"Yas, udah siap belum?" teriak Ayah Yasmin dari tangga.
Yasmin keluar kamarnya dengan muka bantal dan masih mengenakan piyama. Menguap berkali-kali.
"Siap ngapain sih, Yah? Ini kan hari libur ih," protes Yasmin sambil mengucek matanya. Sedangkan tangan yang lain berpegangan pada gagang tangga.
"Kamu belum mandi? Kamu masih pake baju tidur?" ungkap ayah Yasmin tak percaya.
"Lah kan emang hari libur Yasmin mandinya siang"
"Bun, ini anaknya gimana sih? Belum mandi masa?" adu ayah pada bunda.
Bunda Yasmin yang mendengar pertengkaran ringan ayah dan anak tersebut akhirnya datang untuk melerai.
"Yasmin belum mandi?"
"Belum, Bun. Emang kenapa?"
"Loh kamu lupa kalo hari ini calon kamu akan datang ke rumah buat ngelamar?"
"HEH?!" teriak Yasmin, untung dirinya sudah berada di lantai bawah. Jika dirinya masih berada di tangga, bisa-bisa dia terguling sangkin kagetnya.
"Bunda ga bercanda kan?"
"Mana ada Bunda bercanda? Lihat Ayah sama Bunda udah rapi begini. Sana mandi!"
"Lah jadi seriusan Yasmin mau dinikahin sama duda?" tanya Yasmin polos.
Bunda merasa keheranan, lalu memandang ayah yang sedang duduk di ruang tengah.
"Kamu kenapa sih, Yas. Dari kemarin duda-duda terus?" tanya ayah heran.
"Udah sana mandi!" suruh bunda sedikit bernada tinggi.
"Iya," ucap Yasmin pasrah.
Yasmin naik lagi untuk menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Dengan ekspresi yang bingung harus senang atau harus bersedih.
Ini terlalu mendadak. Baru kemarin dirinya meminta dicarikan jodoh oleh ayahnya, namun hari ini dia akan dilamar. Secepat ini?
Bahkan dirinya belum tahu siapa yang akan melamarnya. Wajahnya, suaranya, perawakannya, sikapnya dan semuanya. Apakah ini mimpi? Yasmin mengeplak pipinya pelan, dia meringis kesakitan. Benar, dirinya tidak sedang dalam mimpi.
Yasmin tidak memerlukan waktu lama untuk bersiap-siap. Yasmin adalah wanita yang simpel dalam berbusana. Yasmin tidak suka terlalu heboh dengan mengenakan pakaian atau make up yang berlebihan. Disitulah aura Yasmin yang membuat cowok manapun bertekuk lutut di hadapannya.
Yasmin mengenakan dress renda berwarna pastel. Rambutnya ia biarkan tergerai. Tidak lupa ia menjepitkan pita kecil berwarna hitam di samping. Cantik.
Pintu kamar Yasmin terdengar ada yang mengetuk pelan, Yasmin membukanya dan muncullah sang bunda di balik pintu.
"Itu tamunya udah dateng, kamu udah siap?"
Yasmin mengangguk pelan.
Jujur saja, Yasmin tidak merasa gugup sama sekali. Yasmin lebih ke penasaran. Laki-laki seperti apa yang akan melamarnya. Yasmin percaya jika ayahnya pasti akan memilihkan pria terbaik untuknya. Yasmin pernah berkencan dengan segala jenis laki-laki. Dari laki-laki yang umurnya berada di bawahnya, laki-laki yang berada di atasnya, Yasmin juga pernah berhubungan dekat dengan dosennya di kampus dan rata-rata wajah laki-laki yang berkencan dengannya memiliki paras yang tampan, badan yang bagus dan bugar juga kaya. Satu yang menjadi pantangan bagi Yasmin yaitu berkencan dengan pria yang sudah memiliki pasangan.
Yasmin membiarkan ibunya turun terlebih dahulu. Yasmin baru merasakan jantungnya berdegup kencang. Yasmin baru menyadari jika langkahnya tak bisa mundur. Keputusannya kemarin meminta menikah kepada oangtuanya harus dia pertanggung jawabkan. Yasmin sama sekali belum memikirkan segala resikonya. Yasmin hanya merasa bosan dengan kehidupannya yang itu-itu saja.
Yasmin berjalan perlahan menuruni tangga sambil sesekali melirik ke arah ruang tamu. Kebetulan dari tangga bisa langsung melihat ruang tamu.
Yasmin melihat 3 orang. 1 orang laki-laki dengan 2 orang perempuan. Satu perempuan nampak masih anak SMA. Yasmin memusatkan menatap satu laki-laki yang sedang mengobrol dengan ayahnya. Yasmin menyipitkan matanya, dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Bunda menggandeng Yasmin dan memperkenalkan kepada ketiga orang tamu yang datang.
"Ini Yasmin, anak kami," ujar Bunda tersenyum bangga. Yasmin menunduk tanda memberi salam.
"Oh, ini calon mantu aku? Cantiknya...." puji ibunda Zaqi yang diikuti oleh anggukan semangat satu gadis cantik yang berada disampingnya.
Yasmin melirik ke arah laki-laki yang sedari tadi memandangnya. Yasmin bergidik. Inikah laki-laki yang akan menjadi suaminya? Benarkah laki-laki ini yang akan melamarnya? Jadi benar, jika dia akan dilamar oleh duda? Duda anak satu? Lalu siapa wanita yang satunya? Ah, mungkin dia salah satu saudarinya. Karena mereka mirip.
Laki-laki itu tersenyum. Yasmin hampir kehilangan kendali. Yasmin belum siap untuk beradu pandang dengan laki-laki itu yang ... nampak sedikit tua. Namun Yasmin akui, laki-laki itu cukup bugar, sehat dan semoga laki-laki itu tidak memiliki penyakit impoten. Yasmin terkekeh sendiri. Gila.
Yasmin duduk, memandang mereka satu persatu. Wanita yang disinyalir sebagai saudari dari laki-laki yang akan melamarnya nampak anggun dan keibuan. Gadis manis di sampingnya yang Yasmin coba menebak adalah gadis yang baru berusia SMA. Jika anak gadisnya saja sudah SMA, berapa umur laki-laki yang akan melamarnya tersebut?
Saat Yasmin mencoba mengira-ngira umur calonnya tersebut, suara ayahnya membuyarkan hitung menghitung yang Yasmin hampir menemukan jawaban. Yasmin mendengus.
"Yas, gimana? Coba lihat apa yang mereka bawa. Aturan kalian ga usah repot-repot bawa-bawa hal semacam ini. Kita kan udah kenal dekat, lamaran kecil-kecilan aja sudah cukup loh."
Yasmin malah terbengong.
"Yas....?" sapa bunda pelan.
"Eh, iya. Kenapa Bun?" tanya Yasmin gagap.
"Itu ditanyain sama Ayah. Gimana?"
"Gimana apanya, Yah?" Yasmin malah bertanya balik.
Semua orang yang berada disitu tertawa melihat keluguan Yasmin.
"Kira-kira kamu udah siap belum kalo harus punya keluarga seperti mereka ini, kalo kamu menikah kan otomatis mereka jadi keluarga kamu juga," ledek ayah.
"Eh, oh.. itu.." Yasmin memandang gadis SMA itu, tersenyum. "Semoga aku bisa menjadi ibu yang baik buat kamu, ya," lanjut Yasmin.
"Ya ampun, belum apa-apa udah mau jadi ibu aja. Kebelet banget kamu ya, Yas? ya udahlah ga usah lama-lama. Minggu depan nikah!" goda ayah.
"Eh, oh.. kok," Yasmin menggerutu dalam hati. Panik.
Tiba-tiba datanglah seseorang pria tampan mengetuk pelan pintu utama. Mata semua orang tertuju pada siapa yang datang. Tidak terkecuali dengan Yasmin. Pria itu mengenakan batik coklat pendek dengan jeans berwarna hitam. Dia berjalan tertunduk sopan.
"Siapa lagi cowok ini? apakah anak duda ini juga?" batin Yasmin. "Ah, masa iya gue langsung punya anak dua. Sumpah ya kalo lamaran ini jadi, gue bakalan ngambek sama ayah tujuh hari tujuh malam," lanjutnya lagi.
"Udah lengkap, kita tanyakan dulu sama Yasminnya. Semoga aja sih mau. Mana nolak sama cowok ganteng banget kaya anakmu ini," ungkap ayah Yasmin pada ayah Zaqi.
"Heh? Anak?" Yasmin lupa melirihkan suaranya, sehingga semua orang cukup terkejut.
"Iya. Ini anaknya Pak Hari namanya Zaqi. Ini anak keduanya namanya Riri. Dan ini istri pak Hari namanya Ami. Kamu bakalan jadi keluarga mereka juga, Yas. Kita bakal besanan ya, Har?"
"Iya, gak nyangka ya. Dulu kuliah bareng, sekarang jadi besan"
"Tunggu, Yah. Yang mau ngelamar Yasmin yang mana ya?" tanya Yasmin polos.
"Yang mau ngelamar kamu ya Zaqi lah, Yas. Masa Hari. Bisa dikeplak kamu sama Ami," ledek ayah Yasmin.
Yasmin melirik ke arah Zaqi yang sedari tadi menunduk dengan meremas-remas tangan, gelisah. Yasmin melirik AC ruangan yang nampak menyala. Yasmin melihat suasana di luar juga lumayan mendung. Tapi kenapa laki-laki yang bernama Zaqi itu nampak berkeringat? Apa dia sakit?
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Duo [TAMAT]
HumorBerkisah tentang si Caligynephobia yang menginginkan sembuh dari phobianya dengan seorang mantan fukgirl yang ingin pensiun dari dunia ke-fukgirl-an nya. Mereka nekat menikah walaupun baru pertama bertemu. Kisah perjalanan si Caligynephobia dan istr...