Zaqi

75 7 31
                                    

"Zaqi kamu harus nikah!!!"

Zaqi yang sedang minum pun tersedak, hampir menyemprotkan air yang berada di mulutnya pada setumpuk dokumen penting di meja ayahnya.

Ayahnya ikutan kaget, untung tidak ada punya penyakit jantung.

Zaqi menelan airnya kasar, ada beberapa tetes di ujung bibirnya. Ayahnye reflek menyodorkan tisu.

"Jangan pura-pura kaget gitu ah, pura-pura panik gitu," ledek ayahnya.

Zaqi mendengus, bagaimana bisa dirinya pura-pura tersedak yang membuatnya hampir saja dikeluarkan dari kartu keluarga jika saja dirinya benar-benar menyemprotkan air ke dokumen-dokumen penting di meja ayahnya.

Zaqi tidak menjawab apapun pernyataan ayahnya tadi. Dia sibuk memeriksa dokumen-dokumen yang harus ayahnya tanda-tangani segera.

"Gimana Zaqi.. nikah ya?" ucap ayahnya sambil mendekatkan badannya pada meja, mengaitkan kedua telapak tangannya sendiri, tersenyum licik.

"Nyuruh nikah udah kaya nyuruh ke warung," kata Zaqi ketus.

"Lah emang pernah ke warung?" ledek ayahnya lagi.

Kali ini Zaqi sedikit melempar map merah di atas meja, ayahnya tersenyum lebar sekali memamerkan sederet gigi yang masih rapi. Ayahnya mengambil map merah itu menandatangani kertas itu lagi sambil menatap anak pertamanya sesekali.

"Nikah ya Qi, Ayah pengin kamu nikah deh. Kerjaan udah ada, udah mapan lah. Wajah kamu juga cakep, persis ayah. Gagah persis ayah juga. Apa lagi yang dipikirin?"

Zaqi meringis mendengar perkataan ayahnya barusan, kenapa bisa ayahnya berkata seperti itu. Ah, mungkin ayahnya sedang dalam masa puber ke 5.

"Usia kamu juga ga muda banget koq. Umur 27 tahun ya cocok buat nikah. Ayah aja dulu nikah umur 22 tahunan,"

"Itu mah karena Ayah ga mau bunda di rebut orang. Bucin emang," ledek Zaqi.

"Ibu kamu kan dulu cantik banget Qi, mana jaman dulu kan ga ada hanphone kaya sekarang. Harus pake surat-suratan yang nyampe 3 harian paling cepet. Kalo ga buru-buru nikah, bisa-bisa direbut orang. Kamu harus beruntung punya bunda kaya bunda kamu itu, jadi kamu ga burik"

"Berarti aku cakep karena keturunan bunda dong, bukan ayah.." Zaqi menahan tawanya terlebih saat melihat ayahnya menggaruk tengkuknya sendiri, skak matt...

"Ya maksud Ayah, kamu cakep ya karena 50% dar gen Ayah 50% lagi dari gen bunda."

Zaqi mengangguk-angguk bukan tanda setuju, tapi karena dia mau menghentikan omong kosong yang seperti tadi.

Zaqi mengambil map merah berisi dokumen yang sudah di tanda tangani ayahnya dan segera bergegas keluar ruangan sebelum sang ayah membahas pernikahan lagi.

Namun sang ayah lebih pintar, map merah itu dia letakan langsung ke dalam laci meja kerjanya dan langsung mengunci laci tersebut sebelum tangan Zaqi mengambil map merah tersebut. Zaqi kurang cepat, dia belum beruntung.

"Ngapain buru-buru banget, ayah kan belum selesai," kata ayahnya setengah meledek.

"Itu dokumen kan udah kelar, aku mau urusin dulu Yah.. bentar lagi meeting sama klien"

"Ah, orang ini juga masih jam 9. Kamu kan meetingnya habis makan siang"

"Yaaa------ kan---- bisa siap-siap dulu?" kata Zaqi terbata.

"Alesan !!! jadi gimana, kamu mau nikahnya kapan? Besok juga gapapa. Lebih cepat cepat lebih baik"

"APA APAAN!!!!" suara Zaqi sedikit ngegas, membuat ayahnya tertawa terbahak-bahak.

Setengah jam ayahnya berusaha membujuk Zaqi agar segera menikah. Menurut Zaqi ini adalah pembicaraan konyol. Zaqi beralasan jika masalah pribadi tidak usah dibawa-bawa sampai kantor. Tapi ayahnya tetap berkelit, jika di rumah maupun di kantor tidak ada bedanya. "Lah wong kantor juga milik sendiri", kata ayah Zaqi.

