After Lamaran

8 3 0
                                    

"Jadi resmi nih ya kalian jadi pasangan tunangan. Di gunain waktunya buat kenalan. Biar tahu sikap masing-masing"

"Iya, benar kata Ayah. Kalian harus saling kenal dulu. Zaqi, kamu denger kan kata ayah sama bunda?" tanya Ami kepada anak pertamanya itu.

"Oh, iya Bun. Denger."

Yasmin terkekeh dengan sikap Zaqi yang menggemaskan ini. Yasmin memegangi cincin yang sudah melingkar indah di jari manisnya. Yasmin tak percaya jika dirinya akhirnya tunangan. Tunangan dengan seseorang yang baru dia kenal. Padahal Yasmin terbilang masih muda. Dia masih berumur 22 tahun dan masih kuliah. Zaqi sendiri sudah berusia 27 tahun. Dia sekarang bekerja di perusahaan ayahnya.

Yasmin tidak akan mengira jika dia akan bertunangan secepat ini. Akibat kegabutannya sehingga tercetuslah permintaan untuk segera menikah pada ayahnya kemarin, dan ternyata keesokannya tepatnya pada hari ini Yasmin langsung dilamar. Mimpi apa dia kemarin. Yang pasti Yasmin menikmati perjalanan hidup barunya yang sudah berada di depan mata.

Zaqi masih sibuk menyumbat hidungnya yang tadi mendadak mimisan. Mimisan bagi Zaqi bukanlah karena dia sedang tidak enak badan, melainkan Zaqi mimisan karena habis disentuh oleh Yasmin. Malang benar nasib Zaqi, seumur-umur dia belum pernah berpacaran. Jangankan berpegangan tangan dengan lawan jenis, memandang wajah lawan jenis saja rasanya tak sanggup.

Setelah sedikit bercengkrama, keluarga Suroto berpamitan untuk pulang. Namun ada hal yang ingin Yasmin sampaikan yang sejak tadi dia pendam.

"Ini kan tunangan ya? Aku boleh minta nomor kamu ga? Biar bisa telfonan mungkin," ungkap Yasmin malu-malu.

Mereka semua tertawa, benar juga kata Yasmin. Baik Zaqi maupun Yasmin belum mempunyai nomor masing-masing. Karena tunangan yang sangat mendadak, mereka sampai lupa permasalahan yang sebenarnya simpel namun penting itu.

Yasmin menyodorkan ponselnya pada Zaqi. Zaqi menerima ponsel itu dengan gemetar dan mengetik 12 angka nomor telfonnya. Dan memberikannya lagi pada Yasmin. Yasmin tersenyum girang, "terima kasih."

Yasmin dan kedua orangtuanya mengantar Zaqi dan keluarga sampai luar. Mengantar mereka sampai mobil bahkan sampai mobil mereka menghilang di belokan jalanan komplek.

"Girang banget kamu, Yas?" ledek ayah,

"Apaan sih, biasa aja," ujar Yasmin berbohong.

"Itu tadi kalo kamu ga minta nomor telefon, ayah juga kelupaan loh, Yas"

"Ya iya. Masa orang tunangan ga punya nomor telefon masing-masing."

Mereka bertiga masuk ke dalam rumah, dan kembali melanjutkan obrolan mereka.

"Gimana, Yas? kamu suka?" tanya bunda.

"Suka Bun. Tasnya bagus," Yasmin segera membuka parsel berisi tas dan juga sepatu.

"Sepatunya juga pas, Bun," kata Yasmin girang saat tahu sepatu yang diberikan oleh calon mertuanya itu pas di kakinya.

"Dih, yang nanya tas sama sepatunya siapa coba?"

"Lah Bunda nanya apa?"

"Bunda nanya, itu kamu suka sama yang namanya Zaqi ga?"

"Kalo ga suka, mana mau dia, Bun" seloroh ayah yang di ikuti oleh cengiran Yasmin.

"Tuh udah di jawab sama Ayah"

Benar kata Ayah. Mana mau Yasmin menerima Zaqi jika dirinya tidak suka. Alasan apa yang membuatnya tidak suka dengan Zaqi? Zaqi sudah mapan dan juga tampan. Paket lengkap. Selama ini gebetan Yasmin hanya seputar anak yang masih kuliah. Untuk jajan saja mereka masih meminta kepada orang tua. Jika Yasmin pernah berhubungan dengan orang yang lebih tua seperti kisah hubungannya dengan salah satu dosen, itupun karena Yasmin hanya ingin memanfaatkan sang dosennya saja. Yasmin tidak benar-benar menyukai para gebetannya yang tak bisa dihitung oleh jari.

Yasmin hanya memanfaatkan mereka. Yasmin hanyalah seorang fakgirl yang hobinya mempermainkan hati pria. Yasmin sebenarnya tidak benar-benar mempermainkan mereka. Namun para pria itu yang sepertinya ingin bermain-main dengannya. Yasmin hanya mengambil kesempatan dan celah untuk memanfaatkan pria-pria yang mengejarnya. Yasmin tahu ini salah, maka dari itu Yasmin berniat pensiun dari dunia ke-fakgirl-annya. Mencintai satu orang yang benar-benar akan menjadi suaminya kelak.

Yasmin tidak tahu pasti, dirinya suka dengan Zaqi karena dia tampan atau hanya karena Zaqi itu mapan. Yasmin belum tahu kepribadian Zaqi secara keseluruhan. Namun dengan adanya cincin di jari manisnya, Yasmin berniat untuk memfokuskan cintanya pada satu orang. Yaitu Zaqi.

***

Zaqi akhirnya bisa bernafas dengan normal saat sudah keluar dari komplek rumah Yasmin. Selama sekitar 2 jam berada di rumah Yasmin, Zaqi merasa kekurangan oksigen. Nafasnya tersengal dan entah sudah berapa liter keringat yang tumpah dari badan Zaqi.

Zaqi menyetir mobil, matanya tak bisa lepas dari jari manisnya yang sudah terlingkar indah cincin pertunangannya dengan Yasmin. Cincin pertama yang Zaqi pernah kenakan, dan lebih istimewa karena Yasmin si gadis manis yang memakaikannya.

Zaqi tak berhenti tersenyum, namun dia hanya bisa tersenyum dalam hati karena enggan keluarganya tahu jika dia sedang dalam keadaan yang sangat bahagia. Zaqi lumayan gengsi untuk mengaku jika dirinya juga menyukai Yasmin. Zaqi sudah tidak sabar untuk menafkahi Yasmin. Eaaa...

Zaqi jatuh cinta pada Yasmin. Yasmin yang berani menatap matanya. Yasmin yang berani meminta nomor duluan. Yasmin yang dengan lembut memegang tangannya saat tangannya tak berhenti gemetar. Yasmin yang mengkhawatirkan dirinya saat dirinya mimisan. Zaqi menyukai gadis seperti Yasmin. Gadis manis yang berani, gadis manis yang bisa mendominasi. Gadis manis yang aktif dan sedikit centil.

Namun lamunannya membuyar saat ayahnya mulai mengintrogasi.

"Kamu ga baca kisi-kisi yang Ayah kasih apa, Qi?" tanya ayah Zaqi sesaat setelah mobil mereka keluar dari komplek rumah Yasmin.

"Kisi-kisi yang Ayah kasih?"

"Ya iya. Di situ kan udah tertulis jelas, Qi. Kamu gimana sih?" keluh sang ayah.

"Zaqi udah baca, Yah. Tapi ga paham"

"Ya udahlah. Nanti Ayah bikinin lagi kisi-kisinya"

"Mana bisa gitu!" peliK Zaqi. "Yang penting kan udah tunangan, Yah," lanjutnya lagi.

"Ya emang udah tunangan. Tapi kan ada waktu buat saling kenal. Kalian kan ga mungkin langsung nikah"

"Ga masalah juga langsung nikah," seloroh Zaqi santai.

"Dih sombong mau langsung nikah. Masukin cincin ke jari aja masih salah. Apalagi masukin yang lain kalo udah nikah," ledek Riri. Namun setelah sadar dia berbicara seperti itu di depan kedua orangtuanya, Riri mengeplak mulutnya sendiri.

"Dek! Kamu tuh masih bocah juga"

"Ya lagian Kakak nyebelin banget sih. Gitu aja gak tahu. Malu-maluin"

"Udah-udah jangan berantem. Kamu kenalan aja dulu, baru nikah Qi," ucap bunda menengahi Zaqi dan Riri.

"Ga usah kenal-kenalan lah Bun. Nikah aja langsung. Yasmin juga kayaknya suka sama Zaqi. Bukannya nikah itu kuncinya suka ya?"

"Ya kan dia belum kenal kamu, Qi. Ntar dia kaget lagi kamu punya phobia aneh"

"Ya ga usah bilang, Bun"

"Mana bisa gitu! Kan namanya nikah harus tahu satu sama lain. Nanti Ayah bikinin kisi-kisi lagi deh"

"Dikasih kisi-kisi mulu kaya ujian," kata Zaqi, kesal.

Perfect Duo [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang