa gue sama lo, Dila?!" ucap Meira berteriak, terbawa emosi. Ia sudah cukup sabar menghadapi tindakan semena-mena saudara tirinya itu. Tapi kenapa seperti Dila tidak pernah merasa puas?

Usia Dila dan Meira sebenarnya hanya bertaut beberapa bulan saja, dengan Meira yang lebih tua. Namun, Dila enggan memanggilnya dengan sebutan 'kakak'. Dila tidak sudi. Santi dan Rama juga tidak pernah menegur sama sekali.

Dila menuju meja belajar Meira, menaruh bukunya disana tanpa menjawab pertanyaan Meira. "Kerjain pr gue! Awas kalo gak lo kerjain, gue aduin keayah!" ancam Dila sinis.

Setelah mengatakan itu, Dila pergi dari sana dengan membanting pintu kamar Meira keras membuat pemilik kamar merasa kaget mengusap dada.

Meira menghela napas, "Huft, padahal gue harus kerja."

•••

"Gue capek banget, guys," ujar Rehan yang sudah keringatan sambil mengibaskan tangannya ke arah wajahnya mengharapkan keluar sedikit angin yang membuatnya lebih sejuk.

"Bener. Makan dulu yok habis ini, laper coy." Ucap Candra sembari mengusap perutnya.

"Skuy, restoran deket sini aja, jajanin si Rega. Katanya mau nraktir noh tadi pagi," ucap Bimo mengingatkan

"Ye ... sa ae lo, traktir teros! Btw dengan keringet lo yang kek gitu, nanti orang restoran pada muntah gara-gara bau busuk keringet lo." canda Rega tanpa ngaca bahwa dia juga keringetan.

"Idih ngaca dulu baru ngece. Lo juga keringetan, Bambang!"

"Eh Joni, keringet gue wangi, ya. Gak kayak keringet lo cem bau air comberan!" Ejek Rega tertawa sambil menutup hidungnya.

Regaska (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang