PVSP-29

134 15 2
                                    

"Aku percaya, takdir akan menyatukan kita kembali."

-Salma Falencia.

Andaikan kalian tahu, kehilangan orang yang sangat kita cintai sangatlah menyiksa. Kalo boleh Salma pilih, Salma hanya ingin berada di sisi orang tuanya, menemaninya dan menjaganya. Mungkin kalau mereka masih ada, Salma kini akan tertawa di ruang tamu sambil menonton film komedi. Tertawa sampai ia lupa rasanya kecewa.

Salma terlenteng sambil memeluk foto yang kini ia rindukan, setelah mengunjungi makam orang tuanya, pertahanan Salma hancur. Ntahlah ia tidak suka menangis. Namun apalah daya, Salma hanya manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan.

Salma menangis, ia terus memeluk foto orang tuanya dengan erat, melampiaskan rasa sakit di lubuk hatinya. Seakan nangis adalah salah satu caranya mengobati sesak di dadanya. Sepanjang malam ia menangis tanpa henti. Bahkan Rifky yang sudah beberapa kali bulak-balik ke kamar Salma sudah sangat frustasi.

Salma merasakan kantuk yang berat, akhirnya karena lelah menangis berjam-jam Salma akhirnya tertidur sambil memeluk foto orang tuanya.

Di ruangan yang sangat terang, seorang wanita paruh baya datang dengan senyum manisnya. Menghampiri gadis cantik yang tengah duduk di pojokkan.

Wanita paruh bayah itu menyentuh pundak gadis itu. Gadis itu menoleh melihat siapa yang menyentuhnya ia terkejut tidak percaya apa yang ia lihat.

"Mamah," gadis itu langsung memeluknya dengan erat, menangis dalam pelukan mamahnya.

Wanita paruh bayah itu mengusapkan punggung Salma, agar ia tenang. "Tenang nak, mamah di sini."

"Ma-mah, jangan pergi lagi, Salma gak mau kesepian lagi," isaknya, Hesti menitikan air matanya.

"Mamah di sini, di sisi kamu." katanya lalu ia memeluk Salma dengan erat.

"Salma pengen ikut mamah, Salma mau nemenin mamah. Salma kangen mamah." Tangis Salma pecah, ia lalu memeluk dengan erat seakan Hesti akan pergi meninggalkannya lagi.

"Hei cantik, pulang lah. Mamah dan Papah sangat bahagia di sini." suara bariton itu membuat Salma mendongak ia melihat Adrian yang memakai pakaian putih dengan wajah yang bersinar sambil tersenyum bahagia.

Salma lalu berhambur ke pelukan Papanya, Adrian. Adrian membalasnya dengan lembut yang di liputi rasa rindu.

"Papah, Salma gak mau pulang, Salma mau ikut kalian," Isaknya lagi, ntahlah Salma hanya ingin bersamanya untuk selamanya. Ia tak mau menyesal untuk ke dua kalinya.

Sinta lalu menghampiri mereka, dan mengusap kepala Salma dengan penuh kasih sayang. "Sayang, kamu harus pulang. Temani abangmu, kasihan dia sendiri."

Salma menggeleng keras, ia lalu memeluk ke duanya. Menangis sejadinya. Melepas beban dan rindu yang amat dalam. "Salma tetap gak mau pulang," kekeh Salma.

Sinta dan Adrian lalu melepaskan pelukanya, "Waktu kami habis sayang, kami harus kembali." Salma lalu menggeleng keras ia tetap bersikeras untuk tetap bersama orang tuanya.

"Nggak, Salma gak mau kalian pergi lagi. Cukup kisah percintaan Salma aja yang membuat Salma hancur, kalian gak boleh pergi, kalian harus tetap di sini, temani Salma dalam keadaan sedih ataupun senang." Sinta dan Adrian hanya tersenyum, lalu tak lama mereka hilang bersamaan dengan cahaya yang terang.

"MAMAH! PAPAH!" teriaknya, Salma terbangun dari tidurnya, keringat membasahi pelipisnya. Jantung yang berdegub kencang serta sesak yang bersamaan menghantam dadanya.

Salma menangis, menatap foto ke dua orang tuanya, mimpi tadi seperti nyata. Seakan mereka mendengarkan doanya. "Mamah, Papah, Salma gak mau kalian pergi lagi." isaknya,

Paskibra Vs Pramuka (DALAM PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang