LDR beda kota itu sudah biasa, tetapi bagaimana dengan LDR beda perasaan? Sakit pastinya.
Gesang bisa merasakan hal itu saat bersama Tisya. Gesang benar-benar tidak bisa memiliki rasa lebih untuk Tisya, seperti perasaannya untuk Rania. Meskipun setiap hari bertemu dengan Tisya karena gadis itu sekarang kuliah di Jogja, tetapi tetap saja ia masih belum bisa membalas rasa gadis itu.
Jika semuanya dibiarkan seperti ini, Gesang yakin akan ada hati yang tersakiti. Bahkan bisa lebih dari satu hati yang tersakiti. Secepatnya Gesang harus menyelesaikan semua ini. Ia tidak bisa terus-terusan memiliki ikatan hubungan dengan seseorang yang sama sekali tidak ia cintai. Terlebih sekarang orang tuanya sudah tidak bersama lagi. Mungkin jika ia mengakhiri semuanya, keadaan akan jauh lebih baik. Semoga saja.
"Kamu dari tadi diem aja, kenapa sih?" tanya Tisya yang mulai bosan bercerita dan Gesang hanya diam saja tidak merespons sedikit pun.
"Lagi ada masalah ya? Mukanya kok lesu gitu, apa capek kuliah?" cecar Tisya.
Gesang hanya menggeleng pelan dan memainkan ponselnya. Ia ingin mengirimkan pesan untuk Rania, mengabari jika ia sekarang sedang menikmati suasana malam di sekitar titik 0 Km Kota Yogyakarta.
"Yah, dicuekin. Aku kalah menarik ya dari hape kamu?" lirih Tisya sedikit melirik layar ponsel Gesang yang redup.
"Nggak," balas Gesang singkat dan mengulum senyum paksa. "Mau pulang kapan?" tanyanya pada Tisya.
"Masih mau di sini. Aku mau habisin malam ini sama kamu. Aku bosen di rumah.*
"Tapi besok lo ada kuliah pagi," ujar Gesang mengingatkan.
"Aku tau. Tapi aku lagi pengin berdua sama kamu, Sang," balas Tisya dengan wajah penuh harapnya.
Gesang pun mengangguk dan menyimpan ponselnya ke dalam saku hoodienya. Ia harus bersabar, mau tidak mau ia harus bersikap baik pada Tisya. Menghargai gadis itu sebagai tunangannya.
"Kamu tau Rania sekarang ada di Jakarta?" tanya Tisya sembari melirik ke arah Gesang.
"Oh ya?" sahut Gesang pura-pura tidak tahu.
Tisya mengangguk. "Belum tau ya?" ucapnya. "Aku tau dari Zeya. Mereka satu kampus. Jadi adek tingkatnya kak Linggar sama itu Lusiana dan antek-anteknya."
"Baru tau," timpal Gesang seadanya.
"Jujur aku takut kamu masih ada rasa sama Rania. Aku takut kehilangan kamu. Aku nggak bisa bayangin kalau kamu udahin semua ini dan perjuangin cinta kamu buat Rania," ujar Tisya lirih.
Tapi gue harus lakuin itu. Gue berhak perjuangin cinta gue. Gue berhak bahagia. Rania orang yang tepat buat gue perjuangin, batin Gesang membalas Tisya.
"Kita udah setahun, Gesang. Kamu nggak akan mutusin pertunangan kita kan?" tanya Tisya sembari mengusap cincin tunangannya bersama Gesang.
"Aku tulus sama kamu. Bener-bener tulus. Aku harap kamu juga begitu," katanya, "nggak pa-pa kamu nggak make cincin tunangan kita. Aku ngerti kok."
Gesang berdehem. Ia memang tidak memakai cincin itu lagi semenjak orang tuanya pisah. Cincin itu Gesang simpan di rumah, dan ia lupa menaruhnya di mana. Nanti Gesang cari kalau ingat.
"Udah malem. Ayo pulang," ajak Gesang sudah berdiri dan mengulurkan tangannya pada Tisya. "Jangan mikir macem-macem lagi."
>>><<<
"Pagi, Rania," sapa Fahmi yang menghampiri Rania di taman kampus.
"Pagi, Mi." Rania tersenyum dan menggeser tubuhnya agar Fahmi bisa duduk. "Lo juga ada kelas pagi hari ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GERA 2
Teen FictionSEKUEL GERA "Menyatukan dua hati yang terpisahkan." ©2020 by disasalma Hai semuanya!!! Gimana udah siap buat baca sekuel dari kisah Gesang Radito Granasta dan Derania Shabrilla ini? Wah, jangan lupa follow akun wattpadku sebelum membaca dan baca GE...