Terdengar ketukan pintu dari luar ruangan, ayah Zaqi mempersilahkan seseorang yang mengetuk itu untuk masuk. Dan munculah wanita cantik seksi di ambang pintu, menunduk tanda memberi salam.

Zaqi gemetaran tidak karuan, tamgannya keringatan. Kakinya tidak berhenti bergerak dan mengetuk-ngetuk sepatu ke lantai marmer kantor.

Wanita cantik yang datang itu ternyata adalah sekretaris baru Pak Hari (nama ayah Zaqi) yang baru di rekrut beberapa hari. Zaqi tidak tahu dikarenakan saat perekrutan sekretaris, Zaqi sedang berada di luar kota. Jadi ini adalah pertemuan pertama Zaqi dan sekretaris baru ayahnya.

Ayah Zaqi menatap anaknya sambil menahan tawa.

"Iya ada apa ya Riska?" tanya Pak Hari pada sekretasisnya itu yang ternyata bernama Riska.

"Ini ada dokumen baru yang harus di tandatangani Pak," kata Riska sambil menyerahkan map hijau pada atasannya tersebut.

Pak Hari menerima map itu dan sejenak kemudian Riska meminta ijin untuk keluar ruangan, hingga suara Pak Hari alias ayah Zaqi tersembul dalam keheningan.

"Maaf Riska, bisa saya bicara sebentar?" tanya Pak Hari sebelum Riska melangkahkan kakinya pergi.

"Iya, ada apa Pak? Ada yang bisa saya bantu?"

"Ngga, saya mau nanya.. kamu kenal siapa orang ini tidak?" tanya Pak Hari sambil menunjuk Zaqi yang sedang mengkerut di kursi depan mejanya, mengeluarkan keringat dingin. Sambil sesekali mengecek suhu ruangan, namun ternyata suhu ruangan sudah dingin tapi kenapa Zaqi merasa sangat panas.. Entahlah..

"Oh, beliau bukannya anak Pak Hari?" jawab Riska sopan.

"Iya betul. Menurut kamu dia ini tampan dan gagah kayak bapaknya tidak?"

Pertanyaan random dari atasannya itu membuat Riska kebingungan sendiri, hingga Riska bengong untuk beberapa saat.

"Jawab jujur saja, tidak apa-apa. Saya tahu kamu mau jawab jika saya dengan anak saya masih gagah dan gantengan saya. Kamu tidak usah khawatir akan berurusan sama dia. Lagian yang punya kantor ini saya kok hahaha.." ledek Ayah Hari membuat Riska menutup mulutnya agar tidak tertawa kencang. Sedangkan Zaqi? Jangan ditanya.. karena mukanya sudah merah padam karena malu juga gemetar yang sedari tadi belum kunjung menghilang.

"Riska... kamu sudah menikah?" tanya Pak Hari yang membuat jantung Zaqi hampir melompat keluar. Pertanyaan macam apa itu. Sikap konyol ayahnya memang sudah mendarah daging. Beliau bisa bertingkah konyol dan random di situasi dan dalam keadaan apapun. Pantas saja jika wajah beliau yang memasuki usia 50 tahun nampak awet muda.

"Saya pernah menikah Pak," jawab Riska.

Mendengar pertanyaan itu, Pak Hari menepuk tangan Zaqi yang terkepal diatas meja.

"Tuh, udah pernah menikah. Berarti kamu bisa belajar dari dia," kata ayahnya tidak tahu malu.

Zaqi melotot, memandang ayahnya lalu sekilas menatap Riska. Panas dingin Zaqi malah menjadi-jadi. Dia bahkan sudah hampir menghabiskan satu botol air mineral punya ayahnya yang tergeletak di meja.

Riska mengundurkan diri untuk melanjutkan pekerjaannya, Ayah Zaqi tidak berhenti tertawa menatap anak pertamanya yang gemetar juga hampir kehilangan nafas untuk beberapa saat karena kehadiran Riska. Terlebih pertanyaan random dari ayahnya yang membuatnya malu.

Zaqi mulai bisa mengatur nafasnya saat Riska benar-benar sudah meninggalkan ruangan. Zaqi menyenderkan punggungnya pada kursi. Menatap langit-langit ruangan ayahnya, meratapi nasib betapa tidak beruntungnya dia hari ini.

Perfect Duo [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang